tirto.id - Pemilihan anggota Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) oleh Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto yang kemudian dilantik oleh Presiden Joko Widodo diprotes tujuh organisasi dan asosiasi kedokteran. Mereka menganggap anggota konsil tak merepresentasikan organisasi dan asosiasi profesi sebagaimana yang diamanatkan undang-undang.
Mereka adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI); Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI); Majelis Kolegium Kedokteran Gigi Indonesia (MKKGI); Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI); Asosiasi Fakultas Kedokteran Gigi Indonesia (AFDOKGI); Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI); dan Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan Indonesia (ARSPI). Protes disampaikan melalui pernyataan pers resmi yang disiarkan melalui Youtube, Senin (24/8/2020).
Wakil Ketua PDGI Ugan Gandar membacakan pernyataan bersama yang ditandatangani seluruh ketua asosiasi. Ia mengatakan Keppres Nomor 55/ 2020 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Keanggotaan KKI Periode 2020–2025 tertanggal 11 Agustus 2020 cacat hukum karena tak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, tepatnya pasal 14 ayat 1 dan 4.
Ayat satu menjabarkan soal komposisi keterwakilan anggota KKI yang terdiri dari 17 unsur. Tujuh di antaranya haruslah perwakilan organisasi dan asosiasi profesi kedokteran yang jumlahnya 10 orang (satu asosiasi ada yang dapat menunjuk lebih dari satu wakil). Sisanya berasal dari unsur lain seperti tokoh masyarakat, kementerian kesehatan, dan pendidikan.
Mekanisme pengangkatan berawal dari pengusulan nama oleh organisasi profesi ke Menkes. Menteri lantas menyerahkannya lagi ke Presiden untuk dilantik. Ini tertera dalam pasal 14 ayat 4 yang menyatakan, “Menteri dalam mengusulkan keanggotaan KKI harus berdasarkan usulan dari organisasi dan asosiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).”
Masalahnya, nama-nama yang diserahkan ke Presiden dan lantas dilantik itu bukan usul asosiasi. Nama-nama yang diusulkan oleh tujuh organisasi dan asosiasi profesi tak ada yang dipilih sama sekali.
Ugan, mewakili asosiasi, lantas menganggap Menkes “telah melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sehingga patut diduga adanya penyalahgunaan wewenang.”
Usulan nama telah diberikan sejak awal 2019. Saat itu Menkes masih dijabat oleh Nila Moeloek. Saat itu, Nila memberikan saran perbaikan karena dari beberapa nama yang diusulkan ada yang tidak bersedia menyatakan bersedia mengundurkan diri sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
Atas permintaan Nila, asosiasi mengusulkan kembali nama-nama baru hingga kemudian Menkes dijabat oleh Terawan.
Ugan menyatakan tidak benar bahwa organisasi profesi dan asosiasi tidak mengajukan nama. Tidak benar pula bahwa jumlah usulan kurang dan dianggap tidak memenuhi syarat sehingga menjadi dasar bagi Terawan untuk mengajukan usulan nama sendiri.
Organisasi dan asosiasi profesi tentu saja kecewa, terlebih menurutnya KKI merupakan salah satu produk reformasi kedokteran. KKI ini, kata Ugan, merupakan “amanah umum Reformasi 1998 tentang pelibatan elemen civil society dalam penyelenggaraan urusan publik” sehingga penting untuk memastikan KKI sebagai badan otonom dan independen dan jauh dari kepentingan kelompok tertentu.
“Menjadi penting untuk memastikan agar perwakilan setiap unsur penyusun komposisi pimpinan KKI benar-benar lahir dari pilihan sadar dan independen dari kelompok yang diharapkan terwakili,” kata Ugan.
Kekecewaan juga diungkapkan oleh Ketua MKKI David Perdanakusuma. Ia mengatakan Menteri Terawan tak pernah sama sekali mengomunikasikan nama-nama yang diajukan. Bahkan ia baru mengetahui anggota KKI yang baru sehari sebelum dilantik.
“Dari anggota KKI yang baru ini tidak ada satu pun dari usulan kami. Dan pilihan tidak berdasarkan acuan yang benar. Dengan kata lain, anggota yang dipilih melanggar itu,” katanya.
UU 29/2004 mengatakan KKI mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan, penetapan, serta pembinaan dokter dan dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran dalam rangka meningkatkan mutu. KKI juga bertugas meregistrasi dokter dan dokter gigi; mengesahkan standar profesi dokter dan dokter gigi; dan melakukan pembinaan.
Karena perannya itu, KKI akan sangat membutuhkan kerja sama dan koordinasi dengan asosiasi kesehatan.
Ia khawatir pengangkatan ini membuat pelayanan kesehatan menjadi terganggu dan membuat konsentrasi para dokter juga terganggu di tengah pandemi.
Ketua Umum PB IDI Daeng M Faqih juga menyayangkan sikap Menkes Terawan yang tak memilih satu pun usulan nama dari organisasi dan asosiasi profesi. Hal itu, menurutnya, dapat menjadikan koordinasi dan konsolidasi untuk membangun negara makin buruk. “Kementerian bersama dengan organisasi profesi itu semestinya bergandeng tangan,” ujarnya.
