tirto.id - Kementerian Kesehatan resmi merilis pernyataan bahwa rokok bisa menyebabkan stunting pada anak.
Hal ini diungkap oleh Dirjen Kesehatan Masyarakat dr. Endang Sumiwi berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Kajian Jaminan Sosial UI pada 2018.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa 5,5% balita yang tinggal dengan perokok aktif memiliki risiko stunting lebih tinggi. Tak hanya itu, balita yang tinggal dengan orang tua perokok diketahui memiliki berat badan 1,5 kg lebih rendah dibanding balita yang orang tuanya tidak merokok.
Stunting sendiri merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang biasanya terjadi saat 1.000 hari pertama kehidupan anak. Kondisi gagal tumbuh ini umumnya disebabkan oleh kekurangan gizi kronis yang bisa dimulai sejak berada dalam kandungan.
Stunting merupakan masalah serius karena menimbulkan bahaya jangka panjang bagi anak. Dampak stunting bisa berpengaruh pada perkembangan otak dan organ tubuh lainnya. Akibatnya, pertumbuhan otak terganggu dan anak lebih berisiko mengidap penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, atau gangguan jantung.
Ironisnya, angka stunting di Indonesia masih tergolong tinggi hingga mencapai 21%. Karena itulah dr. Endang Sumiwi mengajak para orang tua untuk lebih memperhatikan kesehatan serta tumbuh kembang anaknya, salah satunya dengan menghindari rokok.
Data dari Global Adult Tobacco Survey menunjukkan bahwa perokok bisa menghabiskan uang kurang lebih sebesar Rp382.000 per bulan hanya untuk membeli rokok. Berdasarkan data ini, dr. Endang Sumiwi mengimbau agar orang tua perokok memilih mengalihkan dana rokoknya untuk membeli makanan bergizi yang dilengkapi protein hewani demi mencegah stunting.
Dampak Paparan Rokok pada Anak
Stunting tentunya bukan satu-satunya dampak buruk rokok yang dirasakan oleh anak-anak. Dr. Feni Fitriani dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia menjelaskan bahwa dampak paparan rokok bisa terlihat sejak anak masih berada dalam kandungan.
Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan di RS Persahabatan, rokok bisa mempengaruhi kualitas plasenta. Baik pada ibu perokok aktif maupun pasif, ditemukan zat nikotin pada plasentanya, sedangkan nikotin sendiri termasuk zat racun yang bisa menyebabkan kerusakan sel.
Hal ini tentunya bisa mempengaruhi pertumbuhan janin dalam kandungan. Masih dari penelitian yang sama, bayi yang lahir dari ibu perokok aktif maupun pasif diketahui memiliki panjang serta berat badan yang jauh lebih rendah dibandingkan bayi yang lahir dari ibu non-perokok.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa risiko gangguan tumbuh kembang tidak hanya dialami oleh bayi yang memiliki orang tua perokok aktif, tapi juga perokok pasif. Perokok pasif sendiri adalah orang yang tidak merokok, tapi terpapar asap rokok.
Di sisi lain, keluarga juga harus waspada akan bahaya secondhand smoke dan thirdhand smoke. Secondhand smoke adalah asap rokok yang dilepaskan langsung oleh perokok aktif. Sementara thirdhand smoke adalah residu zat-zat kimia dari asap rokok yang bisa menempel di banyak benda, seperti baju, gorden, karpet, sofa, dan benda-benda lainnya.
Kedua jenis asap rokok inilah yang bisa membahayakan kesehatan anak-anak. Menurut laman resmi Kementerian Kesehatan, dampak negatif asap rokok bagi anak-anak meliputi:
- Gangguan kognitif (kecerdasan)
- Gangguan perilaku
- Infeksi meningitis
- Infeksi telinga tengah
- Meningkatkan infeksi Saluran Pernapasan
- Bronkitis
- Asma
- Pneumonia atau radang paru-paru
- Leukemia (kanker darah)
- Limfoma (kanker kelenjar getah bening)
- Meningkatnya risiko saat anastesi
- Menurunkan proses penyembuhan luka
Penulis: Erika Erilia
Editor: Nur Hidayah Perwitasari