tirto.id - Gaya bertutur Petahana Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) cenderung konsisten. Suaranya serak, aksen penuh hentakan, dan blak-blakan, jauh dari kesan diplomatis. Gestur tubuhnya pun mengikuti pola ekspresi gaya bertuturnya, cenderung menuding sana-sini dengan mimik muka menunjukkan kegeraman.
Sedangkan Anies Baswedan kerap berbicara dengan tenang dan serius bernada bass cantante. Ekspresi wajahnya cenderung pasif, hanya sesekali saja tersenyum. Lain halnya dengan kedua calon gubernur tersebut, Agus Harimurti Yudhoyono cenderung ekspresif berapi-api khas anak muda. Dia mampu memainkan beragam ekspresi hanya dalam satu kalimat saja. Agus cenderung memiliki tingkah berani mengambil risiko, terlepas ia paham apa risikonya atau tidak, misalnya saat dia spontan melakukan stage dive ke arah simpatisan yang menontonnya di bawah panggung.
Dewi Puspaningtyas Faeni, seorang Pemerhati Perilaku dan Hypnotherapy mencoba menganalisis karakter, pengaruh kekuatan besar di belakang Calon Gubernur DKI Jakarta, dan rekam jejak ketiganya. Doktor dari Universitas Padjajaran Bandung ini menilai, hanya Ahok yang berani berseberangan dengan kalangan elite yang mengusungnya.
"Hanya Ahok yang memiliki jiwa pengkhianat,” kata Dewi, Kamis (27/10/2016). “Dia dulu Brutus untuk Prabowo. Sudah terbukti."
Di penghujung percakapan, Dewi mencoba membelah seperti apa karakter seorang pemimpin ideal dan seperti apa yang buruk. Berikut rangkuman perbincangan reporter tirto.id, Dieqy Hasbi Widhana dengan Dewi di sela kesibukannya.
Bagaimana Anda melihat perilaku ketiga calon gubernur DKI dan wakilnya sejauh ini?
Ahok, bicara lantang cenderung membentak biasanya mempunyai jiwa represif. Suara cepat biasanya cenderung orang makro, bukan yang mampu bekerja detail. Tangan yang menunjuk-nunjuk pertanda cenderung lepas janji atau tanggung jawab. Kuping membuka pertanda orang yang reseptif alias cerdik. Dari karakter: Expressive Driver. Senang konfrontasi dan senang memerintah orang lain. Jiwanya sedih, cenderung loner.
Djarot, tipe lamban cenderung menunggu. Kadang pembimbang, hatinya keras, dan menunggu instruksi. Suaranya melemah dan cenderung lembut. Hati walau keras tapi tidak tega. Kurang asertif, tapi lebih terencana. Karakter: Analytical-Amiable.
Anies, lebih terstruktur pola pikirnya, tapi kadang peragu. Tahi lalat di pipi menunjukkan ia senang berbicara, kekuatannya di komunikasinya. Cenderung pemikir, tapi bukan pengambil keputusan. Jiwanya pendidik bukan pemimpin. Karakternya: Analytical-Analytical.
Sandiaga, hidung yang runcing menunjukkan pribadi yang ambisius. Pekerja detail dan berani berspekulasi. Semua keputusannya selalu mengutamakan berapa keuntungan yang didapatkan. Cenderung perhitungan terhadap semua hal. Terutama yang menguntungkan dirinya. Karakternya: Expressive-Expressive.
Agus, kuping terbuka dan melebar lebih tinggi dari level mata, menunjukkan ia orang yang serius dan tekun dalam belajar. Matanya menunjukkan ia orang yang text book atau taat aturan. Proporsi tubuhnya menunjukkan pribadi yang dinamis. Matanya menunjukkan pribadi yang lembut tapi berjiwa teguh. Karakter: Analytical-Driver.
Sylvia, suara yang cempreng dan keras menunjukkan bahwa ia pribadi yang cenderung senang bekerja detail dan menonjol. Pribadi yang ambisius. Cerdas dan self centered. Karakter: Expressive-Analytical.
Dari masing-masing pasangan, gabungan karakter apa yang justru membentuk benturan atau paling lemah. Pasangan mana yang susah sinkron atau muncul perpecahan di dalam kubu?
