tirto.id - Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono meminta kepada Pemprov DKI Jakarta untuk menerapkan prinsip keadilan dan keseimbangan dalam menyusun Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Raperda KTR). Terlebih, regulasi ini menyangkut dua kepentingan yang seringkali berseberangan yaitu kesehatan dan ekonomi.
“Perda tugasnya untuk mengatur. Mengatur itu tidak boleh saling membunuh. Bagaimana cari jalan tengah untuk cari keseimbangan agar masyarakat yang ingin hidup sehat terlindungi, dan pelaku usaha tidak dibunuh, disitulah peran kebijakan” ujar Gembong Warsono kepada wartawan, Jakarta, Senin (26/9/2022).
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah melakukan pembahasan atas Raperda KTR untuk dapat diterapkan di wilayah Ibukota. Atas rencana ini, sejumlah masyarakat memberikan respon yang beragam.
Beberapa lembaga swadaya bahkan masyarakat mendesak Pemprov DKI Jakarta agar segera mengesahkan Raperda tersebut. Di sisi lain, sejumlah pelaku usaha di sektor tembakau mengeluhkan aturan ini karena dinilai dapat mengganggu ekosistem pertembakauan.
Peraturan daerah, kata Gembong, harus mampu menjaga keseimbangan antara pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam hal ini, baik kepentingan kesehatan maupun ekonomi harus diakomodir. Jangan sampai, Raperda KTR mendiskriminasi dan merugikan salah satu pihak.
“Mengatur kan menjaga keseimbangan, jangan sampai membunuh pelaku usaha dan jangan sampai merugikan masyarakat yang berkeinginan hidup sehat. Prinsip dasarnya kan itu,” tegasnya.
Dia juga menegaskan bahwa sesuai mekanisme penyusunan peraturan daerah, Raperda KTR DKI Jakarta harus mengacu pada peraturan di atasnya yaitu PP 109/2012. “Perda KTR ini pasti akan diselaraskan dengan PP 109/2012. Dasarnya akan ke sana. Mekanisme pembahasan suatu aturan kan diatur dengan undang-undang,” tegasnya.
Gembong memastikan pihaknya akan melakukan proses hearing untuk mendengar dan menyerap aspirasi seluruh pemangku kepentingan terkait legislasi Raperda KTR DKI Jakarta. Menurutnya, Rancangan Perda tersebut akan dibahas bersama antara legislatif dan eksekutif.
“Namanya pembahasan Perda pasti dilakukan dengar pendapat dahulu dengan semua stakeholders apalagi yang akan terdampak. Ini pasti dilakukan oleh DPRD sesuai Peraturan dan Perundang- undangan yang berlaku di Indonesia” tuturnya.
Undang- undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan dan Perundang- Undangan mewajibkan pelibatan pemangku kepentingan untuk dilibatkan dalam proses penyusunan kebijakan.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif INDEF Ahmad Tauhid mengatakan, Perda KTR DKI Jakarta kelak tidak akan efektif jika banyak membatasi dan mengatur hingga aspek penjualan. Terutama hingga ke warung-warung dan ritel-ritel tradisional, lantaran ekosistem warung yang sangat heterogen.
“Pengawasan jika sampai ke warung-warung akan sulit, karena sangat heterogen dan terbuka. Siapa yang akan mengawasi warung yang jumlahnya sangat banyak. Perda tidak bisa menyentuh itu, karena Perda KTR hanya mengatur tempat tertentu saja,” ungkapnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin