tirto.id - Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menurunkan giro wajib minimum (GWM) rupiah untuk bank umum konvensional dan syariah, serta unit usaha syariah sebesar 50 basis point (bps) menjadi 5,5 persen dan 4 persen.
Dengan demikian, rata-rata GWM masing-masing sebesar 3 persen. "Ini berlaku efektif tanggal 2 Januari 2020," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konfresi pers di Jakarta, Kamis (21/11/2019).
Perry melanjutkan, kebijakan tersebut ditempuh demi menambah likuiditas perbankan dalam meningkatkan pembiayaan dan pertumbuhan ekonomi.
"Pola ekspansi fiskal umumnya di triwulan IV. Belanja kementerian lembaga meningkat. Ada droping untuk proyek dan belanja lain, sehingga di triwulan IV umumnya likuiditas lebih, karena itu kami menurunkan di Januari," imbuhnya.
Memang, kata Perry, likuiditas likuiditas perbankan masih cukup. Namun distribusi antar bank tidak merata. Namun, bank-bank kecil mengalami kekurangan dana karena persaingan mencari dana pihak ketiga (DPK).
Pada September 2019, pertumbuhan kredit tercatat hanya mencapai 7,89 perse year on year (yoy) atau melambat ketimbang bulan sebelumnya yaikni 8,59 persen. Sementara hingga akhir tahun, penyaluran kredit diprediksi hanya mentok di kisaran 8 persen.
"Kredit perbankan dipengaruhi oleh faktor penawaran dan permintaan. Di sisi penawaran itu ada bagaimana bank menyediakan dana untuk penyaluran kredit yang terdiri dari prospek ekonomi ke depan, suku bunga, regulasi, likuiditas, persepsi risiko, termasuk standar penyaluran kredit perbankan," jelas Perry.
Perry menyebut penurunan GWM 50 bps, akan berdampak pada tambahan likuiditas bank umum Rp24,1 triliun sementara bank umum syariah Rp1,9 triliun. Sehingga, jumlahnya akan mencapai Rp26 triliun.
"Sehingga ekspansi fiskal yang biasanya baru mulai di triwulan II, perbankan enggak perlu khawatir. Kami sudah mengantisipasi akan kami tambah likuiditas sehingga perbankan lebih tenang, siap menyalurkan kredit," tutur Perry.
Editor: Hendra Friana & Ringkang Gumiwang