Ahok-Djarot sudah berdarah-darah, punya bibit perpecahan. Djarot pribadi yang penurut, tapi sekali marah bisa meledak. Ahok pemarah tapi hatinya kecil. Tapi keduanya punya kepentingan politik yang kuat udah bersama-sama. Mutual political benefit.
Anies dan Sandiaga, keduanya ekspresif. Sandiaga cenderung bisa mem-bypass Anies. Pribadi Sandiaga lebih kuat. Sandi adalah pebisnis, konsepnya hanya untung-rugi. Anies pemikir, jadi cenderung lamban. Ada potensi dilangkahi.
Agus keras tapi penurut. Sylvia akan lebih dominan.
Ketiga calon gubernur akan mudah didominasi wakilnya sendiri?
Ahok dominan. Djarot orang Jawa, ngalahan. Ahok Cina-Bangka, lebih ngotot secara sosiologis-antropologiss. Djarot jiwa batur mendoro, cenderung mengakomodasi.
Anies Arab-Jawa, santun dan analitis. Sandiaga dinamis, over percaya diri. Anies bisa di-bypass.
Sylvia lebih dominan daripada Agus. Tapi Sylvia segan dan menghormati Bapak Agus. Masih ada rem yang pakem.
Bapak Agus? Maksudnya Pak SBY?
Betul. Sylvia masih ada rasa segan terhadap SBY.
Nah, lantas bagaimana pengaruh orang di belakang mereka? Megawati di belakang Ahok-Djarot, Prabowo yang mengantarkan Anies-Sandiaga, dan SBY yang menyokong Agus-Sylvi. Seberapa berpengaruh masing-masing kekuatan besar itu pada pasangan calon?
Megawati, Prabowo dan SBY adalah King Makers. Dari sudut usia, kalau produk sudah obsolete alias melewati masa kedaluwarsanya, mereka mencetak perpanjangan tangan.
Posisi politik yang terlemah adalah Prabowo. Megawati dan SBY terbukti telah menduduki kursi RI1 sebelumnya. Jadi, di atas kertas, Ahok dan Agus yang terkuat dalam peta politik.
Ahok yang akan menang. Megawati casing-nya wanita tapi pola pikirnya maskulin. SBY casing-nya pria tapi pola pikirnya feminin. Mega itu dominan dan dingin. SBY pintar dan cerdas, tapi suka baper.
Menarik sekali. Tapi dari kekuatan besar yang invisible itu, karakter mana yang akan sulit menerima jika jagoannya kalah?
SBY. Pilgub ini adalah titik Kulminasi Mega versus SBY. Very personal battle, too personal.
Kira-kira pasangan karakter mana yang akan sulit menerima kekalahan?
Pasangan yang paling enggak bisa terima kekalahan sepertinya Ahok-Djarot, kan sudah di-secure bakalan menang. Jadi, kalau kalah pasti eksplosif. Kalau Agus-Sylvi, sih, sudah tahu bakal kalah, karena posisi Megawati saat ini di atas SBY. Uangnya juga paling banyak. Anies-Sandiaga lebih pasrah, kandidat penggembira.
Tapi adakah karakter dari ketiga calon gubernur yang berani bersikap berseberangan dengan Megawati, SBY, atau Prabowo?
Ahok. Hanya Ahok yang memiliki jiwa penghianat. Dia dulu brutus untuk Prabowo. Sudah terbukti.
Cuma Ahok yang punya karakter berani berseberangan?
Iya. Ada tendensi begitu. Yang pertama kali promote Ahok, kan, Gerindra. Begitu enggak menguntungkan, dia tinggal.
Karakter seperti apa yang ideal dan yang buruk bagi DKI Jakarta?
Karakter yang terbaik bagi seorang pemimpin adalah. Analytical-Driver, Driver-Analytical. Kombinasi pintar berpikir tapi bisa memimpin. Atau kombinasi pemimpin tapi punya pola dasar pemikir, jadi tidak hanya marah tapi juga dibarengi daya analitis yang tinggi.
Yang paling bahaya adalah Analytical Amiable. Pemikir tapi juga penurut, 'Asal Bapak Senang'. Atau Expressive- Expressive, pemarah dan eksplosif, tidak mau dengar pendapat orang lain.
Penulis: Dieqy Hasbi Widhana
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti