tirto.id -
Dalam pertemuan dengan para pemimpin media di kantornya Jumat (25/1/2019) malam, ia mengungkapkan bahwa selama ini banyak pengusaha yang membandel dan mencoba mengakali prosedur untuk meraup keuntungan lebih.
"Jadi bahasa dipersulit tidak ada. Saya menteri yang tahu kapal, tahu laut, tahu semua. Saya suka bilang sama mereka, kadal jangan dikadali," ujarnya berseloroh.
Susi menjelaskan, selama ini proses perizinan yang ada di kementeriannya sudah cukup adil. Masalahnya, banyak perusahaan yang tidak jujur dan melakukan kecurangan dalam proses perizinan.
Misalnya, dengan memanipulasi data hasil tangkapan ikan serta keuntungan yang didapat dari operasional kapal tangkapan ikan mereka. Ia bahkan menunjukkan percakapannya melalu pesan singkat dengan salah satu pengusaha perikanan tangkap yang mengeluhkan sulitnya perizinan.
Dalam percakapan tersebut, Susi mencecar pertanyaan soal kapasitas kapal si pengusaha dan berapa hasil tangkapannya. Sebab, hal tersebut berkaitan dengan pengenaan pajak dari hasil usaha mereka.
Dari percakapan itulah, kata Susi, ada indikasi ketidakjujuran pengusaha yang mengeluhkan masalah perizinan kepadanya. Apalagi, dengan kapasitas kapal 49 GT, si pengusaha hanya mengaku memiliki pendapatan Rp2 miliar per tahun."Sudah revisi perizinan, pendapatan diubah dari Rp300 juta jadi Rp2 miliar. Satu tahun operasi 9 bulan Bu, kata dia. Masak cuma dapat Rp2 miliar? Kata saya. Saya kasih emoticon [terkejut] tuh," ucap Susi membacakan pesan tersebut. Menurut Susi, angka tersebut terlampau kecil, apalagi dengan estimasi 9 kali pelayaran dalam satu tahun. "Jadi anda bisa lihat, betapa ketidakpatuhan tersebut terjadi. Kalau dia ke laut bilang cari ikan susah, tidak ada cari ikan susah. Sekarang orang ke laut bukan dari ikan, tapi tangkap ikan. Dia bisa tahu peta ikan ada di mana," tandasnya.Penulis: Hendra Friana
Editor: Maya Saputri