tirto.id - Bentuk tubuh atletis dengan “roti sobek” di bagian perut dan otot bisep-trisep yang mencuat bukan lagi satu-satunya standar pria “menarik” bagi perempuan. Ada pula perempuan yang menganggap perut gempal dan pipi tembam sebagai standar fisik pria yang memberikan kenyamanan. Merekalah pria “dad bod” yang mengubah stereotip bentuk tubuh laki-laki idaman.
Julukan “dad bod” pertama kali tercetus pada 2015 ketika seorang mahasiswi berusia 19 tahun, Mackenzie Pearson menulis cerita berjudul “Why Girls Love the Dad Bod” pada portal berita di kampusnya. Berbeda dengan kebanyakan perempuan, ia justru mengatakan perempuan lebih tertarik pada laki-laki yang tubuhnya mencerminkan keseimbangan antara perut bir (buncit) dan olahraga.
Seorang pria dengan perut dad bod akan melakukan latihan di gym sesekali. Namun, ia juga meminum bir di akhir pekan dan makan delapan potong pizza sesekali. Julukan yang disematkan Pearson kepada pria dengan berat badan berlebih itu kemudian viral dan dipergunakan hingga sekarang. Washington Postmengategorikan dad bod sebagai pria berumur 20-54 tahun dengan BMI antara 25 sampai 29,9. Singkatnya, pria dengan kelebihan berat badan, tapi tidak mengalami obesitas.
Di Amerika Serikat, populasi para ayah dengan berat badan berlebih ini berjumlah sekitar 27,7 juta jiwa. Setara dengan 8,9 persen total penduduk Amerika, 18 persen dari total pria Amerika, dan 37 persen dari pria yang berusia 20-54 tahun. Jika jumlah dad bod membentuk sebuah negara, jumlah mereka setara dengan penduduk Texas.
Survei yang dilakukan oleh Planet Fitness menyatakan mayoritas respondennya memberikan respons positif terhadap tren dad bod. Di sisi lain, pria-pria buncit ini ternyata juga memiliki kebanggaan dengan bentuk tubuhnya. Begitu pula 83 persen perempuan yang memiliki suami dengan bentuk tubuh dad bod.
Dari sekitar dua ribuan responden pria dan perempuan yang disurvei, sebanyak 7-10 perempuan mengafirmasi ketertarikan pada pria dengan 8 kg berat badan lebih dari standar ideal. Mereka juga percaya menikahi dad bod akan membuat pernikahan mereka cenderung lebih langgeng. Ada sebanyak 65 persen perempuan yang memilih menikahi pria dad bod ketimbang pria dengan perut six packs.
Sementara itu, dua pertiga perempuan atau 67 persen mengatakan pria dengan dad bod sangat menarik dan 62 persennya menilai mereka seksi. Sekitar 83 persen dari responden perempuan percaya bahwa dad bod adalah satu tanda kepercayaan diri. Bentuk tubuh dad bod, mereka sebut sebagai six packs gaya baru.
Bentuk Ketidakpercayaan Diri Perempuan?
Menurut opini Brian Moylan yang dimuat Time, Pearson mungkin tidak menyadari bahwa tulisannya tentang dad bod justru menjadi bumerang bagi dirinya. Ia dianggap memperkuat ketidaksetaraan gender antara pria dan perempuan. Moylan merujuk pada alasan Pearson yang menunjukkan alasan mahasiswi ini menyukai dad bod. Pearson menolak tubuh pria yang membuat ia merasa tidak nyaman dengan bentuk tubuhnya.
“Kami merasa tidak aman [dengan pria bertubuh ideal]. Kita tak butuh pria dengan pahatan tubuh sempurna, berdiri di sisi kita dan membuat kita merasa lebih buruk,” tulisnya.
Baginya, pria dengan dad bod adalah teman makan malam yang tepat. Perempuan tak perlu khawatir dengan asupan kalori mereka saat berkencan dengan dad bod. Dalam hubungan jangka panjang, mereka juga tak perlu pusing memikirkan bentuk tubuhnya ketika harus berhenti pergi ke gym, karena memiliki pasangan yang juga memiliki tubuh berisi.
Pearson masih meyakini bahwa perempuan memiliki masa-masa yang lebih sulit dibanding pria mengenai citra tubuh mereka. Ketika pria-pria dimaklumi atas bentuk perutnya yang menggelambir, perempuan justru harus berlomba-lomba mengecilkan bentuk perut mereka setelah melahirkan.
Cara pandang Pearson itu, menurut Moylan, malah menguatkan standar ganda penilaian tubuh pria dan tubuh perempuan. Dad bod menjadi tren, membikin para pria untuk berpuas diri dan mendorong perempuan memuji tubuh pria yang tak mereka rawat. Sementara itu, di saat yang sama perempuan didudukkan pada stereotip tubuh yang kurus dan kencang.
Meski ada perempuan yang memiliki kecenderungan menyukai pria agak gemuk ini, apa yang diutarakan Pearson bermasalah karena ia menyukai pria dad bod agar dirinya tak merasa tertekan untuk menjadi wanita bertubuh sempurna. Bahkan, pria-pria itu cuma dibikin sebagai tameng agar dirinya tampak "kecil" alias kurus.
“Kami ingin terlihat kurus, semakin besar pria itu, maka semakin kecil pula kita terlihat,” kata Pearson. Pada akhirnya, pria dad bod tidak membantu perempuan dalam menghadapi isu citra tubuh dan perasaan tidak aman perempuan secara substansial.
Editor: Maulida Sri Handayani