Menuju konten utama

Kasus Perundungan AY, KPAI: Jaga Identitas Korban dan Pelaku

Ketua KPAI Susanto menekankan pentingnya bagi siapapun yang hendak menyampaikan kabar dari kasus perundungan tersebut untuk menjaga kerahasiaan identitas baik korban dan pelaku.

Kasus Perundungan AY, KPAI: Jaga Identitas Korban dan Pelaku
Ilustrasi setop kekerasan. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti perihal maraknya informasi yang berkembang baik di sosial media maupun media massa terhadap kasus perundungan siswi SMP di Pontianak bernama AY.

Ketua KPAI Susanto menekankan pentingnya bagi siapapun yang hendak menyampaikan kabar dari kasus perundungan tersebut untuk menjaga kerahasiaan identitas baik korban dan pelaku. Hal itu untuk menghindari tekanan psikologis yang kompleks dan stigma negatif pada kedua belah pihak.

"Penyebaran identitas korban dan pelaku merupakan pelanggaran hukum," ujarnya dalam keterangan tertulis yang Tirto terima, Kamis (11/4/2019).

Pelanggaran yang dimaksud Susanto merujuk pada UU 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Pasal 19 (1) Identitas Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di media cetak ataupun elektronik. (2) Identitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi nama Anak, nama Anak Korban, nama Anak Saksi, nama orang tua, alamat, wajah, dan hal lain yang dapat mengungkapkan jati diri Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi.

Sedangkan Pasal 97 ditegaskan bahwa Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 19 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Atas dasar itu pula, Susanto juga mengimbau kepada pemerintah daerah setempat untuk dapat memastikan rehabilitasi yang komprehensif untuk korban, penyediaan pendampingan hukum, psikososial dan mengambil langkah-langkah untuk mencegah agar korban dan pelaku tidak mendapat perlakuan salah akibat viralnya berita perundungan ini.

Ia juga berharap, agar semua pihak dapat menghormati proses hukum yang sedang berjalan, agar tidak terjadi bias persepsi perihal kasus tersebut. Serta membiarkan kasus tersebut diproses sesuai dengan UU No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

"Sehingga berpotensi merugikan anak dan rentan menjadi secondary victim baik anak korban maupun pelaku, kami berharap semua pihak menghormati proses penyidikan yang sedang dilakukan kepolisian," tuturnya.

Lebih lanjut lagi ia mengatakan, penting bagi orangtua dan sebagai gerbang utama pendidikan anak-anaknya dan satuan pendidikan untuk memberikan pemahaman digital yang mumpuni. Tujuannya agar anak tidak melakukan perundungan dan bijak dalam menggunakan sosial media.

"Seiring dengan pesatnya dunia digital, dewasa ini anak rentan terpapar dampak negatif dan mengimitasi perilaku yang tak pantas bahkan melanggar hukum, maka satuan pendidikan dan keluarga perlu meningkatkan pengetahuan digital," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait KASUS PENGANIAYAAN

tirto.id - Sosial budaya
Sumber: Siaran Pers
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno