Menuju konten utama

Jelang Debat ke-3: PR Jokowi & Prabowo Atasi Defisit BPJS Kesehatan

Difisit BPJS Kesehatan menjadi masalah tahunan yang kerap disorot. Ma'ruf Amin dan Sandiaga diharapkan memberikan tawaran konkret saat debat cawapres ke-3 nanti.

Jelang Debat ke-3: PR Jokowi & Prabowo Atasi Defisit BPJS Kesehatan
Petugas melayani pelanggan di Kantor Cabang Utama BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, Senin (27/11/2017). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Debat ke-3 yang digelar di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu malam, 17 Maret 2019 akan membahas soal pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, dan sosial budaya. Salah satu sub tema yang diprediksi bakal jadi pembahasan cawapres Ma'ruf Amin dan Sandiaga Uno adalah defisit BPJS Kesehatan yang selama ini jadi sorotan.

Bagi cawapres nomor urut 02 sebagai oposisi, isu defisit BPJS Kesehatan memang akan menjadi sasaran empuk. Sebab, sejak diluncurkan pada 2014, defisit yang semula di angka Rp3,3 triliun itu membengkak menjadi Rp9,8 triliun pada 2017, dan pada 2018 mencapai Rp16,8 triliun.

Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar mengatakan, defisit itu tidak lain sebagai konsekuensi banyaknya peserta yang menunggak bayar iuran.

Menurut Timboel, kondisi ini menyebabkan pemerintah semakin sulit menutupi besarnya pengeluaran dengan pemasukan iuran peserta yang tidak sebanding. Timboel mencontohkan iuran per Agustus 2018 saja mencapai Rp3,4 triliun.

Hal ini diperparah dengan belum tercapainya target peserta BPJS Kesehatan yang harus mencapai 265 juta jiwa per 2019. Namun, kenyataannya per Februari 2019, jumlah peserta BPJS Kesehatan baru mencapai sekitar 217 juta jiwa atau baru sekitar 81,8 persen penduduk yang menjadi anggota.

“Ini harus didorong gimana bisa mencapai 95 persen peserta di akhir 2019. Lalu, 217 juta peserta ini masih banyak yang nunggak. Gimana bisa tetap collect iuran?” ucap Timboel saat dihubungi reporter Tirto.

Di sisi lain, Timboel menyoroti peningkatan rujukan pasien dari layanan kesehatan tingkat 1 (puskesmas dan klinik) yang mencapai 16,4 persen pada 2018 dari sebelumnya 12,5 persen di 2017. Akibatnya, kata dia, tidak heran bila klaim rumah sakit yang diakses melalui aplikasi Indonesia Case Base Groups (Ina-CBGs) turut membebani pengeluaran BPJS Kesehatan.

Idealnya, kata Timboel, angka rujukan itu harus di bawah 10 persen. Namun, untuk mengatasinya, presiden terpilih nanti harus membenahi terlebih dahulu ketersediaan dokter dan fasilitas kesehatan yang ia nilai masih minim di tingkat 1.

Ia mencontohkan temuan kasus di puskesmas yang tidak memiliki dokter, seperti di Tangerang, Banten dan Kalimantan.

“Kalau dia [pasien] berhasil diselesaikan di tingkat 1, dia enggak perlu ke rumah sakit. Jadi enggak perlu Ina-CBGs dan mengurangi pembiayaan,” kata Timboel menambahkan.

Respons TKN Jokowi-Ma'ruf dan BPN Prabowo-Sandi

Anggota Komisi IX DPR yang membidangi kesehatan, Irma Suryani Chaniago mengatakan defisit BPJS Kesehatan dapat dibenahi dengan kesadaran masyarakat untuk patuh menjadi anggota dan disiplin membayar iuran.

Di sisi lain, kata Irma, anggaran BPJS Kesehatan juga dapat ditambahkan, baik dari APBN maupun cukai rokok. Sebab, kata politikus Nasdem ini, di seluruh dunia, 50 persen dana cukai rokok dikembalikan sebagai dana kesehatan masyarakat.

Namun, kata Irma, hal itu tidak cukup bila masyarakat sendiri belum cukup sadar akan pentingnya menjaga tubuh agar tidak mudah terserang penyakit. Ia pun menyarankan agar pemerintah melakukan sosialisasi dan penyadaran yang didukung berbagai kementerian dan lembaga.

“Berapa pun dana kuratif yang disediakan pemerintah tak akan pernah cukup jika masyarakat juga tidak ikut menjaga kesehatan,” ucap Irma saat dihubungi reporter Tirto, pada Kamis (14/3/2019).

Sebaliknya, Wakil Ketua Komisi IX Fraksi Demokrat, Dede Yusuf mengatakan pemerintah perlu menaikkan premi. Ia mengusulkan kenaikan nilai itu berada di kisaran Rp10 ribu per orang, terutama bagi penyandang penyakit katastropik yang saat ini resmi menjadi beban JKN.

Atau paling tidak, kata Dede, pemerintah dapat menyediakan dana talangan bagi BPJS Kesehatan. Nantinya, menurut tim BPN Prabowo-Sandi ini, dana itu dapat digunakan untuk menutupi defisit dan tunggakan peserta BPJS.

“Premi perlu ditingkatkan sesuai dengan evaluasi terakhir. Lalu harus ada dana talangan bisa ambil dari BPJS ketenagakerjaan,” kata Dede saat dihubungi reporter Tirto.

Menanggapi hal itu, juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi Ma’ruf, Agus Sari menganggap kekurangan dari program BPJS Kesehatan merupakan hal yang wajar lantaran umurnya masih tergolong pendek.

Namun, Agus meyakini defisit BPJS Kesehatan itu masih dapat ditanggung pemerintah dengan APBN yang ada.

“Bisa diganti dulu aja [defisitnya] sama APBN dulu, enggak masalah. Kan, APBN kita sekitar Rp2 ribu triliun ya,” ucap Agus saat dihubungi reporter Tirto, pada Kamis (14/3/2019).

Berbeda halnya dengan juru bicara BPN Prabowo-Sandiaga, Gamal Albinsaid yang mengatakan masalah keuangan BPJS Kesehatan pasti akan diperbaiki paslon nomor urut 02 itu.

Prabowo-Sandi, kata Gamal, akan mencari anggaran dari pos kementerian lain untuk menyelesaikan defisit ini sehingga anggaran Kemenkes tidak terganggu.

“Untuk menutup (defisit) bisa gunakan dari pos anggaran lain. Anggaran yang sudah minim di Kemnkes bisa untuk promotif dan preventif,” ucap Gamal, pada Rabu (13/3/2019).

Baca juga artikel terkait DEBAT CAPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz