tirto.id - Sebagai tempat penyimpanan barang sejarah, museum menyimpan berbagai koleksi di masa lalu. Bukan hanya sebagai wahana hiburan, museum juga dapat digunakan sebagai sarana pembelajaran sejarah yang menyenangkan bagi masyarakat, khususnya pelajar.
Museum identik dengan bangunan yang tua, kurang terawat, minim koleksi, dan sebagainya. Anggapan ini jamak dimiliki oleh masyarakat, dan membuat mereka enggan berkunjung ke museum.
Akan tetapi, museum-museum ibu kota di bawah ini tidak demikian. Meskipun menempati bangunan peninggalan kolonial, namun pengelolaan yang baik membuatnya nampak lebih modern dan patut untuk dikunjungi. Berikut lima museum peninggalan Belanda di Ibu kota yang menarik untuk dikunjungi.
1. Museum Wayang
Museum ini menempati bekas gereja peninggalan Belanda, de Oude Holandsche Kerk yang dibangun pada 1640. Bangunan ini sempat hancur total akibat gempa. Setelah mengalami beberapa kali renovasi dan alih fungsi, akhirnya sejak 13 Agustus 1975 bangunan ini difungsikan sebagai Museum Wayang oleh Gubernur Ali Sadikin. Museum ini terletak di Jalan Pintu Besar Utara No.27, Tamansari, Jakarta Barat.
Museum Wayang didedikasikan sebagai tempat pelestarian sejarah pewayangan dan pedalangan di Indonesia. Museum ini memiliki berbagai koleksi wayang, mulai dari wayang golek, wayang kulit, wayang klitik, dan wayang beber, dengan berbagai macam ukuran. Selain itu, wayang yang disimpan juga berasal dari berbagai negara, seperti Vietnam, Tiongkok, dan Malaysia. Semuanya ditata apik dalam kotak kaca yang diterangi lampu.
Museum berarsitekrur Eropa ini tidak hanya memamerkan warisan budaya wayang saja, namun juga kerap melakukan pementasan wayang. Museum ini memiliki ruang pagelaran untuk menggelar agenda tersebut. Pementasan ini dilaksanakan rutin pada Minggu kedua tiap bulan.
Fasilitas lain seperti musala dan toilet juga disediakan untuk memenuhi kebutuhan dasar pengunjung. Selain itu, pengunjung tidak perlu takut merasa gerah ketika menyambangi museum ini. Pengelola museum menyediakan AC di setiap ruangan agar pengunjung nyaman berada di dalamnya. Masyarakat dapat mengunjungi Museum Wayang setiap Selasa--Minggu, pukul 09.00--17.00 WIB.
2. Museum Sejarah Jakarta
Museum yang juga memiliki nama lain Museum Fatahillah ini merupakan museum yang paling populer di masyarakat Jakarta. Terletak di kawasan Kota Tua, museum ini menjadi Landmark unggulan ibukota selain Monas.
Bangunan museum ini merupakan bekas Balai Kota Hindia Belanda yang dibangun pada 1620 oleh JP Coen. Museum bernuansa noklasik ini memiliki 2 yang memuat lebih dari 23.500 koleksi sejarah. Sekitar 500 koleksi di antaranya terjajar rapi di ruang pamer tetap yang terdiri dari berbagai barang sejarah, seperti lukisan Gubernur Jenderal VOC Hindia Belanda 1602--1942, meriam Si Jagur, prasasti Ciaruteun Tarumanegara, hingga replika sel tahanan Pangeran Diponegoro.
Penataan pameran disesuaikan berdasarkan kronologi sejarah Jakarta, yang dibagi ke beberapa ruangan, yaitu Ruang Prasejarah Jakarta, Ruang Tarumanegara, Ruang Jayakarta, Ruang Fatahillah, Ruang Sultan Agung, dan Ruang MH Thamrin. Ke semuanya memuat berbagai macam barang sejarah yang selalu dirotasi dalam jangka waktu tertentu, agar lebih bervariasi.
