Menuju konten utama

Debat Pilgub Jabar Memanas, Puncaknya Celetukan Sudrajat-Syaikhu

Calon gubernur dan calon wakil gubernur Jawa Barat yang berstatus pemimpin daerah diserang riwayat kinerjanya.

Debat Pilgub Jabar Memanas, Puncaknya Celetukan Sudrajat-Syaikhu
Debat Publik Putaran Kedua Pillgub Jabar 2018 di Balairung Universitas Indonesia, Depok, Senin (14/5/2018 ). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

tirto.id - Debat Pilgub Jabar sempat menjadi ajang politik penuh canda. Setidaknya itu yang terjadi pada debat putaran pertama yang digelar di Sasana Budaya Ganesha, Bandung, pada 12 Maret 2018. Alih-alih saling serang dan menjatuhkan, para pasangan cagub dan cawagub tampil dengan nuansa humor dan santai.

Namun hal tersebut berbalik cukup tajam saat debat putaran kedua digelar pada 14 Mei 2018 di Balairung Kampus Universitas Indonesia, Depok, semalam. Para kandidat (baik cagub dan cawagub) yang berstatus sebagai sebagai pejabat publik, seperti Wakil Gubernur Jawa Barat (Deddy Mizwar), Bupati Purwakarta (Dedi Mulyadi), Wakil Wali Kota Bekasi (Ahmad Syaikhu), Bupati Tasikmalaya (Uu Ruzhanul Ulum) dan Wali Kota Bandung (Ridwan Kamil) menjadi titik serang kontestan pesaing.

Meski empat pasangan tersebut seperti biasa terlebih dahulu memaparkan visi dan misinya masing-masing, tapi dalam perdebatan semalam jarang ada yang menanyakan langsung langkah-langkah konkret untuk merealisasikan visi dan misi tersebut. Pengecualian terjadi saat Deddy Mizwar menyebutkan bahwa pasangan nomor 1 (Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum) tidak mempunyai visi dan misi lingkungan hidup.

Tema yang diperdebatan pada putaran kedua semalam cukup luas, di antaranya tentang sumber daya alam, energi, ketahanan pangan, lingkungan hidup, dan lain-lain. Meski tak meleset dari tema-tema tersebut, tapi paparan sejumlah paslon mengenai hal-hal tersebut seperti biasa merupakan jawaban-jawaban spontan yang secara data sering keliru.

Para paslon justru diserang pada riwayat mereka selama memimpin daerahnya masing-masing. Ahmad Syaikhu sebagai Cawagub dari pasangan nomor 3 menyerang Ridwan Kamil dalam soal penganggulangan bencana lingkungan hidup di Kota Bandung yang menurutnya tidak mempunyai badan penanggulangan resmi.

“Saya ingin menambahkan terkait dengan apa yang dilakukan oleh Kang Emil di Bandung ya, kaitannya ini dengan masalah lingkungan, karena Bandung adalah ibukota Jawa Barat. Jadi ini terkait dengan kesiapan kita menghadapi bencana lingkungan. Nah, kenapa begitu. Karena saya melihat di Kota Bandung justru Kang Emil mengambil kebijakan tidak membentuk BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah). Tentu ini akan sangat rentan ketika terjadi sebuah bencana menimpa sebuah kota, kabupaten, atau bahkan provinsi,” ujar Ahmad Syaikhu.

Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil, tentu membantah tudingan tersebut. Menurutnya, Kota Bandung punya badan penanggulangan bencana lingkungan tersebut, hanya saja namanya bukan BPBD, tapi sebuah dinas yang khusus menangani masalah tersebut.

Hal serupa dilakukan Emil terhadap Deddy Mizwar dari pasangan nomor 4 tentang masalah sungai Citarum yang amat sensitif dan masalahnya tak kunjung selesai. Emil mempertanyakan kenapa masalah Citarum yang secara wilayah berada di Provinsi Jawa Barat justru pada akhirnya mesti diambil alih langsung oleh presiden. Dengan tuturan yang tenang Emil berkata:

“Saya ingin bertanya tentang Citarum, sesuatu yang dekat dengan kita. Bulan Februari Perpres nomor 15 Tahun 2018 yang intinya ada percepatan untuk penanggulangan Citarum oleh Presiden. Ini menandakan selama lima tahun, selama ini, progres dan kemajuan tidak signifikan sampai harus presiden turun tangan. Dan menurut saya, ini menjadikan sebuah catatan terhadap manajemen. Bahkan pernah ada janji 2018 bisa diminum oleh manusia. Tapi ternyata kenyataannya tidak. Jadi kira-kira kok bisa selama lima tahun sampai harus Presiden Republik Indonesia mengambil alih manajemen pengolahan lingkungan Citarum?” ujar Emil kepada Deddy Mizwar yang biasa juga dipanggil Demiz.

