tirto.id -
Anggota komisi E DPRD DKI fraksi PDIP, Syahrial, mengatakan, beleid itu dinilai mempersulit pengurus masjid di Jakarta untuk mengajukan dana hibah dan bantuan sosial ke Pemprov DKI.
Akibatnya, dari ribuan masjid di Jakarta, hanya ada puluhan yang bisa mengajukan proposal ke Pemprov dan hanya 10 yang diterima.
"Tiga bulan lalu, waktu rapat dengan Pak Michael saat minta pertanggungjawaban serapan anggaran, kita sudah mengajukan itu supaya Pergubnya diubah. Karena berat persyaratan untuk masjid," ujarnya dalam rapat Banggar di gedung DPRD, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (10/9/2018).
Pergub yang dikeluarkan era pemerintahan Gubernur Joko Widodo tersebut memang tidak spesifik mengatur mengenai masjid, melainkan pengajuan dana hibah, bantuan sosial dan bantuan keuangan dari Pemprov DKI secara umum.
Namun, di dalamnya tidak ada perbedaan persyaratan antara pengajuan hibah, bantuan sosial dan bantuan keuangan untuk tempat ibadah dengan organisasi.
Misalnya, kata Syahrial, dalam pasal 8 ayat 3 (b) yakni, "fotokopi sertifikat tanah/bukti kepemilikan tanah atau bukti perjanjian sewa bangunan/gedung atau dokumen lain yang dipersamakan."
Padahal, dalam rapat di tingkat komisi, anggota dewan mengusulkan agar hibah untuk masjid di APBD-perubahan ditambah.
Terkait hal tersebut, pimpinan rapat Banggar Triwisaksana, menyampaikan bahwa sebaiknya usulan komisi diakomodasi dalam APBD-P. Artinya, perlu ada penambahan junlah masjid penerima hibah.
"Anggaran yang berkaitan langsung ke masyarakat ke masjid dan lain sebagainya ini semaksimal mungkin jangan terhambat dengan Pergub dan aturan lain dan sebagainya. Kalau menurut saya anggarannya kita alokasikan dulu dan nanti pencairannya kita tunggu Pergub direvisi," katanya di Gedung DPRD, Senin (10/9/2018).
Penulis: Hendra Friana
Editor: Yandri Daniel Damaledo