Terawan Ubah Aturan
Menteri Terawan menjelaskan pemilihan anggota KKI periode 2020-2025 yang menuai protes dari organisasi dan asosiasi profesi lewat keterangan resmi yang diunggah di laman Kemkes pada 19 Agustus 2020. Pengusulan nama dimulai Februari 2019.
Berdasarkan Perpres Nomor 35 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Keanggotaan KKI dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 496/Menkes/Per/V/2008 tentang Tata Cara Pengusulan Calon Anggota KKI, masing-masing unsur mengusulkan kepada Menkes paling lambat empat bulan sebelum masa bakti anggota KKI periode berjalan berakhir. Lalu Menkes mengusulkan kepada Presiden paling lambat dua bulan sebelum masa bakti anggota KKI periode berjalan berakhir.
Sejumlah nama-nama yang diusulkan oleh masing-masing unsur belum memenuhi syarat. Mereka antara lain tidak dilengkapi surat pernyataan melepaskan jabatan pada saat dilantik, surat pernyataan pemberhentian sementara dari PNS, hingga adanya pengusulan satu calon anggota KKI oleh dua unsur.
Namun, hingga masa jabatan KKI 2014-2019 berakhir, nama-nama yang diusulkan masih juga belum memenuhi syarat. Kemudian dilakukan perpanjangan lagi selama tiga bulan terhitung sejak 27 Mei 2019 berdasarkan Keppres Nomor 34/M Tahun 2019. Sampai batas waktu, usulan nama masih juga belum memenuhi syarat. Perpanjangan selanjutnya dimulai.
“Perpanjangan untuk kedua kalinya dilakukan tanpa adanya batas waktu,” kata Menkes Terawan, Rabu (19/8/2020) di Jakarta.
Tak mau berlarut-larut, Terawan kemudian melakukan perubahan terhadap Pasal 6 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 81 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 496/Menkes/Per/V/2008 tentang Tata Cara Pengusulan Calon Anggota Konsil Kedokteran Indonesia.
Perubahannya adalah, apabila masing-masing unsur dan KKI periode berjalan tidak mengusulkan calon anggota KKI; jumlah yang diusulkan kurang dari dua kali dari jumlah wakil setiap unsur keanggotaan KKI dan/atau calon anggota KKI yang diusulkan tidak memenuhi persyaratan, maka “Menteri Kesehatan dapat mengusulkan calon anggota Konsil Kedokteran Indonesia kepada Presiden.”
Atas dasar Permenkes Nomor 81 tahun 2019 itu, Menkes menyatakan telah mengusulkan calon anggota KKI yang memenuhi persyaratan kepada Presiden dengan tetap mempertimbangkan keterwakilan meski bukan usulan dari masing-masing unsur.
Suka-suka Menteri
Ketua Umum PDGI Sri Hananto Seno menilai perubahan Permenkes yang dijadikan dasar untuk memilih sendiri anggota KKI itu melenceng dari UU Nomor 29 Tahun 2004. Perubahan atau aturan Menteri seharusnya tak boleh menambah norma baru yang bertentangan dengan UU yang ada di atasnya.
“Karena menambah norma baru itu seolah-olah suka-suka menterinya saja. Menambah norma baru itu kalau mau harus dibahas dengan organisasi profesi terkait di dalam aturan undang-undang tersebut,” kata Hananto saat dihubungi reporter Tirto, Senin (24/8/2020).
Semua organisasi profesi terkait yang memiliki hak konstitusional seharusnya, kata dia, diajak untuk membahas perubahan itu. Namun Menkes tidak pernah mengomunikasikan perubahan aturan itu.
Ketua Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) Mahesa Pranadipa mengatakan dalam hierarki perundang-undangan jelas diatur bahwa UU memiliki posisi lebih tinggi dari peraturan menteri atau keputusan presiden sekalipun. Sehingga apabila keduanya bertentangan dengan UU, maka menteri atau presiden berpotensi melakukan pelanggaran hukum.
Dalam hal ini, UU yang dimaksud adalah UU nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran, khususnya mengenai pemilihan anggota KKI.
“Undang-undang tidak dijalankan, maka itu berpotensi digugat di PTUN (Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara). Karena pengangkatan KKI berdasarkan keputusan Presiden, maka itu berpotensi digugat,” kata Mahesa saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (26/8/2020).
Namun pada akhirnya semua tergantung keputusan masing-masing organisasi dan asosiasi profesi: apakah mereka akan menempuh jalur hukum atau melalui jalur non-litigasi dengan dialog atau mediasi.
Wakil Ketua PDGI Ugan Gandar mengatakan mereka memang sudah memikirkan mengajukan gugatan ke PTUN. Meski begitu, ia dan asosiasi sebenarnya berharap langkah ini tak perlu ditempuh. Syaratnya, Menkes dan Presiden merealisasikan apa yang mereka kehendaki.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Maya Saputri