Menuju konten utama

Daoed Joesoef Mendikbud Era Soeharto & Larangan Politik di Kampus

Mendikbud era Soeharto, Daoed Joesoef ini terkenal karena kebijakannya memperkenalkan NKK/BKK yang melarang politik masuk ke kampus di masa Orde Baru.

Daoed Joesoef Mendikbud Era Soeharto & Larangan Politik di Kampus
Daoed Joesoef. FOTO/dok. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.

tirto.id - Dunia pendidikan kehilangan salah satu tokohnya, Daoed Joesoef, yang meninggal dunia Selasa (23/1/2018) malam di RS Medistra Jakarta pada usia 91 tahun.

Pria kelahiran 8 Agustus 1926 di Medan, Sumatera Utara ini pernah menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kabinet Pembangunan III periode 1978 - 1982.

Pada masa jabatannya sebagai menteri era Soeharto, Daoed Joesoef terkenal karena kebijakannya memperkenalkan NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan). Melalui kebijakan NKK/BKK ini bertujuan untuk membersihkan kampus dari kegiatan-kegiatan berpolitik di masa pemerintahan Soeharto.

Menurut Joesoef, kegiatan politik hanya boleh dilakukan di luar kampus, sementara tugas utama mahasiswa adalah belajar. Melalui kebijakannya ini, Joesoef menghapuskan Dewan Mahasiswa di universitas-universitas di seluruh Indonesia dan praktis melumpuhkan kegiatan politik mahasiswa.

Selain itu, Joesoef juga terkenal karena mengeluarkan keputusan yang melarang liburan pada masa bulan puasa.

Daoed Joesoef dilahirkan dari pasangan Moehammad Joesoef dan Siti Jasiah asal Jeron Beteng, Yogyakarta. Dia menikah dengan Sri Sulastri dan dikaruniai anak Sri Sulaksmi Damayanti.

Di masa revolusi, ia pernah bergabung dengan tentara Republik dengan pangkat terakhir Letnan. Dia keluar lalu menjadi guru dan sekolah lagi. Daoed memperoleh gelar sarjana ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (1959) lalu meneruskan studi ke Universitas Sorbonne, Perancis.

Ia meraih dua gelar doktor dari Sorbonne, yakni Ilmu Keuangan Internasional dan Hubungan Internasional (1967) serta Ilmu Ekonomi (1973). Daoed Joesoef adalah salah seorang tokoh yang ikut mendirikan CSIS (Centre for Strategic and International Studies). Daoed pernah menajbat sebagai ketua lembaga yang sering disebut think-tank pemerintahan Orde Baru.

Dalam kehidupan sehari-harinya, Daoed Joesoef mempunyai kegemaran melukis. Ia juga dikenal oleh koleganya sebagai sosok yang memegang teguh prinsipnya.

“Pak Daoed adalah sosok ilmuwan asketik, pikirannya lurus dan terjaga. Dia selalu menekankan peneliti CSIS untuk mengedepankan reasoned argument. Sikapnya teguh,” jelas peneliti senior dan Direktur Eksekutif CSIS, Phillips J Vermonte kepada Tirto, Rabu (24/1/2018).

Daoed Joesoef dikenal sebagai penulis sebelum meninggal dunia pukul 23.55 tanggal 23 Januari 2018. Buku yang terkait dengan kisah hidupnya adalah “Emak Penuntunku dari Kampung Darat sampai Sorbonne” dan “Dia dan Aku”.

Di bidang ekonomi, Daoed dikenal seorang ekonom dan akademisi bidang ekonomi moneter. Ia pernah menjadi Kepala Departemen Fakultas Ekonomi di Universitas Indonesia. Ia pernah ditawari posisi sebagai Gubernur Bank Indonesia menggantikan Sjafruddin Pawiranegara pada 1953. tetapi ditolaknya dengan alasan akan terikat dan tidak bisa bebas menuliskan idenya.

Daoed Joesoef juga pernah menolak menerima penghargaan Bakrie Award serta hadiah uang Rp 250 juta pada Agustus 2010. Ekonom lulusan Sorbonne University tersebut menjelaskan alasan penolakannya. Daoed Joesoef menjelaskan apa yang dia maksud mengusik rasa kemanusiaannya itu.

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef meninggal dunia pada Selasa (23/1/2018) pukul 23.55 WIB di RS Medistra, Jakarta pada usia 91 tahun. Jenazah akan dimakamkan di Makam Giri Tama, Tonjong, Bogor, Jawa Barat diberangkatkan dari rumah duka pukul 12.00 WIB siang ini.

Bambang Pharmasetiawan, menantu Daoed Joesoef, mengonfirmasi kabar meninggalnya mantan Mendikbud era Soeharto ini.

"Meninggalnya pukul 23.55 semalam, saat ini jenazah masih di rumah duka," ujar Bambang saat dikonfirmasi Tirto, Rabu (24/1/2018).

Bambang mengatakan meninggalnya Daoed karena memang selain usia yang sudah tua, 18 tahun lalu juga pernah dipasang ring di jantungnya. "Ya karena jantungnya lemah, sudah pernah dipasang ring," tambahnya.

Saat ditanya mengenai sosok Daoed, Bambang merasa kehilangan atas figur yang setia dan mengayomi keluarga. "Sosok beliau orangnya tegas dan berkemauan keras, karena cenderung keras kepala dengan konsepnya dan dia setia sampai akhir hayatnya untuk concern di budaya dan pendidikan," jelas Bambang.

Daoed Joesoef meninggalkan seorang istri, Sri Sulastri dan seorang anak, Sri Sulaksmi Damayanti, menantu, dan dua orang cucu.

Baca juga artikel terkait DAOED JOESOEF atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Humaniora
Reporter: Maya Saputri
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri