tirto.id - Jalan Kramat Raya tampak lengang pukul 10.30, Jumat (26/10/2018) pagi. Kemacetan yang tak pernah absen saban pagi di jalan itu sudah hilang. Para pekerja mungkin telah tiba di tempat kerja masing-masing.
Tampak beberapa bendera hitam dan putih bertuliskan kalimat tauhid di tiang-tiang listrik sebelah kiri Jalan Kramat Raya, dari arah Atrium Senen ke Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Bendera berukuran sekitar 60 centimeter x 30 centimeter itu berada tepat di pintu Jalan Kramat Lontar dan Jalan Kramat Sentiong.
Bendera paling besar berukuran 2 meter X 1 meter berada di tiang listrik Jalan Kramat Lontar, persis di seberang kantor PBNU.
Itu hari Jalan Kramat Raya akan jadi lokasi demonstrasi yang sedianya digelar bada salat Jumat, tepatnya pukul 13.30. Menurut informasi yang beredar di media sosial, ada dua kelompok yang akan turun ke jalan: Forum Aktivis Islam, yang kabarnya menurunkan 10 ribu orang; dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang se-Jakarta yang mungkin membawa 200 orang.
Keduanya menuntut hal serupa: agar Pengurus Besar Nahdlatul 'Ulama (PBNU) meminta maaf kepada seluruh umat Islam. Mereka juga mendesak NU membubarkan Banser dan GP Ansor—dua organisasi sayap di bawah NU.
Kepada polisi, mereka meminta pelaku pembakaran bendera tauhid (versi lain menyebut bendera Hizbut Tahrir Indonesia, tergantung Anda menafsirkannya) di Garut, Jawa Barat, pada 22 Oktober lalu ditangkap dan dihukum.
Hingga pukul 11.30 atau menjelang salat Jumat dimulai, kantor PBNU masih sepi, seperti tak akan menghadapi apa-apa. Tak lama setelah saya tiba, Koordinator Lapangan Banser Usman Daud datang sendirian dan mengobrol dengan satpam kantor PBNU.
Banser Siap Menghadang, Aksi Malah Batal
Setelah salat Jumat, keadaan PBNU masih juga normal. Dua satpam yang ada di pos kembali menyeruput kopi yang sudah diseduh sebelum salat. Saya ditawari ngopi.
Pukul 13.10, Banser mulai berdatangan ke area parkiran PBNU. Hadir juga ormas Kristen bernama Patriot Manguni Makasiouw. Dua kelompok itu langsung apel. Instruksi pimpinan apel jelas: menjaga kantor PBNU.
"Di sini tugas kita menjaga PBNU. Semua harus berada di dalam area parkir, jangan ada yang ke luar," kata Usman Daud setengah berteriak.
Ia juga mengimbau kepada seluruh Banser yang siang itu berjumlah 40 orang dan Patriot Manguni Makasiouw yang jumlahnya 60 orang agar tidak mudah 'terpancing' dan sekaligus tidak 'memancing' massa.
Dua jam mereka bersiaga. Tapi yang ditunggu-tunggu tak juga terlihat batang hidungnya. Beberapa wartawan yang meliput tertidur pulas di pelataran lobi.
Bung Renal, koordinator sekaligus narahubung Forum Aktivis Islam yang seruan aksinya sampai ke grup WhatsApp kantor saya, sedari Kamis (25/10/2018) malam tak bisa dihubungi. Nomornya tidak aktif. Hingga terakhir saya telepon pukul 15.00 pun masih tak ada kepastian massa aksi jadi berdemo atau tidak.
Ternyata, HMI Cabang se-Jakarta juga membatalkan aksi. Imran Katmas dari HMI Jakpus-Utara menyatakan aksi dibatalkan karena ada pihak tertentu yang mengintervensi mereka. Seluruh cabang HMI se-Jakarta pun, katanya, belum berunding. Kabar itu saya dapat dari rilis yang Imran sebar lewat pesan teks.
Dua demo ini memang nampaknya terlalu dibesar-besarkan. Sebab faktanya tidak ada sama sekali.
Ketua Umum Patriot Garuda Nusantara (PGN) Nurul Arifin atau yang akrab disapa Gus Nuril hadir di PBNU pukul 15.45. Pria yang pernah memimpin Pasukan Berani Mati di era presiden Abdurrahman Wahid ini mengatakan meski tidak ada demo, ia memastikan akan tetap melindungi kantor PBNU dari segala ancaman.
