Virus corona Covid-19 mengubah kehidupan sebagian besar masyarakat di Indonesia dan turut berdampak pada kondisi ekonomi.
Terdapat orang-orang yang masih mendapatkan gaji dengan besaran normal di tengah krisis, tapi ada pula yang pemasukannya berkurang drastis karena pekerjaan tertunda akibat pembatasan sosial yang membuat pola hidup akhir-akhir ini berubah.
Perencana keuangan Prita Hapsari Ghozie dalam video live di Instagram bersama psikolog Analisa Widyaningrum, Selasa, memberikan kiat-kiat mengatur keuangan di tengah pandemi COVID-19.
Menurut Prita, pandemi COVID-19 berdampak besar bagi mereka yang penghasilannya terhalang akibat pembatasan sosial, misalnya dokter yang mengandalkan pemasukan dari praktik atau pemilik restoran yang sepi pengunjung karena orang berdiam diri di rumah.
Hal penting yang harus dilakukan adalah mengevaluasi penghasilan yang didapat selama wabah virus corona masih tersebar. Catatlah besaran penghasilan yang didapat secara rapi.
Pekerja lepas bisa mengevaluasi aset yang mereka punya dalam bentuk uang hingga perhiasan emas. Hitung juga pemasukan dari proyek-proyek yang sudah dikerjakan.
Kemudian, buat hitung pengeluaran apa saja selama tiga bulan ke depan.
"Ada pengeluaran wajib, ada pengeluaran kebutuhan," kata Prita.
Pengeluaran wajib yang dia maksudkan adalah cicilan, uang sekolah anak hingga gaji untuk asisten rumah tangga.
Sementara pengeluaran kebutuhan bisa disesuaikan dengan kondisi, seperti uang untuk makan. Dalam situasi sulit, setiap orang bisa menyesuaikan menu agar pengeluaran lebih irit.
Yang patut diingat adalah mengetahui mana prioritas. Aturlah pengeluaran sesuai dengan kesanggupan. Jangan berfoya-foya saat pemasukan terbatas.
"Selama tiga bulan, yang sifatnya keinginan tunda dulu karena kita tidak punya kemewahan untuk membeli keinginan. Fokusnya kewajiban dan kebutuhan," ia menegaskan.
Jika besaran pengeluaran lebih besar dari penghasilan, selisihnya bisa diatasi dari tabungan atau dana darurat.
"Kalau tidak yakin bagaimana penghasilan kita, mau tidak mau harus ada penyesuaian gaya hidup," ujar dia.
Ia juga menyarankan untuk membagi pendapatan menjadi tiga, yakni untuk kebutuhan sehari-hari, tabungan serta hiburan.
Di masa seperti ini, sebaiknya alokasikan 70 persen pendapatan untuk kebutuhan sehari-hari --termasuk membeli produk sanitasi untuk menjaga kebersihan-- dan sisanya dimasukkan ke dalam tabungan.
"Untuk playing, jatahnya 0 persen."
Bagaimana dengan orang yang tak punya dana darurat?
Bila punya banyak cicilan, evaluasi lagi mana barang yang memang betul-betul diperlukan. Jika dirasa tidak terlalu penting, lebih baik dijual agar ada pemasukan.
"Kalau kita punya cicilan, artinya belum ada uang untuk membeli barang itu. Kalau tidak ada penghasilan, tidak bisa dipertahankan gaya hidup seperti itu," kata Prita.
Dari sekian banyak cicilan, entah itu motor hingga gawai, ada satu cicilan yang menurut Prita laik dipertahankan dan diperjuangkan: rumah tinggal.
"Kalau ada pinjaman di luar itu bisa dipertimbangkan ulang. Kalau ada uangnya lagi, nanti bisa dibeli lagi."
Masa berdiam diri di rumah jadi kesempatan untuk orang-orang yang selama ini tak sempat atau malas untuk mencatat keuangan mereka. Saat ini banyak aplikasi penunjang yang membuat pencatatan keuangan jadi lebih praktis.
Ia mengingatkan sehat finansial adalah hal yang harus diupayakan sebab tak peduli seberapa besar penghasilan, tanpa ada manajemen yang baik, semuanya bisa "menguap" tak bersisa.
"Jangan lupa bersyukur, bayar zakat, banyak sedekah, mungkin apa yang diperoleh itu berkat doa orang lain, barangkali harus bantu orang lain di sekitar.