Menuju konten utama

DPR Kecam Rektor ITK soal Status Facebook Menyinggung Tudung Kepala

Anggota Komisi XI DPR RI, Illiza Sa'aduddin Djamal mengecam tulisan Rektor ITK di medsos terkait atribut keagamaan.

DPR Kecam Rektor ITK soal Status Facebook Menyinggung Tudung Kepala
Ilustrasi siswi berjilbab. FOTO/Istimewa

tirto.id - Anggota Komisi XI DPR RI, Illiza Sa'aduddin Djamal mengecam bentuk tulisan Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK), Budi Santosa Purwokartiko yang menyinggung mengenai atribut keagamaan melalui laman media sosial Facebook.

Budi menulis 'status' yang menyinggung mengenai penggunaan ‘tudung kepala’ dan atribut keagamaan lainnya terhadap 12 mahasiswi yang diwawancarainya dalam beasiswa studi lanjut.

"Pernyataan tersebut sangat diskriminatif terhadap mahasiswi berjilbab. Dan tentunya ini sangat disayangkan karena ini muncul dari seorang rektor dan profesor yang notabenenya kaum berpendidikan,” kata anggota Komisi XI DPR RI Illiza Sa'aduddin Djamal dalam rilis tertulis pada Senin (2/5/2022).

Dirinya menegaskan bahwa seorang rektor harus menjadi teladan dalam setiap sikap maupun tindakan. Justru sebaliknya, wawasan yang tinggi dari sang profesor tidak tercermin saat memperlihatkan tindakan xenophobia.

"Pernyataan itu sudah memojokkan agama tertentu, karena diketahui bahwa agama yang memerintahkan untuk menutup kepala adalah agama Islam dan itu berani diungkapkan di negara yang mayoritas muslim,” ujarnya.

Illiza menegaskan dana beasiswa yang dikelola LPDP harus digunakan dalam rangka mencerdaskan rakyat Indonesia. Maka harus ada afirmasi kepada mahasiswa atau mahasiswi daerah dan kurang mampu. Bukan semata-semata bagi mahasiswa atau mahasiswi yang pandai bahasa asing saja.

“Saya minta Kemendikbud dan pihak LPDP harus melakukan evaluasi atasnya," ungkapnya.

Menanggapi status Facebook rektornya, Humas Institut Teknologi Kalimantan menyatakan bahwa tulisan tersebut tidak memiliki sangkut paut apapun dengan kegiatan civitas akademika.

"Dengan ini, kami informasikan bahwa tulisan Prof.Budi Santosa Purwakartiko tersebut merupakan tulisan pribadi dan tidak ada hubungannya dengan jabatan beliau sebagai rektor ITK," tulis Humas ITK.

Pihak Humas juga meminta agar segala yang berkenaan dengan Budi Santosa agar tidak dikaitkan dengan institusi pendidikan tersebut.

"Oleh karena itu, mohon pemberitaan dan komentar lebih lanjut baik oleh media maupun netizen tidak mengaitkan dengan institusi ITK dan awak media atau para netizen dapat langsung berkomunikasi dengan beliau," kata Humas dalam penutup rilis tersebut.

Sebelumnya, Direktur LPDP Andin Hadiyanto menyatakan bahwa lembaga yang dia pimpin merupakan lembaga pengelola dana abadi pendidikan yang berasal dari APBN dan dikelola secara profesional dan berintegritas, berdasarkan Pancasila dan nilai Kebangsaan Indonesia yang Bhinneka dan Bersatu, yang menghargai dan menghormati perbedaan.

Ia pun menegaskan LPDP adalah lembaga yang menjunjung etika dan tidak sepakat dengan ujaran kebencian, termasuk SARA dalam bentuk apapun.

"LPDP menjunjung tinggi etika dan adab kepatutan serta toleransi dan tidak memperkenankan dan tidak menyetujui sikap dan ujaran kebencian, serta sikap diskriminasi termasuk sentimen berdasarkan SARA," kata Andin kepada Tirto.

Agar penilaian seleksi dapat objektif, kata Andin, aktivitas wawancara dilakukan secara kolektif sehingga diharapkan tidak didominasi penilaian subjektif individu. Selanjutnya, penilaian juga ditelaah kembali pada tahapan berikutnya agar hasil penilaian valid sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam pedoman seleksi beasiswa LPDP.

"Sesuai ketentuan, interviewer juga harus mematuhi kode etik dalam melaksanakan tugas dan diharapkan melakukan seleksi wawancara secara profesional dan objektif," kata Andin.

Ia pun memastikan LPDP akan berbicara dengan Kemendikbud Ristek agar para pewawancara bisa menjalankan tugas dengan baik.

"LPDP akan terus berkoordinasi dengan Kemendikbud Ristek untuk terus mengevaluasi dan mengawasi pelaksanaan tugas para interviewer untuk menjamin pelaksanaan seleksi program beasiswa yang dikolaborasikan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku," kata Andin.

Kasus Budi Santoso berawal ketika ia mengunggah status di media sosial Facebook. Dalam pernyataan di sosial media tersebut, Budi menceritakan proses rekrutmen LPDP yang dilakukan olehnya sebagai salah satu pewawancara peserta. Pada satu kalimat, ia diduga menyinggung salah satu kelompok masyarakat dengan bahasa SARA.

"Jadi 12 mahasiswi yang saya wawancarai, tidak satu pun menutup kepala ala manusia gurun," bunyi tulisan Budi berdasarkan tangkapan layar yang beredar di publik.

Pernyataan Budi juga sempat ramai di media sosial dengan tagar #BudiSantosaProfesorRasis. Per pukul 13.17 WIB, total cuitan di akun sosmed Twitter mencapai 8.719 cuitan.

Baca juga artikel terkait UJARAN RASISME atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Maya Saputri