Jenderal Naga Bonar yang malam itu tampil cukup sengit terhadap sejumlah pertanyaan lawan-lawannya, juga beberapa pertanyaan dia cukup tajam, langsung membantah pertanyaan bernada gugatan tersebut. Sebelum menjawab, ia bahkan menyebut Emil kurang memahami persoalan Citarum. Menurut Demiz, persoalan Citarum bukan tanggung jawab pemerintah daerah Jawa Barat, tapi tanggung jawab langsung pemerintah pusat.

Periksa Fakta Deddy Mizwar 2

Tak puas dengan jawaban Demiz, Emil mendebatnya dengan pertanyaan sejumlah dana yang selama ini digelontorkan oleh pemerintah daerah Jawa Barat untuk menanggulangi masalah Citarum.

“Tapi ya maaf, di mata rakyat kita bisa bicara, saya juga paham Pak, saya ikut kursus juga. 800 urusan kami uruskan. Tapi poinnya di mata rakyat, kan, ada janji-janji, komitmen, program Citarum Bestari, kalau kata bapak itu bukan urusan provinsi kenapa ada duit rakyat 120 milyar per tahun dibelanjakan untuk Citarum, minta aja ke pusat, kan gitu,” ujar Emil.

Perdebatan semakin panas karerna Demiz langsung memotong Emil dan balik menyerangnya dengan sejumlah persoalan yang terjadi di Kota Bandung.

“Sama halnya juga bagaimana, kok, Bandung bisa banjir? Bagaimana jembatan layang cuman satu Anda bangun, padahal janjinya lima?”

Emil tak mau kalah, ia juga langsung memotong ucapan Demiz, begitu bergantian, sampai akhirnya Demiz pergi meninggalkan perdebatan itu karena ia merasa dipotong terus-menerus padahal belum selesai menyampaikan pertanyaan dan jawaban. Melihat lawan debatnya meninggalkan gelanggang, Emil hanya mengangkat sedikit kedua tangannya.

Tak lama, Demiz kembali dan mempersilakan Dedi Mulyadi (Demul) mengajukan pertanyaan lain. Ia hendak mengakhiri perdebatan soal Citarum.

Selain Demiz, sejak awal Ahmad Syaikhu juga tampil dengan sejumlah pertanyaan dan pernyataan yang mengundang perdebatan cukup panas. Pada satu kesempatan, cawagub dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menyerang dengan pertanyaan tentang masalah lingkungan di Kabupaten Purwakarta.

Periksa Fakta TB Hasanuddin 2

“Saya sering kali pergi ke Bandung, Bekasi, dan lewat ke Purwakarta. Setiap kali masuk ke Purwakarta ada bau menyengat yang dihasilkan oleh limbah yang ada di Purwakarta. Sebetulnya apa kendala-kendala, kesulitan-kesulitan, sehingga dua periode bapak enjadi Bupati Purwakarta itu tak kunjung terselesaikan?” tanya Syaikhu.

Dedi Mulyadi yang seperti biasa bicaranya lantang dan cepat, menjawab pertanyaan itu dengan paparan tentang solusi yang telah diambil olehnya dengan memindahkan penduduk ke daerah yang cukup jauh dari pusat limbah. Ia juga bicara tentang sulitnya menyingkirkan perusahaan yang membuang limbah tersebut karena secara langsung akan memutus pendapatan orang banyak, terutama masyarakat yang bekerja di perusahaan tersebut.

Saling serang terhadap posisi jabatan pemimpin daerah terus berlanjut. Pada sebuah sesi, giliran Dedi Mulyadi yang menyerang Uu Ruzhanul Ulum terkait hal sepele, yaitu soal sampah yang menggunung di alun-alun Kabupaten Tasikmalaya.

“Dari tadi kita bicara hal sangat tinggi, pengamanan lingkungan, pengamanan gunung, membangun konservasi, membangun energi, menata pertanian. Pemimpin itu dimulai dari hal yang sederhana. Pertanyaannya saya sampaikan ke Pak Uu, waktu saya kunjungan ke Kabupaten Tasikmalaya, saya ke alun-alun. Di alun-alun, rumputnya sampai dua meter kemudian sampahnya numpuk. Nah, apa yang menjadi faktor penyebab hal yang kecil saja tidak terselesaikan di Kabupaten Tasik?” tanyanya.

Uu yang sejak debat putaran pertama selalu nampak di bawah bayang-bayang pasangannya, Ridwan Kamil, mencoba mengelak. Ia mencoba mengoreksi, bahwa alun-alun yang Dedi Mulyadi maksud barangkali bukan alun-alun Kabupaten Tasikmalayaa. Namun ketika Dedi Mulyadi meyakinkan bahwa alun-alun tersebut adalah benar alun-alun tasikmalaya, barulah Uu mengeluarkan jurus lain. Ia berlindung di balik masa cuti yang tengah ia ambil, sehingga menurutnya keputusan-keputusan di lapangan, sementara bukan lagi menjadi tanggungjawabnya.

Periksa Fakta ridwan Kamil 2

Debat Berakhir Ricuh

Seperti pada debat putaran pertama, acara yang digelar KPU Jawa Barat ini menyertakan tampilan kesenian dari masing-masing pasangan. Pada debat pertama, hal ini sebetulnya cukup berhasil mencairkan suasana. Baik penonton yang hadir di Sasana Budaya Ganesha waktu itu, maupun pemirsa yang menyaksikan lewat televisi dan kanal daring mengapresiasi debat Pilgub Jabar sebagai sebuah gelaran politik yang menghibur.

