Menuju konten utama

Mendulang Sukses di E-Commerce Lewat Kebangkitan Shoppertainment

Gempuran e-commerce telah melahirkan shoppertainment model baru yang lebih adaptif dan menyita perhatian audiens.

Mendulang Sukses di E-Commerce Lewat Kebangkitan Shoppertainment
Header Side Job. tirto.id/Fuad

tirto.id - Industri ritel tengah memasuki babak baru dengan adanya paradigma bahwa berbelanja bukan lagi hanya urusan membeli produk tetapi lebih daripada itu: bagaimana mengail pengalaman pelanggan. Shoppertainment pun maju ke tengah arena.

Survei TikTok dengan Boston Consulting Group (BCG) mengungkap shoppertainment bernilai USD satu triliun pada 2025 mendatang. Perputaran modal segigantik ini bahkan hanya mencakup wilayah Asia Pasifik.

Tentu tak mengejutkan kalau pasar ritel kini tengah mengandalkan apa yang sejak awal kita sebut sebagai “shoppertainment”, sebuah strategi pemasaran yang memadukan kekuatan hiburan dengan pengalaman berbelanja.

Meski sebagai teori shoppertainment tak lahir kemarin sore, namun kemunculannya di tengah gempuran e-commerce telah melahirkan model baru yang lebih adaptif dengan tren belanja hari ini.

Sekarang, saat semua orang menghabiskan nyaris sebagian besar waktu mereka di depan layar, konsumen membeli sesuatu hanya dengan satu kali klik. Semua informasi yang kita butuhkan untuk menekan tombol klik itu ada di layar.

Apa yang tampil di layar menjadi penting. Teks, gambar, dan terutama video yang menggabungkan kekuatan teks, gambar, dan suara dalam satu paket tayangan.

Forbes dalam salah satu laporannya yang berjudul Why And How Brands Can Leverage ‘Shoppertainment’ menyebutkan para ahli pemasaran sebetulnya telah menyadari kekuatan video sejak jauh-jauh hari. Hanya saja kekuatan itu menjadi berkali-kali lipat sekarang.

Shoppertainment pun memperoleh kekuatannya kembali justru dari sini. Kebiasaan kita menatap layar gawai seharian memungkinkan para pemasar mengubah pemirsa menjadi pembeli melalui penetrasi konten-konten shoppertainment.

Jenis Shoppertainment

Studi tentang perilaku konsumen telah memperlihatkan bagaimana pola konsumsi kita dari waktu ke waktu. James F. Engel, seorang profesor dan pakar perilaku konsumen dari The Ohio State University membagi konsumen ke dalam dua kategori berdasarkan pola perilakunya.

Pertama, konsumen dengan dorongan impulsif yang bisa langsung membeli apa yang mereka lihat. Kedua, konsumen yang merencanakan pembeliannya sebelum melakukan pembelian.

Sementara, Philip Kotler, seorang konsultan bisnis ternama mengungkapkan bahwa perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis.

Dengan mempelajari pola perilaku konsumen yang terus berubah sepanjang waktu, perusahaan didorong untuk mengeluarkan inovasi-inovasi baru yang bisa mempengaruhi konsumen melakukan pembelian, termasuk salah satunya lewat strategi shoppertainment.

Untuk memudahkan penetrasi pasar, shoppertainment pun dibedakan menjadi beberapa jenis di antaranya:

1. Polling & Kuis

Polling bisa jadi cara efektif untuk menguji pengetahuan konsumen mengenai produk dan brand. Sedangkan kuis bisa jadi sarana hiburan bagi konsumen terutama kuis berhadiah. Kedua cara ini juga bisa dimanfaatkan untuk mengumpulkan informasi yang bisa dipakai untuk membantu mengoptimalkan pengalaman pengguna dan menjaga pengguna terlibat secara konsisten dengan brand yang sedang kita bangun.

2. Kontes

Salah satu keuntungan shoppertainment adalah efektivitas biaya. Berbeda dengan campaign atau aktivasi yang membutuhkan biaya besar, lewat kontes video misalnya, brand berpeluang mendulang konten yang bisa digunakan secara berulang untuk kebutuhan promosi. Cara-cara kreatif dan unik dalam penyusunan kontes juga bisa meningkatkan pengalaman berbelanja dan menghibur pengguna.

3. Augmented Reality

Teknologi yang disebut augmented reality (AR) ini memungkinkan pengguna melihat objek 3D dalam ruang fisik. Cara ini pernah dipakai oleh peritel furnitur dari Swedia, IKEA, melalui aplikasi mereka yang bernama IKEA Place.

