Menuju konten utama

Di Balik Absennya PDIP dalam Pertemuan Ketum Partai Koalisi Jokowi

Ketua umum empat partai partai pendukung Jokowi bertemu. Ada yang menganggap mereka tengah berkonsolidasi menghalau masuknya Gerindra ke koalisi. PDIP tak diajak karena mereka dianggap membuka pintu lebar bagi Gerindra.

Di Balik Absennya PDIP dalam Pertemuan Ketum Partai Koalisi Jokowi
Wakil Ketua MPR Muhaimin Iskandar berpidato tentang Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan di Banyuwangi, Jawa Timur, Rabu (5/12/2018). ANTARA FOTO/Budi Candra Setya

tirto.id - Empat ketua umum partai pendukung Joko Widodo-Ma'ruf Amin yang lolos ke parlemen berkumpul di Kantor DPP Nasdem, Senin malam (22/7/2019). Mereka adalah Ketua Umum Nasdem Surya Paloh, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, dan Plt Ketua Umum PPP (PPP) Suharso Monoarfa. Hanya satu yang absen: PDIP.

Absennya partai pemenang Pileg 2019 ini tentu menimbulkan tanda tanya. Spekulasi pun bermunculan.

Ada yang mengaitkan ini dengan upaya Gerindra bergabung ke koalisi Jokowi. PDIP tak diikutsertakan karena mereka dianggap membuka lebar pintu koalisi untuk Gerindra. Padahal, empat partai ini sangat mungkin terancam mendapat kursi yang lebih sedikit di kabinet, atau bahkan tidak dapat sama sekali, seandainya Gerindra benar-benar bergabung.

"Empat partai tersebut sedang mengunci Gerindra agar tidak masuk koalisi Jokowi. Sebab jika Gerindra masuk, jatah menteri bisa berkurang," kata direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komaruddin kepada reporter Tirto, Rabu (24/7/2019).

Empat partai ini memang sudah berkali-kali meminta jatah menteri dari Jokowi. Muhaimin bilang selayaknya PKB dapat jatah 10 pos, sementara Taufiqulhadi, seorang fungsionaris Nasdem, bilang semestinya partainya dapat lebih banyak dari PKB karena perolehan suara mereka di pileg lebih besar.

Golkar dan Nasdem pun serupa. Masing-masing dari mereka disebut-sebut meminta jatah empat dan dua kursi menteri.

Ujang juga menduga pertemuan itu adalah upaya mereka agar tak ada satu pun kursi pimpinan MPR direbut Gerindra. Empat partai itu dianggap tengah berupaya mendapat kursi di MPR karena dalam Pasal 427C ayat (1) huruf b UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang MD3 disebutkan bahwa pimpinan MPR dipilih dalam satu paket (PDF).

"Ketua MPR pun bisa saja direbut Gerindra," kata Ujang.

Hal serupa diutarakan Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno yang menduga empat partai ini tak mau Gerindra jadi duri dalam daging. Dia bilang masuknya Gerindra berpotensi bikin koalisi gaduh dan pertemuan kemarin adalah upaya untuk meningkatkan daya tawar di hadapan PDIP.

"Jangan ada partai pengusung Jokowi yang justru beda sikap politik dan bikin 'koalisi' sendiri. Jangan sampai ada 'koalisi dalam koalisi' karena bikin kebijakan sendiri tanpa koordinasi dengan partai lain," duga Adi.

Pernyataan ini sedikit banyak dibenarkan pihak-pihak terkait.

Suharso Monoarfa mengatakan pertemuan ini memang membahas koalisi. "Kami mengantisipasi adanya pikiran soal diperlukannya perluasan keanggotaan koalisi," jelas Suharso usai pertemuan.

Sekretaris Jenderal Partai NasDem Johnny G. Plate berkata serupa bahwa pertemuan ini untuk menegaskan posisi tidak menambah anggota koalisi. Johnny mengatakan tak ada manfaat yang bisa didapat jika PDIP memutuskan mengajak Gerindra ke dalam Koalisi Indonesia Kerja (KIK).

"Apa manfaatnya coba? Coba kasih tahu dong apa manfaatnya oposisi gabung," kata Johnny di Senayan, Selasa (23/7/2019) kemarin.

Johnny juga bilang semestinya yang ada dalam koalisi adalah partai-partai yang sudah punya riwayat kerja sama yang panjang dan tak terlibat konflik sepanjang itu.

"Koalisi itu harus yang terjaga dengan baik. Berkoalisi itu harus dibentuk dari rasa percaya yang kuat. Riwayat kerja sama politik yang kuat. Kerja sama politik, bukan koalisi pura-pura kerja sama politik," tegasnya.

Untuk memperkuat pendapatnya, Johnny spesifik menyinggung PAN, yang sempat jadi oposisi pada awal Jokowi menjabat, lalu masuk ke pemerintahan dan dapat kursi menteri, dan keluar lagi menjelang Pilpres 2019 dan memutuskan mendukung Prabowo-Sandiaga.

Pernyataan Sekretaris Bidang Pendidikan dan Pelatihan DPP PDIP Eva Kusuma Sundari semakin menegaskan kalau pertemuan empat ketum partai itu sebagai bentuk perlawanan terhadap kecenderungan bergabungnya Gerindra.

Eva bilang, pertemuan itu adalah reaksi dari keresahan partai koalisi atas hak prerogatif presiden dalam memilih menteri.

"Mereka sudah tahu risiko atau konsekuensi dari hak prerogatif presiden," katanya. Eva juga bilang kalau PDIP memang tak diundang dalam pertemuan tersebut.

Dengan latar belakang ini, tak heran pertemuan antara Megawati-Prabowo hari ini (24/7/2019) ditanggapi dingin oleh mereka. Ketua DPP PKB Jazilul Fawaid misalnya, mengatakan pertemuan tersebut sifatnya pribadi.

"Kalau [soal] koalisi pasti dibicarakan bersama," katanya di Kompleks Parlemen. "Kalau dimaknai sebagai masuknya Gerindra ke koalisi saya kira itu terlalu jauh," tambahnya.

Baca juga artikel terkait PERTEMUAN MEGAWATI-PRABOWO atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Politik
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Rio Apinino