tirto.id - Kelangkaan serta lonjakan harga masker sejak satu bulan terakhir mulai membuat masyarakat resah. Tak hanya meningkatkan kekhawatiran atas virus Corona, sulitnya mendapatkan masker juga membuat warga terdampak hujan abu erupsi gunung Merapi kian menderita.
Ironisnya, di tengah kesusahaan itu, Presiden Joko Widodo justru mengklaim ketersediaan masker dalam negeri masih aman dan mencapai 50 juta lembar.
Belum jelas dari mana jumlah itu didapatkan, tapi yang pasti: kini kementerian dan lembaga mulai responsif terhadap isu kelangkaan masker.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, misalnya, mengecek ketersediaan masker di apotek perusahaan farmasi pelat merah PT Kimia Farma.
Per Rabu, 4 Maret 2020, jumlah masker di seluruh Apotek Kimia Farma tercatat masih sebanyak 215 ribu lembar dan terbagi dalam 4.000 boks. Masyarakat bisa mendapat harga Rp2.000/lembar tapi pembeliannya dibatasi hanya dua masker untuk satu orang.
Rencananya, Kimia Farma bakal mengimpor 7,2 juta masker dari Cina untuk mengantisipasi kekurangan pasokan.
Sementara dari sisi perniagaan, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mulai mengimbau produsen masker mengurangi ekspor ke luar negeri.
“Saya tekankan tidak ada pelarangan ekspor produk masker ke pasar dunia, tapi pemerintah imbau eksportir prioritaskan pemenuhan kebutuhan masker di dalam negeri,” ucap Agus di Hotel Borobudur, Selasa (3/3/2020).
Bak dipecut cemeti, Kepolisian juga mulai sigap memburu para penimbun masker yang menyebabkan harga melambung. Kemarin, misalnya, Polda Metro Jaya menyita 350 kardus berisi masker berbagai merek yang diduga ditimbun di kawasan Tanjung Duren, Jakarta Barat.
Sebelumnya, Kepolisian juga tmengungkap kasus dugaan penimbulan masker di di Kawasan Pergudangan Central Cakung Blok i No.11 Jalan Raya Cakung Cilincing KM 3, Rorotan Cilincing Jakarta Utara.
Pabrik tersebut digerebek lantaran memproduksi masker tanpa mengantongi sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI) dan tidak memiliki izin dari Kementerian Kesehatan.
Selama ini, menurut Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Guntur Saragih, kenaikan harga masker tak mudah untuk dibendung karena maraknya aksi penimbunan.
Namun yang membuat situasi kian sulit dikendalikan adalah permainan harga di lapisan pedagang eceran. Pedagang eceran yang notabene UMKM, menurut Guntur, tak diatur dalam Undang-Undang nomor 5 tahun 1999 tentang Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tak Sehat.
Ada pun 28 produsen, 55 distributor serta 22 importir masker yang didata oleh KPPU, kata dia, masih menjual dengan harga normal.
"Kami lihat tidak ada kenaikan harga yang signifikan memang tidak bisa dipungkiri ada beberapa penjual [eceran] yang menjual harga yang cukup tinggi tapi kan aturan tersebut enggak berlaku bagi UMKM," ujar dia.
Yang Perlu Dilakukan Pemerintah?
Sebab belum ada dana penanggulangan bencana yang akan digunakan untuk menjamin ketersediaan masker. Padahal, pemerintah sudah menggunakan anggaran itu untuk mengirim 10 ribu masker N95 sebagai bantuan bencana internasional—penanganan virus Corona di Cina.
Selain memastikan ketersediaan masker bagi masyarakat, baik di rumah sakit maupun pertokoan, anggaran itu bisa digunakan untuk menambah dana uji laboratorium.
"Ingat kecepatan konfirmasi laboratorium berperan sangat krusial dalam penanganan kasus. Rumah sakit perlu disediakan dana cukup agar mereka tidak perlu khawatir dng pembiayaan BPJS,” ungkap Drajad.
Editor: Hendra Friana