Menuju konten utama
Kepulauan Seribu

DPRD DKI: Ada 32 Pulau Milik Swasta Keluhkan Aturan Fasos Fasum

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Fraksi Gerindra, M Taufik, mengaku mendapat keluhan dari 32 pihak swasta yang mengelola pulau di Kepulauan Seribu.

DPRD DKI: Ada 32 Pulau Milik Swasta Keluhkan Aturan Fasos Fasum
Wisatawan turun dari perahu di dermaga Pulau Semak Daun, Kepulauan Seribu, Jakarta, Sabtu (18/11). ANTARA FOTO/R. Rekotomo.

tirto.id - Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Fraksi Gerindra, M Taufik, mengaku mendapat keluhan dari 32 pihak swasta yang mengelola pulau di Kepulauan Seribu. Keluhan tersebut salah satunya membahas peraturan yang mengharuskan pengelolaan pulau harus memanfaatkan 40 persen untuk fasilitas sosial dan fasilitas umum (fasos fasum).

"Itu kan ada 32 yang di bawah swasta, yang 11 [pulau] kalau enggak salah hunian masyarakat. Beberapa kantor pemerintahan. Nah, kenapa yang sekarang Kepulauan Seribu gitu-gitu aja nggak berkembang?" kata Taufik saat dihubungi, Selasa (16/7/2019) pagi.

Taufik menilai persentase fasos dan fasum yang ada di dalam peraturan terlalu besar sehingga pihak swasta kurang bisa mengembangkan pulau yang dikelolanya.

"Di antara pulau yang punya swasta, mereka nggak mau ngembangin karena harus membangun 40 persen untuk fasos fasum di atas tanah itu, jadi kayak di darat itu lho. Kalau saya punya pulau 8.000 meter persegi, mau saya kembangkan bikin ini, bikin ini. Tapi 40 persen harus jadi fasos fasum sebesar 3.200 meter persegi di dalam 8.000 meter persegi harus jadi fasos fasum," katanya.

"Mau dibangun apa? Sekolah, siapa yang mau sekolah di situ? Mau dibangun jalan, jalan kemana? Nah ini harus dilakukan kajian-kajian, harus dilakukan perubahan-perubahan itu," lanjutnya.

Ia mengatakan ada 32 dari 106 pihak swasta yang mengeluh dengan peraturan 40 persen yang ada tersebut.

"Ya aturannya tadi, harus 40 persen. Gimana mau ngembangin. Ya, tergantung secepatnya pemerintah ngajuin. Saya sih ada kepentingan, pulau itu nggak bisa disamain dengan darat. Nggak ada yang mau ya. Susah," katanya.

Oleh karena itu, M Taufik sempat merespons isu Dinas Kehutanan, Perikanan dan Ketahanan Pangan (DKPKP) DKI Jakarta yang ingin mengirim draf Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) ke DPRD DKI Jakarta untuk disahkan.

Taufik menilai bahwa dirinya lebih setuju untuk sistem zonasi dalam Raperda tersebut. Namun tidak secara keseluruhan RZWP3K.

"[Untuk] zonasi iya. Tapi kalau Perda RZW apa tuh pesisir, itu kalau itu dimasukin, kita mengakui reklamasi. Gini, kalau zonasi untuk kepentingan Pulau Seribu iya. Tapi kalau yang RZWP3K itu kalau diitukan [sahkan], itu kita sama dengan mengakui reklamasi seluruh pulau. Karena itu kan 17 pulau Perda-nya," katanya.

Kata Taufik, sistem zonasi yang dimaksud hanya mengatur wilayah perairan saja. Namun, jika RZWP3K disahkan, itu akan menghidupkan 13 pulau yang belum terbangun dan menjadi landasan hukum.

Ia menilai sistem zonasi yang dimaksud menyangkut potensi budidaya dan pariwisata Kepulauan Seribu yang ada.

"Kalau pulau seribu mah dikembangkan menjadi destinasi wisata di Indoensia. Harus diatur. Termasuk saya mau usulkan, aturan di pulau seribu itu jangan seperti darat. Contoh, ada orang punya pulau [luasnya] 8.000 meter [persegi], mau dikembangkan. Kalau berdasarkan aturan yang ada, 40 persen harus diberi fasos [fasilitas sosial] fasum [fasilitas umum]," katanya.

Baca juga artikel terkait FASILITAS UMUM atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Maya Saputri