tirto.id - Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Muhammad Sirajuddin Syamsuddin atau Din Syamsuddin menilai banyak masyarakat yang mendukung peserta pilpres 2019 secara berlebihan.
Padahal, menurut Din, belum semua masyarakat mengenal dengan baik pasangan calon (paslon) yang ikut dalam pilpres 2019.
Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu menilai kondisi tersebut membuat sebagian besar masyarakat terjebak dalam fanatisme yang berlebihan.
"Tidak semua [pemilih] mempunyai pengetahuan yang dalam, yang utuh tentang calon yang akan dipilih. [...] Tapi kita semua sudah terjebak pada sebuah klaim absolut, absolutisme," kata Din di kawasan Menteng, Jakarta, Selasa (26/2/2019).
"Kita sudah terjebak pada fanatisme yang sebetulnya buta aksara politik," Din menegaskan.
Din menyampaikan bahwa masyarakat sebaiknya tidak usah bersikap berlebihan dalam mendukung capres-cawapres. Hal ini karena politik bersifat sangat cair. Dia menjelaskan sikap politikus tidak abadi dan bisa berubah setiap saat.
"Cintailah kekasihmu, cintailah paslon presiden-wakil presiden pilihanmu sedang-sedang saja karena boleh jadi suatu waktu, engkau akan membencinya," kata Din.
"Dan bencilah, musuhilah lawan politikmu sedang-sedang saja, karena boleh jadi suatu waktu, dia akan menjadi orang yang kau cintai," dia menambahkan.
Din mengaku sudah mempunyai pilihan politik di Pilpres 2019. Namun, dia tidak mau menyebutkan pilihan itu karena tidak ingin malah digunakan untuk membuat gaduh situasi kampanye pilpres 2019.
"Mohon maaf tidak perlu saya sampaikan secara terbuka," kata dia.
Din berharap Pilpres 2019 tidak membuat bangsa Indonesia terbelah. Oleh karena itu, menurut dia, harus ada yang berdiri di tengah saat ada dua kubu yang saling bertentangan.
"Saya ingin menyisakan energi dan harapan negara menggalang kekuatan tengah bagi bangsa ini [...] Perlu ada yang berada pada posisi penengah tadi itu," kata Din.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Addi M Idhom