Menuju konten utama

Buruh Tak Dilibatkan Pembahasan Omnibus Law Cipta Lapangan kerja

Buruh mengaku tak dilibatkan dalam omnibus law Cipta Lapangan Kerja, padahal merekalah pihak yang paling terdampak.

Buruh Tak Dilibatkan Pembahasan Omnibus Law Cipta Lapangan kerja
Buruh yang tergabung dalam Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia (SPBI) menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung DPRD Jombang, Jawa Timur, Rabu (18/9/2019). ANTARA FOTO/Syaiful Arif/pras.

tirto.id - Serikat buruh yang tergabung dalam Gerakan Buruh untuk Rakyat (Gebrak) mengatakan mereka tidak dilibatkan dalam pembahasan omnibus law Cipta Lapangan Kerja. Peraturan 'sapu jagat' ini sedang dirampungkan pemerintah dan akan dibahas bersama DPR.

"Kalau pemerintah bilang sudah sosialisasi, dll, itu hanya formalitas. Ketika mereka sudah selesai pembahasan, konsep sudah jadi, dan kemudian tinggal gol, baru serikat buruh diajak," kata juru bicara Gebrak, Nining Elitos, di LBH Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (8/1/2020).

Gebrak adalah gabungan dari berbagai organisasi buruh, petani, perempuan, dan organisasi sipil lain. Ada 8 serikat buruh ikut dalam gabungan ini, di antaranya Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Sentra Gerakan Buruh Nasional (SGBN), dan Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi).

Serikat buruh baru dipanggil untuk membahas rancangan regulasi ini pada akhir Desember 2019 dan awal Januari 2020, kata Nining.

Secara keseluruhan, aliansi menolak keberadaan peraturan yang mereka sebut 'Cilaka' tersebut. Salah satunya karena peraturan tersebut akan menghapus hak pesangon yang tertera dalam UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

Penghapusan hak pesangon membuat pekerja lebih rentan dipecat.

Cilaka juga akan memperluas jenis-jenis pekerjaan yang diperbolehkan berstatus kontrak dan outsourcing yang membuat buruh semakin rentan.

Aliansi juga menyoroti perihal rencana pengupahan yang berdasarkan jam kerja. Menurut Nining, itu akan membuat upah layak lebih sulit diwujudkan.

"Rakyat mendapatkan upah layak jauh dari harapan," kata Nining.

Minimnya kepastian bekerja itu pun tak pelak juga berdampak pada pelajar dan mahasiswa. Cilaka berpotensi membuat mereka bekerja sebagai buruh kontrak bertahun-tahun tanpa ada kepastian kerja.

Akibat lainnya dari hilangnya kepastian kerja adalah hilangnya kebebasan buruh untuk berekspresi dan berpendapat menuntut hak, kata Nining.

Akhirnya, Nining, juga aliansi, menyimpulkan "UU Cipta Lapangan Kerja ini makin membuat keterpurukan bagi rakyat indonesia. Ini bukan memberikan kepastian kerja dan kesejahteraan, tapi justru makin membunuh rakyat."

Baca juga artikel terkait OMNIBUS LAW atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Rio Apinino