Menuju konten utama

Demo George Floyd: Pentagon Turunkan 1.600 Pasukan di Ibu Kota AS

1.600 pasukan dipindahkan ke pangkalan militer di Washington, D.C.

Demo George Floyd: Pentagon Turunkan 1.600 Pasukan di Ibu Kota AS
Pentagon. REUTERS/Jason Reed

tirto.id - Pentagon telah memindahkan sekitar 1.600 pasukan Angkatan Darat ke wilayah Washington, D.C. Pemindahan ribuan tentara itu, usai serangkaian aksi protes dalam beberapa hari terakhir yang dibarengi dengan kekerasan pecah di Ibu Kota Amerika Serikat tersebut.

"Mereka ditempatkan dan aktif di pangkalan militer National Capital Region, bukan di Washington, D.C.," kata juru bicara Pentagon Jonathan Rath Hoffman dalam sebuah pernyataan seperti dilansir dari Reuters, Rabu (3/6/2020).

Hoffman mengatakan pasukan tersebut berada pada "status siaga tinggi" tetapi tidak dilibatkan dalam mendukung operasi otoritas sipil.

"Pasukan ini termasuk polisi militer dan mereka yang memiliki kemampuan teknik, bersama dengan batalion infantri," tambah Hoffman.

Sebelumnya,dikutip dari The Hill, pada hari Selasa (2/6/2020) kemarin, Pentagon mengumumkan bahwa mereka mengaktifkan unit tugas aktif di dekat Washington, D.C., di tengah meningkatnya ketegangan dan protes atas kematian George Floyd.

Dalam pesannya kepada seluruh personel Pentagon, Sekretaris Pertahanan Mark Esper menekankan, bahwa departemen berkomitmen "untuk melindungi hak rakyat Amerika atas kebebasan berbicara dan berkumpul secara damai."

“Saya, seperti Anda, tabah dalam keyakinan saya bahwa orang Amerika yang frustrasi, marah, dan berusaha didengar harus mendapatkan kesempatan itu. Dan seperti Anda, saya berkomitmen untuk menegakkan aturan hukum dan melindungi kehidupan dan kebebasan, sehingga tindakan kekerasan beberapa orang tidak merusak hak dan kebebasan warga negara yang taat hukum, ”katanya.

Penempatan ini merupakan perkembangan terakhir, setelah pemerintahan AS melalui Trump berupaya memadamkan protes di seluruh negeri, dengan Presiden Trump mengancam akan mengirim militer jika gubernur dan pemimpin lokal tidak "menjadi tangguh."

Pada Senin (1/6/2020) lalu, melalui pernyataan pers pertamanya di Rose Garden, Gedung Putih, Presiden AS Donald Trump menyebut kerusuhan dalam aksi protes tersebut sebagai "tindakan teror domestik", demikian dikutip dari APNews.

Ia juga mengatakan, jika aksi tidak segera berakhir maka dirinya akan mengerahkan pasukan militer dan mengatakan “pelaku ‘teror’ akan menghadapi hukuman pidana berat dan hukuman yang lama di penjara” sambil mengklaim kelompok Antifa berada di balik aksi kerusuhan itu.

"Jika sebuah kota atau negara menolak untuk mengambil tindakan yang diperlukan, maka saya akan mengerahkan militer Amerika Serikat dan dengan cepat menyelesaikan masalah bagi mereka,” ujar Trump.

Domontrasi meletus semenjak kematian pria berkulit hitam George Floyd pada Senin (25/5/2020) malam waktu setempat, usai ia ditangkap pihak kepolisian karena laporan penggunaan uang palsu.

Sementara itu, kematian George Floyd yang memicu protes luas di seluruh AS, dinyatakan sebagai tindak pembunuhan, merujuk pada hasil autopsi resmi.

Pria berusia 46 tahun itu menderita serangan jantung ketika ditahan oleh polisi Minneapolis. Sebuah video memperlihatkan, seorang perwira polisi kulit putih terus “berlutut” di leher Floyd, bahkan setelah dia mengatakan bahwa dia “tidak bisa bernapas”.

Kini, eskalasi protes terus meningkat, yang tak hanya terjadi di AS, namun juga di seluruh penjuru dunia seperti Kanada, Selandia Baru, Australia, dan beberapa negara di Eropa.

Baca juga artikel terkait DEMO GEORGE FLOYD atau tulisan lainnya dari Ahmad Efendi

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Ahmad Efendi
Penulis: Ahmad Efendi
Editor: Yantina Debora