Museum Sejarah Jakarta memuat beberapa fasilitas lain, seperti toilet, musala, ruang auditorium, hingga kantin. Museum ini juga menyediakan dua toko souvenir di dalamnya, agar pengunjung tidak kesulitan mencari buah tangan untuk dibawa ke kampung halaman. Uniknya, museum ini juga menggelar kunjungan museum saat malam hari di waktu-waktu tertentu.
3. Museum Seni Rupa dan Keramik
Seperti namanya, museum ini memuat berbagai barang sejarah hasil kerajinan pada jaman lampau. Koleksinya pun tidak didapat dari dalam negeri saja, namun juga dari negara lain seperti Thailand, Tiongkok, Vietnam, Jepang, hingga negara-negara Eropa. Selain memuat karya seni rupa klasik, museum ini juga memamerkan karya seni rupa kreatif kontemporer.
Bangunan museum ini didirikan pada tahun 1870 sebagai kantor pengadilan Hindia Belanda atau Rad van Justitie. Setelah mengalami beberapa peralihan fungsi, bangunan tersebut akhirnya dialihfungsikan sebagai Balai Seni Rupa Indonesia yang diresmikan Presiden Soehartio pada 1970. Akhirnya pada 1990, pengelolaan gedung ini diserahkan ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai Museum Seni Rupa dan Keramik.
Museum ini memiliki lebih dari 5.000 koleksi, sekitar 450 di antaranya berupa lukisan dan sketsa. Semua koleksi ditampilkan ke dalam 8 ruangan galeri berbeda, Gallery A, Gallery B1, Gallery B2, Gallery C, hingga Gallery H. Ruang galeri ini disusun secara kronologis, sehingga pengunjung dapat memahami sejarah secara komprehensif. Penataan dimulai dari seni rupa awal kemerdekaan Indonesia hingga masa Orde Baru.
Selain itu, museum ini juga memiliki ruang galeri khusus untuk lukisan kaca Indonesia yang terkenal pada abad ke-16. Berbagai karya lukisan kaca dari Cirebon, Yogyakarta, Surabaya, Magelang, dan Bali dipamerkan dalam ruang galeri Lukisan Kaca Cirebon.
Museum ini menyediakan fasilitas standar seperti musala dan toilet. Museum ini juga menyediakan ruang auditorium yang bisa disewa, kantin, dan AC yang dipasang di sisi-sisi museum. Pengunjung juga bisa memanfaatkan fasilitas wi-fi gratis serta pemandu tur yang disediakan oleh pengelola.
4. Museum Tekstil
Museum Tekstil Jakarta merupakan museum tekstil terbesar di Indonesia. Sesuai dengan namanya, museum yang diresmikan 1976 ini menyimpan berbagai koleksi pertekstilan Indonesia. Museum ini memiliki lebih dari 1.000 koleksi tekstil tradisional Indonesia.
Bangunan Museum Tekstil Jakarta dibangun di atas tanah seluas 16.410 meter persegi. Awalnya, bangunan ini merupakan rumah pribadi warga keturunan Prancis pada abad ke-19. Setelah beberapa kali berganti kepemilikan dan alih fungsi, pada 1975 bangunan ini diserahkan ke Pemda DKI Jakarta untuk dijadikan museum. Peresmiannya dilakukan oleh ibu negara kala itu, Tien Soeharto pada 28 Juni 1976.
Pengunjung dapat menikmati koleksi batik bercorak geometris hingga rumit yang berasal dari Yogyakarta, Solo, Pekalongan, Cirebon, Palembang, Madura, dan Riau. Di museum ini juga tersimpan koleksi tekstil tertua, yaitu bendera Keraton Cirebon yang dibuat pada tahun 1776.
Selain batik, pengunjung dapat pula menyaksikan berbagai koleksi lain, seperti koleksi tenun, koleksi peralatan, dan koleksi campuran. Di bagian belakang gedung, wisatawan dapat mengunjungi Taman Pewarna Alam, yang berisi tumbuhan untuk bahan baku pewarna tekstil dari alam. Di taman ini ada sekita 2.000 jenis tanaman yang biasa dijadikan pewarna alami oleh para pebatik nusantara.
