tirto.id - Presiden Prabowo Subianto akan membentuk Gerakan Solidaritas Nasional (GSN) sebagai pengganti Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 kemarin. Gerakan ini nantinya akan dideklarasikan secara langsung oleh Prabowo Subianto di Indonesia Arena, Jakarta Pusat, pada Sabtu (2/11/2024) mendatang.
Organisasi ini akan diketuai oleh Rosan Roeslani, yang juga eks Ketua TKN Prabowo-Gibran. Sementara itu, Burhanuddin Abdullah, yang sebelumnya Ketua Dewan Pakar TKN, akan mengisi Ketua Dewan Pakar GSN. Sedangkan posisi Sekretaris Jenderal GSN, akan diemban Bobby Gafur Umar. Bobby sebelumnya Bendahara TKN Prabowo-Gibran.
“Banyak tokoh-tokoh masyarakat, tokoh-tokoh bangsa yang ada di sini [GSN]," klaim Rosan dalam Konferensi Pers GSN, di Plataran Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024).
Rosan mengatakan, salah satu visi GSN adalah menjadi organisasi yang merekatkan seluruh rakyat Indonesia. Ini dilakukan dengan cara menampung dan mewujudkan gagasan-gagasan besar untuk menjadi solusi-solusi konkret bagi kehidupan masyarakat dan kemajuan bangsa.
Salah satu contoh gagasan besar itu adalah Makan Bergizi Gratis (MBG). Program ini dapat langsung diwujudkan menjadi kebijakan nyata sekaligus gebrakan dalam pemerintahan Prabowo-Gibran. Menurut Rosan, ini gagasan yang tidak lain berangkat dari hasil dialog antara para ahli di TKN.
Di sisi lain, Rosan memastikan, GSN tidak akan menggunakan APBN maupun APBD sebagai sumber dana untuk program-programnya. Ia menuturkan, dana operasional GSN akan dihimpun dari iuran sukarela para anggota. Hal itu juga dilakukan agar GSN dapat menjadi organisasi independen seperti halnya Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia.
“Kami ini adalah organisasi yang tetap independen jalannya dan kami pastikan bahwa tidak ada APBN, APBD, atau dana pemerintah yang ada dalam GSN,” tegas Rosan yang juga Menteri Investasi dan Hilirisasi di Kabinet Merah Putih.
Motif Pembentukan
Jika melihat tujuan dari pembentukan GSN sekilas memang tak akan beda jauh dengan TKN. Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, membaca pembentukan GSN sebagai upaya Prabowo untuk mengakomodir barisan atau relawan pendukungnya di Pilpres kemarin dengan cara 'berganti baju' saja.
"Ibarat Pilpres sudah beres ya TKN sudah tidak ada lagi, relawan 01, 03 juga sudah dibubarkan, maka TKN harus bubarkan diri. Agar mereka tetap terjaga dan eksis maka berubah baju dan atributnya jadi GSN," ujar Ujang kepada Tirto, Kamis (30/10/2024).
Ujang mengatakan, GSN merupakan bagian daripada kepentingan pihak Prabowo yang ingin mereka tetap ada, terjaga, dan terakomodir. Maka, tentu harus ada wadahnya dan dipersatukan di dalam satu rumah dalam hal ini adalah GSN.
"Jadi saya melihat sesuatu yang tidak aneh saja ketika itu dilakukan TKN menjadi GSN. Ini karena menjadi bagian menjaga kekompakan dan historikal sejarah bahwa dia pernah menang. Bahwa mereka solid bersatu," tegas dia.
Analis Sosio-politik dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Musfi Romdoni justru, melihat ada dua tujuan utama dari pembentukan GSN. Tujuan pertama, yakni tujuan jangka pendeknya, tentu untuk menampung banyaknya anggota TKN meski kini Prabowo memimpin Partai Gerindra.
Dengan adanya GSN, kata Musfi, mereka dijaga agar terus merasa dibutuhkan. Menurut Musfi, ini adalah metode untuk mempertahankan dukungan, terlebih manusia sangat suka merasa dibutuhkan.
"Apalagi ada embel-embel ini arahan langsung Presiden Prabowo," jelas dia kepada Tirto, Kamis (31/10/2024).
Sedangkan untuk tujuan jangka panjang, Musfi melihat kehadiran GSN dapat menjadi mesin pemenangan untuk 2029. GSN ini dapat menjadi barisan pendukung Prabowo selama lima tahun ke depan. Mereka bahkan dapat menjadi barisan yang siap membentengi, dan mungkin jadi jubir-jubir siap pakai.
"Dengan merawat mereka, Prabowo akan memiliki tim yang begitu solid di Pilpres 2029 nanti," tegas dia.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Annisa Alfath, menambahkan, pembentukan GSN sebagai pengganti TKN hanya merupakan langkah strategis Prabowo untuk mengonsolidasikan dukungan menjelang Pemilu, menyatukan berbagai kelompok pendukung dengan mengedepankan identitas bersama. Ini juga menunjukkan kesadaran Prabowo akan pentingnya membangun jaringan yang kuat, di luar sekadar kampanye elektoral.
