Menuju konten utama
Hikayat Ramadan

Doa Umar, Nabi Musa, dan Gus Isa yang Disampaikan dengan Tak Biasa

Memohon kepada Tuhan tak kaku oleh batasan-batasan syariat. Ada kalanya justru disampaikan dengan cara yang tak biasa.

Doa Umar, Nabi Musa, dan Gus Isa yang Disampaikan dengan Tak Biasa
Ilustrasi orang berdoa di sebuah musala. tirto.id/Nadya

tirto.id - Umar Bin Khattab dirundung rasa sedih. Ia mendengar kabar penduduk di sekitar Sungai Nil kelaparan. Kemarau dan paceklik melanda. Kemarau juga menyebabkan air Sungai Nil semakin surut. Keadaan ini membuat Umat bin Khattab masygul bukan kepalang. Ia harus berpikir keras untuk mengatasinya.

Dalam tradisi penduduk sekitar Sungai Nil ada kesepakatan bersama, air Sungai Nil yang surut merupakan pertanda bahwa sang sungai meminta tumbal. Tidak main-main, tumbalnya harus berupa seorang perawan cantik. Reputasi Umar bin Khattab sebagai khalifah dipertaruhkan. Ikut tradisi ‘jahiliyyah’ yang bertentangan dengan syariat, atau menciptakan sejarah baru untuk mengubah tradisi lama yang mengerikan itu.

Di sebuah sore saat hatinya susah, Umar Bin Khattab menulis surat di atas secarik kertas. Begini tulisnya:

“Wahai Sungai Nil, jika engkau mengalirkan air karena Allah, maka mengalirlah. Tapi jika engkau mengalirkan air karena ingin mendapatkan tumbal gadis cantik, maka kami tidak butuh airmu.”

Seperti diungkap Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wa Nihayah (Vol 7: 179), surat itu kemudian ia lemparkan ke sungai. Selang beberapa saat, Sungai Nil pun mengalirkan air seperti sedia kala.

Musa dan Doa yang Mendikte Tuhan

Ada juga riwayat tentang Nabi Musa yang sangat populer dan ditulis di sejumlah kitab, salah satunya oleh Al-Harratsi dalam Quutul Qulub (Vol 2: 78).

Nabi Musa dan umatnya harus menghadapi kemarau yang amat panjang. Persediaan pangan semakin menipis. Umat kelaparan. Anak-anak menjerit meronta-ronta. Musa tidak tinggal diam. Berkali-kali ia berdoa kepada Allah, tapi hujan tak kunjung datang.

Sudah beberapa kali ia memimpin umatnya melaksanakan salat istisqa agar turun hujan, tapi seturut dengan doa-doanya, Tuhan pun tak kunjung menurunkan hujan.

Sekali waktu Musa melancarkan protes kepada Tuhan. Ia bertanya-tanya apakah Tuhan sudah tidak berkehendak untuk mendengarkan keluhan dan doa darinya, atau Tuhan memang hendak membinasakan umat-Nya dengan cara mendatangkan siksa berupa paceklik dan kemarau panjang.

Singkat cerita, Tuhan akhirnya menjawab keluhan Musa. Bukan dengan hujan, melainkan dengan jawaban dan perintah untuk menemui seorang waliyullah bernama Barkh. Musa diminta untuk menceritakan masalah yang tengah dihadapinya, sekaligus meminta Barkh agar sudi berdoa supaya Tuhan berkenan menurunkan hujan. Musa pun berkelana. Ia hilir mudik mencari waliyullah bernama Barkh yang dikabarkan sangat misterius.

Pada suatu siang yang sangat terik, ketika angin bertiup sangat kencang, di sebuah distrik yang tandus, Musa akhirnya berhasil menemukan seseorang yang bernama Barkh. Setelah memperkenalkan diri dan sedikit berbincang, ia menyampaikan maksudnya.

Musa tidak pernah menyangka tanggapan Barkh yang sangat santai dan cenderung sesuka hati. Mulanya Barkh enggan untuk berdoa, tapi Musa berhasil membujuknya. Celakanya, doa yang meluncur dari mulut Barkh adalah doa yang bagi Musa sangat aneh dan tidak sopan. Ia pun emosi dan reflek hendak memukul Barkh sebelum turun wahyu yang melarangnya untuk berbuat demikian. Begini Barkh berdoa:

“Ya Allah jika memang hujan sudah tidak tunduk kepadamu, maka berarti kau sudah kehilangan kekuasaan-Mu. Namun, jika hujan masih di bawah kekuasaan-Mu, maka tunjukkan dan turunkan ia. Mereka, umat Musa yang fasik dan bermaksiat kepada-Mu tidak akan pernah mengurangi kebesaran-Mu. Biarkan mereka terus bermaksiat. Buktikan Engkau maka pengasih dan rahmat-Mu sangat luas, tak terbatas untuk siapa saja.”

Hujan pun turun amat deras, tepat ketika kalimat terakhir doa tersebut meluncur dari mulut Barkh. Musa bahagia bercampur marah. Bahagia karena Tuhan menurunkan hujan. Marah karena mendengar doa yang redaksinya sangat kurang ajar dan mendikte Tuhan.

Infografik Hikayat Doa yang tidak biasa

Infografik Hikayat Doa yang tidak biasa. tirto.id/Nadya

Gus Isa dan Doa yang Aneh

Di Indonesia, sempat juga terjadi doa yang "tak biasa" yang dilakukan oleh Gus Isa, lelaki yang tinggal di sebuah kampung di pedalaman Lamongan. Gus Isa memiliki cara unik dalam berdoa. Ia keluar rumah, mendongakkan wajahnya ke langit sembari mengacungkan jari telunjuk dan berucap, “Ya Allah, Engkau Mahatahu”.

Kejadian ini memang tidak selalu bisa disaksikan dan menjadi pemandangan lumrah, tapi sudah menjadi rahasia umum masyarakat yang tinggal di sekitar Lamongan. Masyarakat mengetahui jika Gus Isa memang seorang yang unik dan aneh tingkah serta perkataannya, termasuk caranya berkomunikasi dengan Tuhan.

Tiga cerita di atas merupakan segelintir dari pelbagai cerita lain yang menggambarkan betapa relasi antara Tuhan dengan hambanya tidak selalu kaku dan seragam. Hubungan hamba dengan Tuhan bisa menjadi sedemikian karib, intim, bahkan nampak agak kurang ajar.

Namun, itulah ekspresi cinta antara hamba dengan Tuhan. Luwes dan tidak kaku. Bahasa cinta adalah bahasa keintiman dan kemesraan. Ia menembus dimensi syariat yang kerap terlihat ketat dan kaku. Dan di atas itu semua, kita menyaksikan betapa Tuhan bisa didekati dengan beragam cara, beraneka ekspresi, serta bermacam polah. Ia begitu dekat dengan hamba-Nya.

==========

Sepanjang Ramadan, redaksi menampilkan artikel-artikel tentang kisah hikmah yang diangkat dari dunia pesantren dan tradisi Islam. Artikel-artikel tersebut ditayangkan dalam rubrik "Hikayat Ramadan". Rubrik ini diampu selama sebulan penuh oleh Fariz Alnizar, pengajar Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia dan kandidat doktor linguistik UGM.

Baca juga artikel terkait RAMADAN 2019 atau tulisan lainnya dari Fariz Alniezar

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Fariz Alniezar
Editor: Irfan Teguh