tirto.id - Empat anggota Pussy Riot dijatuhi hukuman penjara selama 15 hari karena dianggap mengganggu final Piala Dunia dengan berlari ke lapangan.
Sebagaimana diberitakan BBC, mereka juga dan dilarang menghadiri olahraga selama tiga tahun karena alasan yang sama.
Empat anggota Pussy Riot tersebut adalah Nika Nikulshina, Olga Kurachyova, Olga Pakhtusova dan Pyotr Verzilov, suami dari Nadezhda Tolokonnikova, salah satu dari tiga anggota Pussy Riot yang dipenjara pada tahun 2012.
Aksi grup band punk ini terjadi pada menit ke-52. Wasit Nestor Pitana langsung menghentikan pertandingan karena tiba-tiba empat orang berpakaian celana panjang hitam dan kemeja putih serta dasi hitam berlari dari belakang gawang kiper Perancis Hugo Lloris ke tengah lapangan.
Mereka dituduh melanggar aturan untuk penonton di acara olahraga dan mengenakan seragam polisi secara ilegal. Mereka mengenakan seragam ala polisi: kemeja putih, celana panjang hitam, dan epaulettes.
Dejan Lovren berusaha untuk menyeret mereka keluar dari lapangan sebelum petugas menangkap dan menyeret mereka keluar dari lapangan.
"Saya meraih pria itu dan saya berharap saya bisa mengusirnya dari stadion," ujar Lovren kepada wartawan, sebagaimana diberitakan BBC.
Sementara itu, pihak Pussy Riot mengatakan itu adalah protes terhadap pelanggaran hak asasi manusia di Rusia.
Empat orang yang ditangkap tersebut pada hari Minggu (15/7/2018) menghabiskan sepanjang malam di sebuah kantor polisi.
Tujuan dari protes mereka adalah membuat pihak berwenang Rusia untuk membebaskan semua tahanan politik, hentikan penangkapan ilegal di rapat umum, biarkan persaingan politik di negara ini, berhenti membuat kasus kriminal dan memenjarakan orang tanpa alasan
Pussy Riot merupakan kelompok protes, punk, dan feminis Rusia yang berdiri pada 2011, hadir dengan kerja-kerja aktivismenya. Sejak pertama kali berdiri, mereka konsisten menyuarakan perlawanannya terhadap rezim Putin—didukung kekuatan Gereja Ortodoks—yang dianggap “tidak manusiawi, ingin berkuasa penuh, dan membungkam kebebasan warga negaranya.”
Editor: Yulaika Ramadhani