Menuju konten utama

Dewan Pers: Yang Merusak Kemerdekaan Pers adalah Bisnis Media

Ketua AJI menyampaikan permasalahan yang masih menekan kemerdekaan pers adalah intervensi pemilik media dan kekerasan yang masih terus terjadi ke jurnalis.

Dewan Pers: Yang Merusak Kemerdekaan Pers adalah Bisnis Media
Logo Dewan Pers. Image/ dewanpers.or.id

tirto.id - Imam Wahyudi, Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Dewan Pers menyampaikan, pihak yang merusak kemerdekaan pers adalah bentuk bisnis media yang ada saat ini.

"Ada wartawan yang disuruh bikin berita 7 sehari, enggak masuk akal itu," ungkap Imam dalam diskusi “Kembali Merawat Kemerdekaan Pers” di Cikini, Jakarta Pusat, pada Jumat (3/5/2019).

"Gimana proses verifikasi dan sebagainya, sekalipun itu berita online," tambahnya.

Ia juga menyoroti beberapa media daring yang menggunakan cara clickbait dalam membuat judul berita. Pasalnya, kata Imam, hal tersebut dapat menimbulkan persepsi yang berbeda pada masyarakat. Terlebih, jika judul berita tersebut disebarkan tanpa badan beritanya.

"Yang memperkosa kemerdekaan pers sekarang adalah bisnis medianya," kata Imam.

"Jangan sampai gara-gara bisnis perusahaan, jurnalisnya diperkosa, kemerdekaan persnya diperkosa," tambahnya.

Di sisi lain, Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Abdul Manan menyampaikan permasalahan yang masih menekan kemerdekaan pers adalah intervensi pemilik media dan kekerasan yang masih terus terjadi ke jurnalis.

"Sebenarnya ketika media berpihak [dalam Pilpres atau bisnis tertentu] kan tidak mematuhi etik. Problem-nya adalah sepertinya kita belum memiliki kesepakatan ketaatan terhadap kode etik itu bukan suatu nilai yang lebih," kata Abdul dalam acara yang sama.

Abdul mengkhawatirkan masalah ini karena bisa membuat posisi wartawan semakin rentan terkena kekerasan.

"Media perlu bekerja profesional juga supaya wartawannya aman," tegas Abdul.

"Misalnya, kita [media] sangat berpihak ke 01, lalu wartawannya dikirim ke 02, itu kan cari gara-gara," tambahnya.

Abdul menegaskan, kekerasan dalam bentuk apa pun memang tidak diperkenankan dan tidak dapat dibenarkan. Namun, profesionalisme tetap perlu dijaga untuk memastikan perlindungan wartawan.

Abdul juga memaparkan, tingginya angka kekerasan kepada wartawan itu menyebabkan peringkat kemerdekaan pers Indonesia menjadi rendah. Menurut Abdul, hal itu bisa dilihat dari data Reporter Without Borders (RSF), yang di mana Indonesia masih berada di peringkat ke-124.

Baca juga artikel terkait HARD NEWS atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Alexander Haryanto