Pengguna dapat melihat meja, kursi, lemari, dan barang-barang furnitur lainnya menggunakan model virtual skala penuh dengan hanya bermodalkan ponsel pintar. Calon pembeli pun bisa melihat produk dari setiap sudut tanpa perlu pergi ke toko.

Kemudahan ini tentu menguntungkan kedua belah pihak, baik dari sisi produsen maupun konsumen sebab pengguna bisa mendapatkan informasi secara real-time tanpa sampel produk fisik.

Infografik Side Job

Infografik Side Job. tirto.id/Fuad

4. Gamification

Salah satu kelebihan shoppertainment yang paling diperhitungkan oleh para pemain e-commerce adalah kemampuannya menciptakan gamifikasi. Gamifikasi mengubah pengalaman biasa menjadi pengalaman bermain.

Ini memudahkan brand terhubung dengan audiens lewat pengalaman yang tidak biasa. Beberapa contoh gamifikasi yang sempat populer di pasar ritel Indonesia adalah Shopee Cocoki, Shopee Tanam, LazGame dari Lazada, hingga Tap Tap Kotak dari Tokopedia.

5. Video Belanja Interaktif

Sejak beberapa tahun belakangan, video pendek jadi salah satu kanal pemasaran paling efektif di antara yang lain. Tren ini tak lepas dari keberadaan fitur di media sosial yang mempermudah pengguna untuk saling berbagi seperti lewat reels dan TikTok.

Video belanja interaktif juga memudahkan pengguna dalam mempelajari produk dan mempersingkat proses hingga sampai kepada keputusan pembelian.

6. Live Streaming

Live shopping tengah menjadi primadona di antara jenis-jenis konten shoppertainment yang lain. Metode ini memanfaatkan fitur siaran langsung untuk mempromosikan berbagai produk secara real-time melalui acara khusus.

Selama siaran berlangsung, penonton dapat berinteraksi dengan mengajukan pertanyaan tentang produk, mempelajari lebih lanjut produk-produk yang ditawarkan, bahkan hingga mengajukan penawaran harga tak ubahnya seperti di pasar.

Live Streaming Terlaris

Sebelum dilarang secara resmi oleh pemerintah, TikTok Shop sempat jadi angin segar bagi para pedagang dan creator di Indonesia. Popularitas platform jual beli ini terus merangkak naik meski usianya paling muda di antara yang lain.

Salah satu brand yang sempat mendulang keuntungan dari keberadaan platform ini adalah BARDI, brand elektronik dan peralatan smart home asal Indonesia.

Survei TikTok melaporkan lebih dari 370 produk milik BARDI berhasil terjual selama sesi siaran langsung. Kesuksesan BARDI ini diperoleh dengan cara mengajak para kreator TikTok untuk menyajikan konten yang menghibur dan persuasif sehingga mendorong penonton membeli produk-produk yang telah mendapatkan diskon. Kampanye ini berhasil mendatangkan lebih dari 89 ribu penonton selama siaran berlangsung.

Walau demikian, pesatnya pertumbuhan TikTok Shop ternyata belum mampu mengalahkan Shopee yang masih menduduki posisi pertama sebagai platform e-commerce dengan live streaming paling diminati di Indonesia.

Laporan dari Populix berjudul Studi dan Analisis Ekosistem Belanja Online melalui Live Streaming di Indonesia menunjukkan bahwa live streaming Shopee jadi yang paling sering digunakan diikuti TikTok, Tokopedia, dan Lazada, melansir siaran pers.

Studi yang melakukan survei dari total 506 responden menemukan Shopee Live menjadi platform dengan jumlah transaksi dan nilai transaksi tertinggi dengan perolehan secara berturut-turut sebesar 56% untuk Shopee Live, TikTok Live 30%, Tokopedia Play 8%, dan LazLive 6%.

Populix mengungkapkan, beberapa aspek yang membuat Shopee Live paling diminati ketimbang platform lain adalah:

Salah satu yang penting dan agaknya justru sering terlewat adalah kemampuan produsen untuk mendengar kebutuhan konsumen. Dalam hal ini brand harus bekerja secara berkelanjutan untuk mengumpulkan informasi terkait konten-konten yang paling diminati oleh audiens mereka.

Pekerjaan semacam ini tak pernah selesai dalam sekali duduk. Untuk bisa menciptakan konten shoppertainment yang sukses, para pelakunya perlu melakukan trial and error. Pada akhirnya, cara baru atau pun cara lama, prinsip-prinsip yang dijalankan bagaimana pun tak pernah jauh berbeda.

Baca juga artikel terkait SIDE JOB atau tulisan lainnya dari Ruhaeni Intan

tirto.id - Bisnis
Kontributor: Ruhaeni Intan
Penulis: Ruhaeni Intan
Editor: Dwi Ayuningtyas