Menuju konten utama

Di Balik Polemik Dana Kelurahan: Manuver Jokowi untuk Pilpres 2019?

Dana kelurahan memang tidak menjadi usulan pemerintah dalam APBN 2019. Namun muncul saat dana desa yang dikucurkan dirasa banyak keluhan.

Di Balik Polemik Dana Kelurahan: Manuver Jokowi untuk Pilpres 2019?
Ilustrasi uang dan dana. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan.

tirto.id - Kemarin malam, Minggu (21/10/2018), Presiden Jokowi meminta partai politik tak hanya turun ke masyarakat saat menjelang pemilu saja. Saran Jokowi ini dibalikkan kubu oposisi kepada sang presiden.

Wakil Ketua Dewan Syuro PKS, Hidayat Nur Wahid menegaskan, Jokowi bisa keliling bertemu dengan berbagai warga Indonesia nyaris setiap saat, karena kebijakannya dibiayai dana APBN. Beberapa program pemerintah itu, menurutnya menguntungkan Jokowi sebagai petahana dalam hajatan politik Pilpres 2019.

"Jangan hanya APBN-nya dipakai untuk kemudian dinaikkan begitu rupa menjelang pemilu," kata Hidayat di Kompleks Parlemen DPR, Jakarta Pusat, Senin (22/10/2018).

Salah satu program yang menurut Hidayat baru dilakukan menjelang pemilu ialah dana kelurahan. Dia menyebut dana itu sebelumnya tak masuk di RAPBN 2019, bahkan tak memiliki payung hukum yang pasti.

"Harusnya dana desa sangat penting, dana kelurahan sangat penting, dan karenanya harusnya diberikan payung hukum yang kuat semenjak tahun pertama menjadi presiden," ujarnya.

Tak cuma itu, Hidayat pun menilai penggunaan program berbiaya APBN sebagai alat politik mendekati masyarakat juga tak adil, karena hanya menguntungkan Jokowi selaku petahana. Dia khawatir posisi kelompok oposisi semakin terpojok.

"Rakyat yang sudah rasional barangkali justru menilai, [kebijakan dana keluarahan] ini adalah satu tindakan yang harusnya dihindari," tuturnya.

Penilaian serupa disampaikan Wasekjend PAN Faldo Maldini. Dia mengklaim imbauan Jokowi agar para politikus tak turun jelang pemilu saja dan kebijakan dana kelurahannya, sebagai strategi politik yang muncul atas kekhawatiran kekuatan Prabowo-Sandiaga di tingkatan akar rumput.

"Apalagi Pak Jokowi kan pegang instrumen APBN. Lalu dana bansos juga dinaikkan kan. Itu kan biar klaim kesejahteraan naik. Itu kan klaim yang enggak make sense, jangan bohongi rakyat," kata Faldo kepada reporter Tirto.

Lagi pula, kata Faldo, kalau Jokowi memang benar-benar ingin menyejahterakan kelurahan, seharusnya dana tersebut tak dikucurkan dekat pemilu dan jumlahnya tak hanya Rp3 triliun. Menurutnya kucuran dana itu terlalu sedikit untuk mendorong kesejahteraan masyarakat di kelurahan. Sebab jika segitu, tiap kelurahan menurutnya hanya mendapatkan sekitar Rp20 juta per bulan.

"Jadi ini hanya coverage politik saja," kata Faldo.

Pendapat Hidayat dan Faldo sejalur dengan Peneliti LSI Denny JA, Rully Akbar. Menurutnya kebijakan dana kelurahan Jokowi dan pernyataannya di HUT ke-54 Golkar, merupakan cara untuk mengimbangi kekuatan Prabowo-Sandiaga dalam mendekatkan diri dengan calon pemilih.

"Ini sama seperti BLT dan program populis lainnya. Struktur pemilih itu [memang] masih piramida. Kelas menengah ke bawah seperti desa dan kelurahan jumlahnya lebih banyak," kata Rully kepada reporter Tirto.

Rully menjelaskan, kubu oposisi kerap menyuarakan kejamnya tekanan perekonomian karena melonjaknya harga barang pokok. Nah melalui dana kelurahan, teriakan pasangan calon Prabowo-Sandiaga tersebut bisa dikikis.

"Mereka akan mendapat bukti bahwa ekonomi baik-baik saja, karena negara di bawah Jokowi masih bisa perhatikan masyarakat," jelas Rully.

Dana Kelurahan untuk Siapa?

Direktur Relawan TKN Jokowi-Ma'ruf Amin, Maman Imanulhaq mengatakan, dana kelurahan bukanlah strategi politik Jokowi untuk mendulang elektabilitas jelang Pilpes 2019. Dia membantah tudingan Hidayat, Faldo, maupun Sandiaga Salahuddin Uno yang menganggap kebijakan itu "ada udang di balik batu".

"Jadi kalau Sandi bilang ada udang di balik batu, kami jawab, iya memang ada udang, tapi udangnya bukan untuk Jokowi, tapi untuk rakyat di desa itu dan untuk Indonesia secara keseluruhan," kata Maman kepada reporter Tirto.

Menurut Maman, program dana kelurahan tidak dicanangkan baru-baru ini saja, melainkan sudah menjadi prioritas pemerintahan Jokowi-JK sejak awal menjadi presiden. Hanya saja, kata Maman, pelaksanaan program untuk desa memang dilakukan secara bertahap.

"Sebenarnya sudah lama ketika Undang-undang Desa itu kami buat di DPR RI," tuturnya.

Sedangkan Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Azis Syamsudin menjelaskan, dana kelurahan memang tidak menjadi usulan pemerintah dalam APBN 2019. Namun kemunculannya saat dana desa yang dikucurkan dirasa banyak keluhan. Maka dari itu muncul usulan mengapa kelurahan tidak sekalian mendapat dana dari pemerintah.

"Sehingga dana desa itu dari Rp73 triliun diefisiensikan, kemudian Rp3 triliun masuk ke kelurahan. Tidak ada porsi penambahan, tetapi pengefisiensi posting," kata Azis saat ditemui di Kompleks Parlemen DPR RI, Senayan, Jakarta.

Jalan efisiensi itu, kata Azis, diambil lantaran dana kelurahan belum mempunyai payung hukum, sebagaimana dana desa dalam UU Nomor 6/2014 tentang Desa yang mendapatkan alokasi khusus dalam APBN.

Sementara, PP Nomor 17 Tahun 2018 tentang Kecamatan yang juga mengatur dana kelurahan tak menyebut alokasi dari APBN, tapi APBD. Dalam Pasal 30 ayat (7) peraturan itu dikatakan, anggaran kelurahan di kawasan kota yang tidak memiliki desa minimal 5 persen dari APBD setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus (DAK).

"Jadi beda. Dana desa sama dana kelurahan kan beda," ucapnya.

Anggota Banggar DPR RI Fraksi Partai Gerindra, Nizar Zahro menyatakan, sebenarnya dana kelurahan tidak terlalu penting karena antara desa dan kelurahan masih memiliki sasaran yang beririsan.

"Kalau sekarang pemerintah memberikan dana kelurahan, itu tujuannya secara regulasi tidak jelas dan multiplayer effect-nya adalah untuk kepentingan politis," kata Nizar kepada reporter Tirto.

Oleh karena itu, Nizar menyatakan, partainya tak akan terlibat dalam pembahasan dana kelurahan di Banggar DPR dan menolaknya. "Karena tidak ada dasar hukumnya. Kalaupun dibuat dasar hukumnya PP, tapi kan tidak ada cantolan uu-nya," pungkasnya,

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Dieqy Hasbi Widhana