Namun, tantangan terbesar bagi GSN, kata dia, adalah membuktikan bahwa organisasi ini bisa bertahan di luar konteks Pemilu. Jika GSN tidak berhasil memperkuat basis dukungannya dan hanya menjadi kendaraan politik sesaat, maka masa depannya bisa suram mirip dengan nasib organisasi pendukung lainnya yang tidak mampu beradaptasi setelah Pemilu.
"Secara keseluruhan, GSN dapat dilihat sebagai usaha strategis Prabowo untuk mengakomodasi pendukung, tetapi keberhasilannya akan bergantung pada bagaimana organisasi ini diatur dan sejauh mana ia mampu berfungsi secara independen di luar kepentingan politik jangka pendek," kata Annisa kepada Tirto, Kamis (31/10/2024).
Di luar dari kepentingan politik, Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Cheryl Tanzil, menegaskan bahwa pembentukan GSN pada prinsipnya adalah untuk mendukung dan menyukseskan program-program Prabowo-Gibran selama lima tahun ke depan.
"Ini adalah transformasi organ-organ pendukung Prabowo Gibran. Setelah selesai Pemilu merasakan semangat yang sama untuk membantu mensukseskan program Prabowo-Gibran," ujar Cheryl kepada Tirto, Kamis (31/10/2024).
Alat Propaganda
Di sisi lain, analis politik dari Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, menilai keterlibatan pemerintah dalam pembentukan organisasi masyarakat sebenarnya tidak produktif. Ia beralasan GSN sangat potensial untuk menjadi alat propaganda dan mesin politik.
"Presiden dan elite pemerintah seharusnya fokus bekerja, soal kondisi sosial masyarakat akan mengikuti cara dan kualitas kerja pemerintah, jika bekerja dengan baik, maka konsolidasi masyarakat akan terbentuk dengan sendirinya," jelas Dedi kepada Tirto, Kamis (30/10/2024).
Semua urusan politik, kata Dedi, biarlah dikembalikan ke partai politik. Pun jika ada organisasi masyarakat yang dibentuk sebagai upaya bersimpati pada pemerintah, biar juga tumbuh dengan sendirinya tanpa ada intervensi atau perhatian khusus dari pemerintah.
Dedi meminta GSN tidak menjadi representasi dari Projo. Sebab Projo menurutnya adalah contoh buruk di era Jokowi, di mana presiden ke-7 itu memelihara relawan politik di saat ia memimpin negara dan pemerintah.
"Sehingga terjadi ketimpangan soal konsolidasi publik, kekacauan dan situasi sosial tidak akan berubah di era Prabowo jika ia mengikuti cara Jokowi, GSN atau apa pun yang dibentuk dengan intervensi pemerintah, adalah sebuah cara yang represif dari sisi sosial," tegas dia.
Sementara itu, Perludem sendiri meragukan apakah GSN benar-benar akan menjadi organisasi independen atau justru akan terjebak dalam dinamika politik yang sama seperti TKN. Jika GSN hanya berfungsi sebagai alat politik, maka kemampuannya untuk bertahan setelah pemilihan dapat diragukan.
"Ini mirip dengan Projo, yang meskipun memiliki basis dukungan, seringkali dianggap sebagai sekutu politik yang terikat pada kepentingan jangka pendek," kata Annisa.
Di sisi lain, Peneliti Bidang Politik dari The Indonesian Institute (TII), Felia Primaresti, justru menyoroti hal lainnya. Menurutnya kurang pas membandingkan GSN dengan Kadin. Karena pertama, Kadin adalah organisasi yang non-partisan dan profesional.
"Yang menjadi pertanyaan adalah, jika GSN ingin disetarakan Kadin, apakah GSN mampu melepaskan diri dari politik praktis dan terutama dari sosok Prabowo-Gibran, ketika justru dilahirkan dari proses elektoral mereka," kata dia kepada Tirto, Kamis (31/10/2024).
Felia mengungkit fakta sejarah bahwa banyak organisasi serupa yang pada akhirnya sulit melepaskan diri dari bayang-bayang politik praktis karena kehadiran tokoh yang dominan atau kepentingan tertentu yang terus berkelanjutan. Akhir dari ujung agenda itu hanya bagi-bagi kue juga.
Walaupun demikian, dari perspektif yang lebih luas, keberadaan GSN bisa juga dimaknai sebagai bentuk dari kebebasan berkumpul dan berserikat. Di satu sisi, organisasi seperti ini bisa menjadi wadah bagi relawan Prabowo untuk menyuarakan aspirasi mereka.
Tapi, hal yang perlu diperhatikan juga adalah, jangan sampai keberadaan GSN menutup ruang dialog dari kelompok lain yang aktif bersuara mengkritisi kinerja pemerintah. Mereka harus tetap objektif, dan menerima masukan serta kritik dari banyak kelompok dan elemen masyarakat yang lain untuk Pemerintahan Prabowo-Gibran.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Andrian Pratama Taher