tirto.id - Siang itu, Indra Bekti dan istrinya sedang mencoba memasang layanan televisi berlangganan Nexmedia di rumahnya. Tak hanya dipasang di satu televisi, komedian asli Jakarta ini juga mencoba memasang di televisi lainnya.
"Selain mudah dipasang layaknya memasang DVD, keunggulan Nexmedia juga bisa dibawa ke mana saja. Bisa dipindah-pindah, dari tv ke tv, dari rumah ke rumah,” katanya dalam sebuah video yang diunggah di media sosial.
Indra dalam video itu memang sedang mempromosikan Nexmedia. Saat video Indra ini diunggah pada Maret 2012, Nexmedia memang baru berumur sekitar 4 bulan sejak diluncurkan perdana pada November 2011.
Sayang, selang delapan tahun, TV berlangganan yang kata Indra mudah dipasang dan bisa dipindah-pindah ini dalam waktu dekat akan berhenti beroperasi. Rencananya, layanan Nexmedia akan berhenti siaran pada 31 Agustus 2019.
Pengumuman itu disampaikan Nexmedia langsung kepada para pelanggannya. Dalam pesan itu, Nexmedia juga memberikan tayangan gratis kepada pelanggannya mulai dari 1 Agustus hingga 31 Agustus 2019 sebagai bentuk apresiasi terakhir mereka.
Presiden Direktur PT Mediatama Anugrah Citra (Nexmedia) Junus Koswara menjelaskan penghentian siaran Nexmedia merupakan imbas dari rencana perseroan yang tengah mengkonsolidasikan layanan konten/siaran berbayar yang dimiliki.
Menurut Junus, perseroan akan fokus bertransisi ke layanan over the top (OTT). Adapun, layanan OTT merupakan layanan dengan konten berupa data, informasi atau multimedia yang berjalan melalui jaringan internet.
"Sejak beberapa waktu lalu, kami sudah memperkenalkan layanan berbayar melalui platform OTT Vidio Premier. Kami yakin OTT adalah platform yang lebih tepat dalam memberikan berbagai layanan kepada pengguna,” tutur Junus kepada Tirto.
Ditanya mengenai keterkaitan lesunya bisnis TV berlangganan/berbayar dengan penghentian Nexmedia, Junus enggan berkomentar. Namun yang pasti, lanjut Junus, pilihan layanan bagi konsumen justru semakin banyak dengan OTT itu.
Bisnis Lesu?
Pengumuman Nexmedia itu pada akhirnya membuat orang-orang bertanya mengenai kondisi industri TV berbayar saat ini. Apakah Nexmedia menandakan industri TV berbayar nasional sedang terpuruk?
Menurut Ketua Bidang Penyiaran Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Hardijanto Saroso, industri TV kabel atau berbayar secara umum memang sedang tertekan lantaran sulit mencari pelanggan. Banyak alasan yang membuat bisnis TV berbayar kurang bergairah, mulai dari kebiasaan masyarakat Indonesia yang lebih menyukai program lokal, hingga layanan streaming internet yang sukses menggaet perhatian.
"Kehadiran konten video on demand seperti Netflix atau video gratis seperti YouTube membuat TV berbayar semakin sulit bersaing. Mereka perlu mencari model bisnis yang tepat dengan ekosistem yang ada saat ini," jelas Hardijanto kepada Tirto.
Apa yang dikatakan Hardijanto ada benarnya jika menilik kinerja penjualan PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. (Emtek) selaku pemilik Nexmedia. Dalam tiga tahun terakhir, nilai penjualan dari TV berlangganan mengalami tren menurun.
Awalnya, tren pendapatan Emtek dari TV berlangganan terus melonjak dalam periode 2014-2016. Pendapatan TV berlangganan Emtek pada 2016 menjadi tertinggi dalam lima tahun terakhir ini, yakni sebesar Rp202 miliar.
Namun pada tahun-tahun berikutnya, tren pendapatan TV berlangganan itu justru berbalik menurun. Pada 2017, pendapatan TV berlangganan turun menjadi Rp195 miliar, dan turun lagi menjadi Rp176 miliar.
Sayangnya, tidak diketahui persis besaran keuntungan yang didapat Emtek dari pendapatan TV berlangganan tersebut. Namun yang pasti, kinerja Emtek tidaklah memuaskan. Sepanjang 2018, Emtek mencatat rugi Rp2,3 triliun dari tahun sebelumnya untung Rp448 miliar.
Kinerja Emtek yang terpuruk kurang lebih sama terjadi juga di operator TV berlangganan lainnya, misal PT First Media Tbk selaku pemilik layanan Homecable atau BigTV. Dalam tiga tahun terakhir, pendapatan First Media tercatat menurun.
Pada 2016, First Media membukukan pendapatan sebesar Rp1,3 triliun. Pada tahun-tahun berikutnya, pendapatan tergerus menjadi Rp982 miliar pada 2017, dan menjadi Rp901 miliar pada 2018.
Penjualan yang memburuk serta model bisnis yang bermasalah membuat perusahaan milik Lippo Grup ini tak bisa menghindari rugi. Nilai kerugiannya terus membengkak. Pada 2016, nilai rugi bersih perseroan tercatat sebesar Rp1,58 triliun dan membengkak menjadi Rp4,18 triliun pada 2018.
Operator TV berlangganan lainnya, PT MNC Sky Vision Tbk. juga mengalami hal serupa. Perusahaan yang memiliki merek TV berlangganan MNC Vision ini terus mencatatkan kinerja yang merosot dalam tiga tahun terakhir ini.
Pada 2016, penjualan MNC Sky tercatat sebesar Rp3 triliun. Namun pada tahun berikutnya turun menjadi Rp2,65 triliun. Tahun lalu, penjualan perusahaan yang memiliki pangsa pasar TV berlangganan nasional lebih dari 50 persen ini turun lagi menjadi Rp2,58 triliun.
Dalam periode yang sama, MNC Sky juga belum sekalipun meraup keuntungan. Pada 2016, MNC Sky membukukan rugi Rp197 miliar. Tahun berikutnya kerugian itu membengkak jadi Rp289 miliar. Pada 2018, rugi MNC sedikit turun menjadi Rp228 miliar.
Buruknya bisnis TV berlangganan juga sempat PT Telkom (Persero). Dulu, Telkom memiliki bisnis TV berlangganan dengan merek Telkomvision. Namun pada 2013, Telkom melepas bisnis itu kepada taipan media, Chairul Tanjung.
Jika melihat kondisi industri saat ini, keputusan untuk menjual Telkomvision yang awalnya sempat menimbulkan konflik dengan anggota DPR lantaran dianggap menjual aset negara tampaknya dapat dibilang cukup tepat.
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara