Menuju konten utama

Di Balik Saham Garuda Gagal Terbang Usai Rombak Direksi & Komisaris

Respons pasar terhadap perombakan direksi dan komisaris Garuda Indonesia dinilai menunjukkan kurang idealnya figur-figur yang ditempatkan Erick Thohir.

Di Balik Saham Garuda Gagal Terbang Usai Rombak Direksi & Komisaris
Pimpinan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang juga mantan Komisaris Utama Sahala Gaol (kiri) bersama mantan Plt Direktur Utama Garuda Indonesia Fuad Rizal memberikan keterangan pers usai menggelar RUPSLB di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (22/1/2020). ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/foc.

tirto.id - PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) mengumumkan kepengurusan baru usai sejumlah direksi diberhentikan Menteri BUMN Erick Thohir, pertengahan Desember lalu. Dengan perombakan ini, diharapkan perusahaan pelat merah itu bisa 'terbang' lebih tinggi.

Sayangnya langkah pertama ini tak direspons dengan baik oleh pasar.

Rabu (22/1/2020) kemarin, saham emiten bersandi GIAA ini berakhir di zona merah meski sempat lepas landas ke zona hijau di sesi pertama. Harga saham ditutup Rp440 atau minus 16 poin dari nilai pembukaan pagi hari.

Pengamat pasar modal Satrio Utomo menjelaskan kepada reporter Tirto, Kamis (23/1/2020), kalau kondisi itu menunjukkan pelaku pasar tak merespons baik para pengurus baru.

Mereka dianggap tak ideal karena, salah satunya, masih ada orang lama yang dianggap bisa menghambat perbaikan bisnis perusahaan. Sebut saja Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Fuad Rizal. Fuad dinilai pernah turut bekerja sama dalam manipulasi laporan keuangan Garuda tahun lalu.

“Direktur keuangan, kan, posisi sentral dari kepercayaan orang pada emiten atau laporan keuangan emiten. Sedangkan dia track record-nya sudah ada yang jelek,” ujarnya.

Satrio juga mengatakan orang-orang baru ini dianggap tidak layak mengurus Garuda. Pengurus baru, terutama Yenny Wahid (Komisaris) dan Dony Oskaria (Wakil Direktur Utama), juga berpotensi terganjal konflik kepentingan, kata Satrio.

Untuk Yenny, Satrio merasa pasti ada yang menganggap penunjukan ini hanya karena dia dekat dengan Thohir Group. Suami Yenny, Dhohir Farisi, adalah komisaris di PT Merdeka Copper Gold Tbk, perusahaan yang dikuasai Boy Thohir yang tidak lain adalah kakak Erick Thohir.

Sementara dalam penunjukan Dony, Satrio menganggap dia akan sangat mungkin terlibat konflik kepentingan. Dony adalah satu dari dua orang kepercayaan Chairul Tanjung yang ada di kepengurusan baru. Selain Dony, ada nama adik Chairul, Chairal Tanjung, yang diberi jabatan Komisaris.

Dony mungkin terlibat konflik karena "CT sudah lama punya saham GIAA. Jumlah besar lagi," kata Satrio.

Pada 2012 lalu, CT Corp membeli 10,9 persen saham Garuda senilai Rp 1,53 triliun (166,8 juta dolar AS). Angkanya dilipatgandakan pada Desember 2014 menjadi 24,6 persen.

Dony bukan orang baru di manajemen Garuda. Ia pernah duduk sebagai Komisaris sebelum didepak keluar karena tak menyetujui laporan keuangan tahunan 2018 karena dianggap janggal.

Belakangan, laporan tersebut terbukti dipoles agar lebih kinclong. Direksi Garuda mencatat piutang Garuda di Mahata Aero Teknologi sebesar 239.940.000 dolar AS sebagai pendapatan lain-lain dan tak sesuai dengan kaidah pernyataan standar akuntansi (PSAK).

Meski pasar merespons negatif, Erick Thohir menegaskan orang-orang baru di BUMN, termasuk yang tadi disebut, sudah dinilai dari sisi kelayakan dan kepatutan.

Penempatan figur-figur dari eksternal perusahaan itu juga merupakan langkah pembenahan untuk membentuk manajemen korporasi yang lebih baik.

Yenny Wahid, misalnya, dianggap mampu membuat merek Garuda yang sempat tercoreng sepanjang tahun 2019 menjadi lebih baik.

"Ibu YennyWahid, figur perempuan yang sangat mumpuni. Bu Yenny merupakan komisaris independen perwakilan publik yang dapat dipercaya," ucap Erick percaya diri.

Baca juga artikel terkait KISRUH GARUDA INDONESIA atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Bisnis
Penulis: Hendra Friana
Editor: Rio Apinino