tirto.id - Pemerintah menetapkan tarif pemotongan PPh Pasal 21 yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023 yang disebut skema To Be. Bagaimana cara menghitung PPh Pasal 21 dengan skema terbaru? Berikut contoh soal PPh Pasal 21, pembahasan, dan jawabannya.
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 merupakan pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima oleh seorang Wajib Pajak pribadi atas pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukannya di dalam negeri.
Adapun Objek Pajak PPh Pasal 21 dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu:
1. Penghasilan Tetap dan Teratur Setiap Bulan yang diterima oleh pegawai seperti gaji dan tunjangan;
2. Penghasilan Tidak Tetap dan Teratur yang diterima oleh pegawai, bukan pegawai, dan peserta kegiatan seperti honor kegiatan, honor narasumber, dan sebagainya.
Tarif besarnya potongan PPh Pasal 21 berbeda-beda berdasarkan lapisan penghasilan kena pajak yang telah ditentukan oleh pemerintah. Berdasarkan UU HPP 7/2021 lapisan penghasilan kena pajak diubah mulai dari Rp60 juta per tahun dengan tarif progresif antara 5% - 35% untuk penghasilan kena pajak diatas Rp5 miliar.
Skema perhitungan PPh Pasal 21 Tarif Efektif Rata-Rata (TER) menjadi lebih sederhana. Skema perhitungan PPh 21 TER berdasarkan PP 58/2023 dibedakan menjadi dua kategori tarif efektif, yaitu Tarif Efektif Bulanan (sesuai PTKP) dan Tarif Efektif Harian.
Contoh Soal PPh Pasal 21 dan Jawaban
Untuk lebih mudah memahami skema penghitungan PPh Pasal 21, berikut ini contoh soal PPh Pasal 21 lengkap dengan pembahasannya.
1. Zeellaa adalah seorang pegawai PT Sinar Sehat. Memiliki NPWP 08.810.850.9.925.000. Status belum menikah. Pada 2017, ia memperoleh gaji pokok bulanan sebesar Rp5.000.000 dan tunjangan struktural Rp2.500.000. Zeellaa membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 5% dari gaji dan iuran pensiun sebesar Rp75.000 setiap bulannya. Anda diminta menghitung PPh Pasal 21 untuk Zeellaa.
Pembahasan:
Gaji Pokok = Rp5.000.000
Tunjangan Struktural = Rp2.500.000
Total = Rp7.500.000
Pengurangan:
Biaya jabatan 5% x Rp7.500.000 = Rp375.000
(max. Rp500.000/bulan)
Biaya pensiun = Rp75.000
Iuran Jaminan Hari Tua:
5% x Rp7.500.000 = Rp375.000.000
Total Pengurangan = Rp375.000 + Rp75.000 + Rp375.000 = Rp825.000
Penghasilan Netto Sebulan = Rp7.500.000 - Rp825.000 = Rp6.675.000
Penghasilan Setahun = 12 x Rp6.675.000 = Rp80.100.000
PTKP (TK/0) = Rp54.000.000
Penghasilan Kena Pajak = Rp80.100.000 - Rp54.000.000 = Rp26.100.000
Pajak Penghasilan atas Gaji Zeellaa adalah:
5% x Rp26.100.000 = Rp1.305.000
Pajak per bulan = Rp1.305.000 : 12 = Rp108.750.
2. Sani pada bulan Januari 2017 bekerja pada PT Sejahtera. Ia menerima upah harian sebesar Rp180.000 per hari. Status menikah tapa tanggungan. Sani bekerja selama 10 hari.
Pembahasan:
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Sani adalah sebagai berikut:
Upah harian = Rp180.000
Penghasilan yang tidak boleh dipotong PPh per hari = Rp162.500
Penghasilan Kena Pajak per hari = Rp180.000 - Rp162.500 = Rp17.500
PPh 21 terutang per hari
PPh 21 terutang per hari = 5% x Rp17.500 = Rp875
PPh 21 terutang 10 hari = 10 x Rp875 = Rp8.750
Catatan: PTKP Rp162.500 berasal dari PTKP SK/0 = Rp58.500.000 : 350 hari.
3. Tommy bekerja di Universitas Terbuka. Ia memperoleh gaji sebulan berupa gaji pokok Rp6.000.000. Tommy juga membayar iuran pensiun sebesar Rp100.000. Tommy juga sudah menikah tapi belum mempunyai anak.
Pembahasan:
Gaji sebulan = Rp6.000.000
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan = 5% x Rp6.000.000 = Rp300.000
2. Iuran Pensiun = Rp100.000
Total Pengurangan = Rp300.000 + Rp100.000 = Rp400.000
Penghasilan Neto Sebulan = Rp6.000.000 - Rp400.000 = Rp5.600.000
Penghasilan Neto Setahun = 12 x Rp5.600.000 = Rp67.200.000
PTKP(K/0) Untuk diri wajib pajak = Rp54.000.000
WP Menikah = Rp4.500.000
Total = Rp54.500.000 + Rp4.500.000 = Rp58.500.000
Penghasilan Kena Pajak = Rp67.200.000 - Rp58.500.000 = Rp8.700.000
PPh 21 Setahun = 5% x Rp8.700.000 = Rp435.000
PPh 21 Sebulan = Rp435.000 : 12 = Rp36.250
4. Endang adalah karyawati dengan status menikah tanpa anak. Ia bekerja di PT. X dengan gaji Rp7.500.000 per bulan. Endang membayar iuran pensiun sebesar Rp100.000 setiap bulan. Diketahui bahwa suami Enda tidak mempunyai penghasilan apa pun. Pada bulan Juli, selain menerima gaji, Endang juga menerima pembayaran atas lembur sebesar Rp2.500.000. Penghitungan PPh 21 pada bulan Juli adalah....
Pembahasan:
Gaji sebulan = Rp7.500.000
Lembur = Rp2.500.000
Penghasilan bruto sebulan = Rp10.000.000
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan = 5% x Rp10.000.000 = Rp500.000
2. Iuran Pensiun = Rp100.000
Total Pengurangan = Rp500.000 + Rp100.000 = Rp600.000
Penghasilan Neto Sebulan = Rp10.000.000 - Rp600.000 = Rp9.600.000
Penghasilan Neto Setahun = 12 x Rp9.600.000 = Rp112.800.000
PTKP(K/0) Untuk diri wajib pajak = Rp54.000.000
WP Menikah = Rp4.500.000
Total = Rp54.500.000 + Rp4.500.000 = Rp58.500.000
Penghasilan Kena Pajak = Rp112.800.000 - Rp58.500.000 = Rp54.300.000
PPh 21 Setahun =
5% x Rp50.000.000 = Rp2.500.000
15% x Rp4.500.000 = Rp645.000
Total PPh 21 Setahun = Rp3.145.000
PPh 21 Sebulan = Rp3.145.000 : 12 = Rp262.083
5. Aliyanto melakukan jasa perawatan mesin fotokopi kepada PT BCD dengan imbalan Rp28.000.000. Aliyanto mempergunakan tenaga 5 orang pekerja dengan membayarkan upah harian masing-masing sebesar Rp750.000.
Upah harian yang dibayarkan untuk 5 orang pekerja selama 3 hari melakukan pekerjaan adalah Rp11.250.000. Selain itu, Aliyanto juga membeli spare part mesin fotokopi yang dipakai untuk perawatan sebesar Rp5.550.000. Maka, berapakah PPh Pasal 21 yang terutang?
Pembahasan:
Berdasarkan perjanjian serta dokumen yang diberikan Aliyanto, diketahui bahwa yang menjadi penghasilan bruto adalah upah yang harus dibayarkan kepada pekerja harian yang dipekerjakan oleh Aliyanto dan biaya untuk membeli spare part mesin fotokopi.
Maka, jumlah penghasilan bruto sebagai dasar perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh PT BCD atas imbalan yang diberikan kepada Aliyanto adalah sebesar penghasilan bruto dikurangi upah tenaga kerja harian yang dipekerjaan Aliyanto dan biaya spare part mesin fotokopi. Perhitungannya sebagai berikut:
Rp28.000.000 – (Rp11.250.000 + Rp 5.550.000) = Rp 11.200.000
PPh Pasal 21 yang harus dipotong PT BCD atas penghasilan yang diterima Aliyanto adalah sebesar:
5% x 50% x Rp 11.200.000 = Rp280.000
Dalam hal Aliyanto tidak memiliki NPWP maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh PT BCD menjadi:
120% x 5% x 50% x Rp 11.200.000 = Rp 336.000
Catatan: untuk pembayaran upah harian kepada masing-masing pekerja wajib dipotong PPh Pasal 21 oleh Aliyanto.
Penulis: Robiatul Kamelia
Editor: Yulaika Ramadhani