Menuju konten utama

Denny Indrayana Laporkan Dugaan Pelanggaran Etik Anwar Usman

Denny Indrayana melaporkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman atas dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi.

Denny Indrayana Laporkan Dugaan Pelanggaran Etik Anwar Usman
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman meninggalkan ruangan usai memimpin jalannya sidang Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di di Gedung MK, Jakarta, Selasa (22/8/2023). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/tom.

tirto.id - Guru Besar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana melaporkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman atas dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi pada Minggu (27/8/2023).

Denny juga akan melaporkan hal itu secara langsung ke MK pada hari ini, Senin (28/8/2023).

"Laporan itu saya masukkan secara online di website Mahkamah Konstitusi RI. [Hari ini] saya laporan juga akan disampaikan secara langsung (hardcopy) ke Mahkamah

Konstitusi," kata Denny dalam keterangan tertulis, Senin (28/8/2023).

Denny menyatakan dugaan pelanggaran etika yang mereka ajukan karena Anwar

Usman tidak mengundurkan diri dari tiga perkara uji materi Pasal 169 huruf (q) UU Pemilu terkait pengujian konstitusionalitas syarat umur capres-cawapres "berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun".

"Ketiga perkara yang seharusnya Anwar Usman mengundurkan diri itu adalah permohonan Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023, Nomor 51/PUU-XXI/2023, dan Nomor 55/PUU-XXI/2023," ucap Denny.

Denny mengatakan hal itu diatur dalam kode etik dan perilaku hakim konstitusi yang tertuang dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 9 Tahun 2006, khususnya prinsip ketakberpihakan, pada penerapan butir 5 huruf b.

Aturan itu menyatakan hakim konstitusi kecuali mengakibatkan tidak terpenuhinya korum untuk melakukan persidangan harus mengundurkan diri dari pemeriksaan suatu perkara apabila hakim tersebut tidak dapat atau dianggap tidak dapat bersikap tak berpihak karena alasan-alasan "kakim konstitusi tersebut atau anggota keluarganya mempunyai kepentingan langsung terhadap putusan".

Denny mengatakan laporan juga dilayangkan karena tiga perkara itu berhubungan langsung dengan kepentingan keluarga Anwar Usman, dalam hal ini adalah kakak iparnya, yaitu Presiden Joko Widodo dan anak pertama Jokowi, Gibran Rakabuming Raka yang berpeluang maju sebagai kontestan dalam Pilpres 2024.

"Maka, seharusnya Anwar Usman mundur dari penanganan perkara-perkara tersebut," tutur Denny.

Denny mengatakan meskipun Gibran dan Jokowi bukanlah pemohon atau pihak terkait dalam perkara tersebut, tetapi sudah menjadi fakta politik bahwa banyak partai dan berbagai kalangan menunggu putusan MK terkait syarat umur capres dan cawapres tersebut. "Yang sekali lagi salah satunya berkaitan dengan peluang Gibran Rakabuming Raka berkompetisi pada Pilpres 2024," katanya.

"Serta, meskipun putusan MK bersifat erga omnes, artinya berlaku untuk semua orang, namun dalam hal syarat umur capres-cawapres,yang dapat maju sebagai pasangan calon dalam pilpres, tentu hanyalah sangat sedikit orang," tukas Denny.

Menurut Denny, saat ini Gibran adalah figur dari sangat sedikit orang yang berkepentingan langsung dengan putusan MK tersebut. Oleh karena itu, ia meminta Anwar Usman untuk mundur dari pemeriksaan permohonan tersebut karena terkait langsung dengan kepentingan keluarganya.

"Karena perkara pengujian syarat umur tersebut sedang berlangsung, pemeriksaan etik dimohonkan harus segera dilakukan untuk menghadirkan kepastian hukum serta menjamin kehormatan, kewibawaan dan menjaga kemerdekaan kelembagaan Mahkamah Konstitusi," tutup Denny.

Baca juga artikel terkait GUGATAN USIA CAWAPRES atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Hukum
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Gilang Ramadhan