tirto.id - Anggota DPD yang tergabung dalam Pansus Papua menemui Menkopolhukam Mahfud MD di kantornya, di Jakarta, Senin (25/11/2019).
Usai pertemuan, salah satu anggota DPD meminta Mahfud agar membebaskan para mahasiswa Papua yang ditangkap pasca aksi rasisme di Surabaya dan konflik Papua.
"Tadi kami sampaikan kepada Bapak Menkopolhukam untuk sesegera mungkin mengambil langkah cepat untuk membebaskan seluruh mahasiswa Papua," kata Ketua Pansus DPD Papua, Filep Wamafma di Kemenkopolhukam, Jakarta, Senin (25/11/2019).
Filep belum merinci total mahasiswa yang ditahan. Setidaknya, 6 mahasiswa ditahan di Jakarta. Kemudian ada 13 orang dipindah dari Papua ke luar Papua. "Bahkan masih ada yang DPO," ujar Filep.
Filep juga mengatakan, Mahfud sudah merespons permintaan para anggota DPD ini. Ia mengaku DPD sempat mendesak agar para mahasiswa bebas sebelum tanggal 1 Desember.
Dengan pembebasan aktivis agar tidak ada gangguan di Papua pada 1 Desember mendatang.
Orang Papua menganggap 1 Desember sebagai hari penting secara politik karena terkait kemerdekaan mereka. Pada 1 Desember 1961, bendera Bintang Kejora kali pertama berkibar.
Saat itu, ia menjadi simbol pengakuan atas berdirinya negara Papua Barat oleh Belanda.
"Kami kan berharap bahwa suasana damai apalagi di Papua menjelang Natal. Kita harap momen penting sehingga tidak ada aksi-aksi yang membuat situasi Papua tidak damai," Kata Filep.
Beberapa kasus aktivis Papua kini menghadapi persidangan di Jakarta. Mereka telah dilimpahkan ke kejaksaan untuk selanjutnya disidang.
Ada enam tersangka dugaan makar yang dilakukan oleh aktivis Papua ke pihak Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, hari ini, Senin (18/11/2019).
Polisi telah merampungkan berkas pemeriksaan enam tersangka yang diduga melajukan aksi makar di Jakarta beberapa waktu lalu.
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menetapkan berkas P-21 pada Rabu, 13 November 2019 lalu. Para tersangka yakni Dano (Anes) Tabuni, Charles Kosai, Arina Lokbere, Ambrosius Mulait, Isay Wenda, Arina Lokbere dan Surya Anta Ginting.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Zakki Amali