Namun, pada debat semalam, meski tampilan kesenian lagi-lagi dihadirkan, tapi terlihat tak mampu membuat suasana menjadi cair. Terlebih acara semalam dipungkas aksi yang cukup kontroversial.

Pada penyataan penutup masing-masing pasangan, karena selama sesi debat posisi jabatan pemimpin daerah menjadi celah bagi pesaing, maka beberapa orang yang sebelumnya tidak menempati posisi tersebut mencoba menampilkannya sebagai sebuah kelebihan, seolah-olah bebas jabatan itu adalah jejak bersih yang tak merugikan rakyat Jawa Barat. Pasangan nomor 2 (TB Hasanuddin dan Anton Charliyan) yang berlatar TNI/POLRI tentu paling depan memanfaatkannya.

“Kami tidak pernah jadi Wali Kota, Bupati, maupun Wakil Gubernur. Hidup kami sudah selesai dengan kami sendiri. Jadi jabatan itu akan kami laksanakan dengan amanah. [Kami] Hanya akan berbakti untuk kepentingan rakyat Jawa Barat. Ada dua hal: satu, kami tidak akan korupsi, dan yang kedua kami tidak akan maksiat, demi rakyat Jawa Barat,” ujar Hasanuddin.

Hal serupa juga dilakukan oleh pasangan Ahmad Syaikhu, Sudrajat, yang purnawirawan TNI dan lama berkiprah sebagai diplomat.

Namun, di titik inilah acara semalam dipungkas dengan kericuhan. Simak penyataannya:

“Bismillahirrohmanirrohim. Warga Jawa Barat yang saya cintai, para saudara-saudaraku yang saya hormati. Sudrajat dan Syaikhu, saya tidak pernah menjadi bupati, tidak pernah menjadi gubernur, saya hanya bekas duta besar. Pengalaman-pengalaman saya di luar, pengalaman-pengalaman saya duduk di pemerintahan tingkat nasional, akan saya bawa dengan ilmu-ilmu yang saya miliki untuk membangun Jawa Barat yang paling modern, maju, bertaqwa, dan sejahtera,” ujarnya.

Periksa Fakta Sudrajat 2

Sampai di sana suasana masih tenang. Sudrajat lalu melanjutkan:

“Saudara-saudaraku, pilihlah nomor 3, ASYIK. Kalau ASYIK menang, insyaAllah 2019 kita akan mengganti presiden,” ujar Sudrajat.

Setelah Sudrajat selesai bicara, Ahmad Syaikhu langsung membentang selembar kaos putih bertuliskan “2018 ASYIK MENANG (berwarna biru) 2019 GANTI PRESIDEN (berwarna merah)”

Penonton langsung gaduh dan ricuh. Para kader PDIP yang mendukung pasangan TB Hasanuddin-Anton Charliyan, serta penonton lain yang mendukung Jokowi tak terima aksi tersebut.

Kegaduhan penonton ini coba ditenangkan dua orang pembawa acara dan Ketua KPU Jawa Barat, tapi tak berhasil. Sampai akhirnya pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur nomor 2 berusaha ikut menenangkan.

“Saya mohon perhatian seluruh kader. Dengarkan, dengarkan! Saudara, walaupun ini bukan forum Capres, tapi saudara tetap tenang. Ini forum pemilihan Calon Gubernur, belum masuk kepada Capres. Jadi mohon saudara tenang. Tenang! Tenang! Sudah, tenang! Kita selesaikan nanti. Saya mohon tenang, saudara-saudara. Jangan terpancing! Jangan terpancing! Saya mohon dengan hormat saudara dengar saya. Sekali lagi, kita belum masuk kepada ranah Pilpres. Ada aturannya. Biarkan ditegakkan oleh Ketua KPU nanti soal Pilpres di panggung ini. Saya mohon kepada seluruh kader PDI Perjuangan, tenang! Tenang! Coba sekarang duduk. Duduk,” ujar Hasanuddin tegas.

Lalu Anton Charliyan menambahkan, “Tolong duduk semua. Kepala boleh panas, tapi hati harus tenang. Hormati pimpinan Anda di sini. Tolong, duduk semuanya. Jangan memalukan!”

Meski kericuhan belum sepenuhnya terkendali, tapi penonton akhirnya mau menuruti ucapan TB Hasanuddin dan Anton Charliyan. Debat Pilgub Jabar yang semula dianggap damai dan menghibur, kali ini justru panas dan penuh serangan. Dan dipungkas oleh sulutan yang selama ini menjadi bahan caci maki kubu-kubu yang berseberangan.

Baca juga artikel terkait DEBAT PILGUB JABAR 2018 atau tulisan lainnya dari Irfan Teguh

tirto.id - Politik
Reporter: Irfan Teguh
Penulis: Irfan Teguh
Editor: Irfan Teguh