Menuju konten utama

DJP: Kenaikan PPN 11 Persen Tunggu Aturan Turunan UU HPP

Pemerintah belum bisa memastikan kenaikan PPN 11 persen akan diterapkan pada bulan April atau tidak.

DJP: Kenaikan PPN 11 Persen Tunggu Aturan Turunan UU HPP
Petugas mengitung uang rupiah di salah satu gerai penukaran uang asing di Jakarta, Rabu (27/11/2019). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.

tirto.id -

Pemerintah masih menimbang kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 11 persen. Aturan ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang disahkan DPR pada 7 Oktober 2021, dan rencananya akan direalisasikan pada 1 April 2022 mendatang.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor mengatakan, pihaknya masih mengkaji rencana pemberlakuan tarif PPN baru tersebut. Sebab, hingga saat ini aturan turunan dari Undang-Undang HPP masih digodok bersama tim terkait.

"Ini tim sedang melakukan pembahasan, ketentuan aturan turunan dari UU HPP ini juga sedang difinalkan. Jadi kita belum tahu. Kita masih lihat perkembangan karena kita belum mendapatkan informasi dari tim itu," kata dia kepada wartawan, ditulis Rabu (9/3/2022).

Dia mengatakan, tim tersebut berperan untuk melakukan pembahasan dalam menyiapkan aturan turunan UU HPP. Mulai dari pelaksanaanya seperti apa, hingga melihat perkembangan dinamika terjadi saat ini, termasuk perkembangan harga komoditi di Indonesia.

"Di dalamnya pasti melakukan analisa terkait kondisi terkini perhitungan inflasi dan makro di BKF," sebutnya.

Meski begitu, dirinya tidak berani memastikan apakah aturan kenaikan PPN dari 10 persen menjadi 11 persen bisa berlaku pada 1 April mendatang.

"Kalau saya bilang 1 April nanti saya bilang tetap, ternyata ada penundaan. Tidak tau. Karena lagi dibahas dengan situasi terkini. Walaupun UU menyatakan berlaku 1 April," tandasnya.

Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja meminta pemerintah untuk menunda kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 11 persen yang rencananya akan direalisasikan pada 1 April 2022. Aturan ini tertuang dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang disahkan DPR pada 7 Oktober 2021.

“Kenaikan tarif PPN akan semakin memperburuk daya beli masyarakat kelas menengah bawah akibat terdampak COVID-19 yang mana pada akhirnya akan semakin memberatkan pemulihan perdagangan dalam negeri yang menjadi salah satu pendorong utama dalam upaya pemulihan perekonomian Indonesia," kata dia kepada reporter Tirto, Senin (11/10/2021).

Alphonzus menjelaskan, sebaiknya realisasi dari penambahan PPN bisa dilakukan di beberapa tahun ke depan, bukan tahun depan. Karena perekonomian masyarakat dan sektor usaha masih belum pulih usai terimbas COVID-19.

“Kenaikan tarif PPN berpotensi untuk menimbulkan berbagai masalah yang akan semakin memberatkan perekonomian nasional, khususnya untuk sektor ritel sebagaimana tersebut di atas dan oleh karenanya sebaiknya rencana kenaikan tarif PPN ditunda paling tidak untuk selama tiga tahun kedepan atau sampai dengan kondisi perekonomian sudah pulih normal," kata Alphonzus.

Kenaikan tarif PPN di tahun depan juga berpotensi mendorong masyarakat untuk berbelanja di luar negeri, kata dia. Alphonzus sebut, hampir semua negara di belahan dunia khususnya banyak negara tetangga sedang berlomba untuk memberikan berbagai kemudahan dalam sektor perdagangan guna meningkatkan perekonomian masing - masing negara.

Menurut dia, kenaikan tarif PPN bertolak belakang dengan strategi pemulihan ekonomi di banyak negara, khususnya negara tetangga sehingga akan menjadikan harga barang di Indonesia menjadi lebih mahal.

“Yang mana pada akhirnya akan mendorong semakin maraknya belanja di luar negeri," pungkas dia.

Baca juga artikel terkait KENAIKAN PPN atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Fahreza Rizky