tirto.id -
"Kami mengajukan penangguhan penahanan dan dikabulkan. Tentunya Pak Nur akan kooperatif jika memang dipanggil kembali," kata kuasa hukum Nur Mahmudi, Iim Abdul Halim, di Depok, Jumat (14/9/2018).
Tim penyidik Unit Tindak Pidana Korupsi Polresta Depok memeriksa mantan Wali Kota Depok dua periode tersebut secara maraton pada Kamis (13/9/2018) sejak pukul 08.30 WIB hingga pukul 23.40 WIB.
Penyidik mengajukan 64 pertanyaan kepada mantan Presiden Partai Keadilan seputar pembebasan lahan Jalan Nangka yang akan menjadi akses masuk menuju apartemen Green Lake View.
Penyidik Tipikor Polresta Depok memanggil mantan Wali Kota Depok tersebut untuk kedua kalinya, Kamis (13/9/2018).
Pada panggilan pertama, Kamis (6/9/2018), Nur Mahmudi Ismail tidak memenuhi panggilan penyidik karena sedang menjalani perawatan kesehatan.
Polres Kota Depok menetapkan Nur Mahmudi Ismail menjadi tersangka tindak pidana korupsi proyek pelebaran Jalan Nangka Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok, Jawa Barat.
Selain Nur Mahmudi, penyidik tipikor juga menetapkan mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Depok Harry Prihanto sebagai tersangka.
Kapolres Depok Kombes Didik Sugiarto mengatakan bahwa hasil auditor BPKP Jawa Barat diketahui kerugian negara mencapai sekitar Rp10,7 miliar dari total Rp17 miliar anggaran APBD untuk pelebaran Jalan Nangka tersebut.
Dalam pembebasan lahan ini, tim penyidik menemukan perbuatan melawan hukum yang diduga dilakukan oleh Nur Mahmudi Ismail dan mantan Sekda Kota Depok Harry Prihanto.
Penetapan Nur Mahmudi Ismail dan Harry Prihanto sebagai tersangka ini pada tanggal 20 Agustus 2018.
"Yang jelas bahwa penyidik akan melakukan proses, langkah-langkah penyidikan yang dilakukan untuk melakukan pembuktian. Semua rangkaian tindakan yang dilakukan untuk melakukan pembuktian dari konstruksi hukum yang sudah disusun penyidik," tuturnya.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri