tirto.id - Perang Dagang AS-Cina diperkirakan masih akan berlanjut. Pasalnya hingga tenggat waktu gencatan senjata berakhir pada 1 Maret 2019 nanti, pemimpin negara AS dan Cina belum akan melakukan pertemuan untuk mencapai kesepakatan perdagangan.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengatakan, ada implikasi impor yang perlu diwaspadai Indonesia bila perang dagang masih tetap berlanjut. Pasalnya, ekspor barang dari Cina ke Amerika akan kembali mengalami kebuntuan sehingga kelebihan produksi yang akan terjadi akan menyasar pada negara-negara tetangga lainnya.
“Indonesia bisa jadi sasaran ekspor barang-barang Cina ini. Jadi menaikkan pertumbuhan barang konsumsi dari Cina,” ucap Bhima ketika dihubungi reporter Tirto pada Jumat (8/2/2019).
Bhima mengkhawatirkan besarnya porsi ekspor Indonesia ke Cina dan Amerika yang untuk komoditas non-migas dapat mencapai 25 persen. Ia menilai di saat terjadi perlambatan akibat perang dagang, pemerintah perlu mencari pasar baru.
“Pemerintah harus antisipasi,” ucap Bhima.
Kekhawatiran bila lainnya adalah jika Indonesia kembali mengalami pembengkakan impor. Sebab, Indonesia termasuk ke dalam salah satu dari banyak negara potensial sasaran impor itu. Belum lagi Cina memiliki siasat memberikan pinjaman kepada proyek infrastruktur, tetapi di saat yang sama juga mengikatnya untuk menjadi pengguna barang-barang impor dari Cina.
“Kita harus langsung mengalihkan excess produk ekspor kita ke pasar alternatif. Kalau terlambat diantisipasi bisa kena pukulan ke neraca perdangan yang sedang defisit,” tukas Bhima.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Dhita Koesno