tirto.id - Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih mengatakan persoalan defisit yang terus terjadi di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan kadang membuat pihak penyedia layanan kesehatan dituntut pasien.
Menurut dia, pembayaran dari BPJS Kesehatan kepada rumah sakit yang sering kali telat juga membuat ketersediaan obat tak memadai. Sehingga kadang membuat rumah sakit terpaksa merujuk pasiennya.
"Kalau kami terlalu terbuka dengan masyarakat, takut masyarakat mengamuk. Cukup rumah sakit yang tahu. Kalau buka-bukaan ke masyarakat, ternyata mereka dirujuk karena pemerintah tidak menyediakan obat. Itu akan lebih kacau lagi," ujarnya usai diskusi 'Evaluasi Kinerja BPJS Kesehatan dalam Aspek Pelayanan Pasien' di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (25/3/2019).
Bahkan, kata dia, tak jarang para pasien berbalik menuntut pihak rumah sakit. "Yang menjadi sasaran masyarakat kalau dirujuk itu RS dan dokter. Mereka ingin cepat dilayani. Beberapa kasus berujung tuntutan itu banyak, karena dipindah rujukan," tutur Daeng.
Oleh karena itu, menurutnya persoalan pendanaan yang selama ini menjadi kendala BPJS Kesehatan harus segera dibenahi. Apalagi dengan adanya defisit, hal tersebut berdampak besar bagi pelaksanaan layanan di rumah sakit.
"Makanya pangkal pokok yang dibenahi adalah ketersediaan dana yang cukup. Kenapa pangkal masalah itu, karena JKN itu bicara tentang jaminan biaya," pungkasnya.
Menurut Daeng, defisit BPJS Kesehatan itu membuat motivasi kerja para dokter merosot. Ia mengatakan, salah satu dampak defisit BPJS yang menyurutkan motivasi kerja para dokter dan tenaga kesehatan adalah pengurangan pendapatan.
"Pengurangan [gaji] di sisi yang dulu untuk bayar tenaga dokter sekian, itu diturunkan, karena semula harusnya dibayar seperti itu tidak cukup," kata Daeng.
"Itu sebenarnya dokter, karyawan, perawat ngomel-ngomel. Karena sudah kondisi seperti itu tetap dijalankan. Itu memengaruhi motivasi bekerja," kata dia menambahkan.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Alexander Haryanto