tirto.id - Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bakal menggelar rapat khusus untuk membahas persoalan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang kini banyak menuai polemik. Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus, mengungkapkan, rapat khusus perlu dilakukan untuk menjaring pemikiran dari para pekerja, dunia usaha, hingga pemerintah.
Pertemuan itu diharapkan bisa menghasilkan titik terang dari masalah Tapera sehingga nantinya dapat ditemui kesepakatan antara pekerja yang dikenai potongan iuran, dunia usaha yang dibebani sebagian iuran dari karyawannya dan pemerintah sebagai penggagas program.
“Saya rasa soal Tapera sudah menjadi ramai. Penjelasan Bapak (Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat/PUPR Basuki Hadimuljono) pun tidak menyelesaikan persoalan sekarang. Kami akan agenda khusus, Pak. Untuk Tapera ini kita rapat khusus. Supaya nanti tuntas, Pak,” ujar Lasarus, dalam Rapat Kerja (Raker) DPR RI dengan Menteri PUPR, di Jakarta, Kamis (6/6/2024).
Pertemuan ini nantinya akan mengundang perwakilan buruh atau pekerja, dunia usaha, pemerintah melalui perwakilan Kementerian PUPR dan Badan Pengelolaan (BP) Tapera secara terpisah.
“Oleh karena itu, kami akan mengundang semua pihak. Dunia usaha, kita undang perwakilan para buruh, baru kemudian nanti kami undang teman-teman dari PUPR dan Tapera. Saya rasa itu jalan keluarnya,” tegas Anggota DPR RI dari fraksi PDIP itu.
Sementara itu, saat menjawab pertanyaan soal Tapera dari DPR, Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono menjelaskan, Tapera adalah salah satu bidang pembiayaan perumahan, yang awalnya diperuntukkan bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi diperluas ke masyarakat umum.
Plt. Kepala Otorita Ibu Kota Negara itu bilang, Tapera seperti jenis-jenis pembiayaan perumahan lain di luar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang masih atau pernah dihadirkan pemerintah.
Beberapa jenis pembiayaan itu antara lain, program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang telah hadir sejak 2010 sampai sekarang. Kemudian ada pula subsidi selisih bunga yang disalurkan dari tahun 2015 - 2020 dan Bantuan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2PT) yang baru berakhir pada 2022.
“Melalui FLPP dari 2010 - 2024. Dari 2010-2024 sudah lebih dari Rp105 triliun. Itu pun bisa membawa kredit perumahan lebih dari Rp300 triliun dalam pembangunan itu,” beber Basuki.
Sama seperti jenis pembiayaan lainnya, Tapera pun diadakan untuk mengatasi permasalahan backlog (kondisi kesenjangan antara jumlah rumah terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan rakyat) yang belum bisa diatasi sampai saat ini.
Mengutip data Survei Sosial Ekonomi (Susenas) yang dirilis Badan Pusat Statistik pada 2023, angka backlog di Indonesia masih 9,9 juta untuk kepemilikan rumah. Sedangkan untuk backlog dari rumah tidak layak huni masih sebesar 2,6 juta keluarga.
“Sedang pertumbuhan rumah tangga baru 800 ribu per tahun. Ini berdasarkan survei Susenas. Jumlah ASN sendiri sekitar 4,4 juta orang, yang belum memiliki rumah 1,8 juta. Apa sekarang peran pemerintah selama ini? Pemerintah melakukan pembiayaan, bukan dari APBN, tapi ada pembiayaan untuk kepemilikan rumah,” jelas Basuki.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Intan Umbari Prihatin