tirto.id - Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta berencana akan menggaji sopir bus berukuran sedang sebesar dua kali upah minimum provinsi (UMP). Hal tersebut guna mengatasi perilaku sopir di jalan yang kerap ugal-ugalan dalam berkendara.
"Perlu dicermati, yang membuat sopir ugal-ugalan itu karena rebutan setoran. Kayak yang kemarin kecelakaan itu, sopirnya tidak mau keduluan temannya di belakang. Jadilah terguling," ujar Kepala Bidang Angkutan Jalan Dishub DKI Jakarta Masdes Arouffy kepada Tirto, Jumat (3/5/2019).
Dishub DKI Jakarta sedang merancang program integrasi yang nantinya para operator bus sedang bisa bekerja sama dengan Trans Jakarta. Dampak kerja sama tersebut, operator akan mendapatkan peremajaan unit kendaraan dan sekaligus mekanisme pendapatan untuk para sopirnya.
Masdes mengatakan ke depannya, sopir bus sedang akan mendapatkan gaji dua kali UMP, jika UMP saat ini saja Rp3,9 juta maka mereka akan mendapatkan Rp7,8 juta per bulan.
"Itu kalau kerjanya full, kalau bolos, gajinya dipotong. Karena indeks dia dalam perhitungan rupiah itu per kilometer 2,0 UMP," ujarnya.
Selain itu, menurutnya di kemudian hari para bus sedang nantinya akan menggunakan tarif per kilometer. Untuk saat ini tarif masih kisaran Rp16 ribu per kilometer.
"Misalnya hari ini, ia dapat 200 km, terus dikalikan dengan harga unit price per kilometernya tadi. Itu pendapatan kotornya. Secara desain sistem ini untuk menangani uber-uberan di jalan," ujarnya.
"Subsisdinya dari Pemda. Sehingga penumpang sedikit atau banyak yah tidak masalah."
DKI Jakarta memiliki empat operator bus sedang antara lain Kopaja, Metromini, Kopami Jaya, dan Koantas Bima yang saat ini sudah tahap penandatanganan kontrak payung dengan Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa (BPPBJ).
"Kami lagi menunggu Trans Jakarta, kapan mau beli. Soalnya di LKPP itu sudah tayang kontrak payungnya dengan BPPBJ. Semakin cepat mereka beli, semakin cepat program ini berjalan," pungkasnya.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Maya Saputri