Uniknya, museum yang terletak di Jalan Aipda K.S. Tubun No.4, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat ini tidak hanya menyediakan pameran batik. Pengunjung juga dapat mengikuti kursus membatik tulis yang dilaksanakan setiap hari selama waktu operasional museum.
Pengunjung dapat menjelajahi museum ini pada hari Selasa hingga Minggu, mulai pukul 09.00 hingga 16.00 WIB. Selain menyediakan musala dan toilet, museum ini juga memiliki beberapa ruangan lain yang dapat diakses oleh pengunjung, seperti Ruang Wastra, Taman Serat, Ruang Auditorium, hingga perpustakaan.
Pengunjung juga dapat mencoba makanan yang disediakan oleh pengelola di kantin museum. Di samping itu, museum ini juga menyediakan toko souvenir sebagai tempat pengunjung membeli buah tangan.
5. Museum Nasional Jakarta
Museum Nasional Jakarta, atau lebih dikenal dengan Museum Gajah, merupakan museum peninggalan Belanda yang dibangun pada 1862. Museum ini awalnya merupakan museum milik organisasi Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Masyarakat Seni dan Sains Batavia) yang berdiri pada 1778.
Lokasi museum ini dua kali berpindah lokasi, yaitu dari Jalan Kalibesar dan Jalan Majapahit. Hal ini dilakukan karena lokasi tersebut tidak cukup menampung koleksi yang ada. Baru pada 1862, pemerintah Hindia-Belanda memutuskan untuk membangun gedung di lokasi yang sekarang, Jalan Merdeka Barat Nomor 12. Museum ini baru dibuka untuk umum pada 1868.
Museum ini sangat dikenal di kalangan penduduk Jakarta sebagai Museum Gajah karena di halaman depan museum terdapat patung gajah dari perunggu. Patung ini merupakan hadiah dari Raja Chulalongkorn (Rama V) dari Thailand yang pernah berkunjung ke museum pada tahun 1871.
Museum ini menyimpan berbagai koleksi seni dan sains dari penjuru Indonesia. Koleksi arkeologi, etnografi, geografi, dan keramik dari zaman prasejarah hingga sejarah terpampang rapi di dalamnya. Hingga kini, Museum Nasional telah memiliki lebih dari 140 ribu koleksi seni dan sains dari berbagai penjuru Indonesia.
Selain memamerkan barang-barang bersejarah, museum ini juga kerap mengadakan agenda yang berhubungan dengan sejarah dan ilmu pengetahuan. Tak jarang pula digelar seminar, festival, dan lokakarya berskala internasional di museum ini. Terakhir, museum ini menggelar agenda berskala internasional yang bertajuk "International Forum on Spice Route" 19-24 Maret 2019. Forum ini diikuti oleh ratusan peserta yang berasal dari belasan negara di dunia.
Museum ini memiliki dibangun dengan dua gedung berbeda di atas tanah seluas 26.500 meter persegi. Gedung A digunakan untuk ruang pamer serta penyimpanan koleksi. Sedangkan Gedung B, dikenal pula sebagai Gedung Arca, selain digunakan untuk pameran juga digunakan untuk kantor, ruang konferensi, laboratorium dan perpustakaan.
Masih ada banyak lagi museum di Jakarta yang berdiri di atas tanah peninggalan Belanda, seperti Museum Bahari, Museum MH Thamrin, dan sebagainya. Semua museum ini milik pemerintah, yang pengelolaannya diserahkan kepada Pemda DKI Jakarta.
Tarif yang sama dikenakan bagi wisatawan yang berkunjung. Pemda DKI Jakarta memberlakukan sistem satu harga pada tiket masuk bagi para wisatawan.
Berdasarkan Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2015, tarif masuk museum yang dikelola pemerintah adalah Rp5.000 per-orang untuk dewasa. Sedangkan untuk pengunjung anak-anak dikenakan tarif Rp3.000 per-orang.
Penulis: Adilan Bill Azmy
Editor: Yulaika Ramadhani