Ada 'Tamu' Dadakan
Tak lama setelah Gus Nuril diwawancarai wartawan, tiba-tiba beberapa anggota Banser berjalan cepat. Mereka keluar dari halaman PBNU dan bergegas ke arah kantor GP Ansor yang jaraknya cuma 300 meter. Beberapa orang menghalangi.
Ternyata mereka melihat ada anggota GP Ansor yang bersitegang dengan massa aksi bela tauhid. Ini adalah massa lain yang pada saat yang sama mendemo Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Pantauan reporter Tirto yang meliput aksi dari Forum Umat Islam ini mengatakan massa membubarkan diri pukul 16.00, sementara keributan ini terjadi setengah jam setelahnya.
Beberapa massa aksi bela tauhid yang berada di depan kantor GP Ansor emosi dan menuding pihak GP Ansor melempari mereka dengan batu.
"Kami cuma lewat, apa salah kami?"
"Sialan!"
"Astaghfirullah!"
"Ini harus ditindak oleh aparat. Pak Polisi tolong tangkap!"
Komandan Lapangan Banser Jakarta Abdul Mufid menepis tudingan kalau anggotanya melempari massa. Ia mengatakan kalau pun ada yang melempar batu adalah oknum di luar Banser dan mungkin saja provokator.
"Kami tidak melayani massa seperti itu. Kami menjaga agar tidak bentrok. Justru dari pihak sana yang memanas-manasi dengan lama berhenti di depan kantor GP Ansor," katanya kepada saya, yang sama-sama masih ada di lingkungan kantor.
Apa yang dikatakan Abdul benar belaka. Saya melihat langsung bagaimana massa Forum Umat Islam berhenti lama di depan Jalan Kramat Lontar, yang berada persis di seberang PBNU. Mereka berbaris mengular sepanjang 200 meter.
Di depan kantor PBNU hanya terlihat beberapa pengurus PBNU dan polisi. Banser, dan beberapa ormas lainnya, berada di dalam halaman PBNU dan tidak keluar agar tidak memancing emosi sesuai arahan Usman Daud dan Gus Nuril.
Massa aksi itu meneriakkan segala hal ke arah PBNU. Setengah bahu jalan dipadati massa, sisanya dipakai pengguna jalan lain. Kendaraan pun jadi mengular. Macet.
"Allahu Akbar!"
"Jangan menistakan Islam! Gua hajar lu!"
Polisi dan TNI yang berusaha membubarkan dengan tenang diabaikan.
Bubar Setelah Cekcok
Beberapa pemimpin massa aksi bela tauhid, yang menggunakan sorban, menyeberang jalan dan menghampiri kantor PBNU. Di depan kantor PBNU sudah menanti Gus Nuril bersama beberapa pengurus PBNU lain.
"Kami di sini tidak ingin memecah belah bangsa. Kami ingin damai. Hanya saja kami meminta massa aksi dari PBNU untuk masuk ke dalam kantor agar tidak mengundang emosi massa di sana," kata salah satu pemimpin massa aksi bela tauhid sembari menunjuk ke massanya sendiri di seberang jalan.
"Lho, ini daerah kami. Ini kantor kami. Banser dan lain-lain pun di dalam area PBNU dari tadi. Kalian kalau mau lewat ya silakan saja, jangan mengatur-atur kami," balas Gus Nuril.
Setelah percekcokan panjang dan penolakan pihak PBNU untuk mediasi di dalam kantor, akhirnya kedua pihak sepakat berdamai dan membubarkan diri.
Tak lama kemudian azan Magrib berkumandang. Seluruh anggota Banser dan pengurus PBNU mengambil wudu dan memasuki Masjid An-Nahdlah di PBNU.
Ketua PBNU Said Aqil Siradj tiba dan langsung menuju lift, tanpa memberikan keterangan apa-apa ke wartawan.
Demikianlah. Setelah seharian penuh, yang tersisa malam itu cuma suara bising mobil dan motor, serta seorang ibu-ibu penjual nasi uduk yang menggerutu: "besok-besok kalau demo jangan di sini, deh. Berisik!"
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino