tirto.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong sekolah-sekolah untuk memberikan pemahaman literasi digital kepada murid-muridnya.
Hal ini dilakukan sebagai upaya menangkal terjadinya penyalahgunaan media sosial yang kurang tepat.
Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno Listyarti mengatakan, setidaknya satuan pendidikan minimal menerapkan 3B, yakni.
1. Benar adakah peristiwa itu (bukan peristiwa hoaks)?
2. Baik atau tidak jika saya menyebarkan informasi itu?
3. Bermanfaatkan informasi itu jika saya sebarkan?
"3B ini penting untuk didengungkan pihak sekolah agar anak-anak yang akrab dengan media sosial bisa belajar memilah informasi," ujar Retno di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (15/4/2019).
Sekolah menurutnya memegang peran penting sebab sebagian besar waktu anak-anak dihabiskan di dalam sekolah.
Ia menambahkan, hal ini menjadi penting, ketika melihat fenomena yang belakangan ini terjadi kasus perundung dilakukan dan menimpa anak dengan status sebagai pelajar.
Menurutnya kejadian perundungan tidak hanya berpotensi terjadi di dunia nyata, melainkan media sosial juga.
"Efek cyberbully lebih berat ketibang efek bully di dunia nyata," ujarnya.
Komisioner Anak Berhadapan Hukum KPAI, Putu Elvina berencana untuk membuat aturan yang diperuntukkan melindungi akun media sosial baik anak sebagai korban maupun anak sebagai pelaku kekerasan.
Hal tersebut dilakukan untuk meminimalisir adanya perundungan berkelanjutan.
Salah satu upayanya dengan membekukan akun anak-anak yang terlibat kasus secara sementara.
Namun menurutnya untuk melakukan hal tersebut, perlu ditetapkan aturan baru bagi KPAI serta koordinasi dengan kementerian terkait.
"Untuk bisa melakukan itu, kami perlu berkoordinasi dengan Kominfo untuk pembekuan sementara akun tersebut, yang kira-kira bisa berdampak pada cyberbully yang lebih lanjut," pungkasnya.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Nur Hidayah Perwitasari