tirto.id - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang Pemerintah Indonesia mencapai Rp7.805,19 triliun hingga Juni atau semester I-2023. Posisi utang ini setara dengan 37,93 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menilai bahwa utang ini akan menjadi warisan pemerintah selanjutnya. Dia mendorong agar presiden terpilih selanjutnya bisa melakukan langkah-langkah progresif untuk menurunkan beban warisan utang pemerintah sebelumnya.
"Pertama dengan meminta pembatalan pokok utang dan bunga utang. Karena sebagian pinjaman itu bisa dikurangi digantikan dengan program yang bisa menurunkan emisi karbon atau program pro lingkungan," ujarnya kepada Tirto, Kamis (3/7/2023).
Kedua, presiden terpilih juga bisa memanfaatkan fasilitas penundaan pembayaran utang yang diinisiasi negara G-20. Meskipun sifatnya temporer, tetapi ini diharapkan bisa memberikan ruang bagi presiden terpilih nanti untuk mengatur ulang kembali beban utangnya.
Selanjutnya, presiden terpilih juga harus berani memangkas belanja-belanja yang boros. Contohnya belanja tidak korelasi dengan daya saing seperti belanja pegawai.
"Ini sudah minta gaji menteri naik sudah minta gaji PNS naik. Harusnya belanja pegawai dikurangi karena itu salah satu kontributor menyempitnya ruang fiskal," ujarnya.
Kemudian dari sisi pajak, jika mau kemampuan bayar utangnya baik, maka kemampuan menghasilkan penerimaan pajak itu harus didorong. Minimum kata Bhima, rasio pajak Indonesia bisa di atas 12 persen. "Itu idealnya," imbuhnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Reja Hidayat