tirto.id - Salah satu pertanyaan panelis dalam Debat Pilpres 2019 kedua adalah mengenai bagaimana tata kelola perkebunan sawit diperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan petani mandiri. Pertanyaan itu tertuju untuk Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto.
Mengenai pertanyaan ini, Prabowo menyatakan akan berupaya meningkatkan kesejahteraan petani dengan memperbanyak jumlah perkebunan sawit plasma.
Dia menyatakan kondisi saat ini harus diubah karena komposisinya masih 80 persen perkebunan inti sawit dan 20 persen plasma.
“Kita harus berani kayak Malaysia, plasma-nya lebih banyak, agar petani rakyat bisa mendapatkan lebih banyak,” kata Prabowo dalam debat capres kedua, di Golden Balroom Hotel Sultan, Tanah Abang, Jakarta pada Minggu (17/2/2019).
Prabowo menambahkan pemanfaatan sawit untuk produksi biofuel atau biodiesel juga bisa menjadi salah satu cara mengerek harga komoditas ini. Peningkatan harga, bagi dia, bisa menyejahterakan para petani mandiri.
“Kita [Indonesia] saat ini sudah menuju ke B20 [Bahan bakar biodiesel 20 persen], Brasil sudah bisa B90,” ujar dia.
Saat menanggapi pernyataan Prabowo itu, Capres nomor urut 01 Joko Widodo menyatakan saat ini produksi sawit Indonesia sudah mencapai 46 juta ton per tahun. Perkebunan sawit, kata Jokowi, juga sudah melibatkan 16 juta petani.
"Ini jumlah yang sangat banyak," ujar dia.
Jokowi juga menyatakan pemerintah sudah membuat perencanaan matang untuk mendorong program b20 yang sudah berjalan naik level menuju b100.
"30 persen total produksi sawit akan masuk [untuk] biofuel. Plannya sudah rigit," ujar Jokowi.
Debat capres kedua membahas tema energi, pangan, lingkungan hidup, infrastruktur dan sumber daya alam. Debat kali ini dipandu dua moderator: Tommy Cokro dan Anisha Dasuki.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjuk delapan panelis dalam debat kali ini. Mereka ialah Rektor ITS Surabaya Joni Hermana, Rektor IPB Arif Satria, Direktur Eksekutif WALHI Nur Hidayati dan Ahli Pertambangan IPB Irwandy Arif.
Empat panelis lainnya: pakar energi UGM Ahmad Agustiawan, pakar lingkungan hidup Undip Sudharto P Hadi, Sekjen KPA Dewi Kartika dan pakar hukum lingkungan hidup Unair Suparto Wijoyo.
Editor: Maya Saputri