tirto.id - Presiden Partai Buruh dan Kofederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, mengatakan akan tetap melakukan mogok kerja nasional sebagai penolakan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja.
Dia bilang, tak ada alasan bagi pengusaha untuk melarang aksi mogok kerja nasional. Ia menegaskan pihaknya akan menuntut pengusaha yang melarang atau mengahalangi para buruh melakukan aksi mogok nasional.
“Tidak ada alasan pengusaha melarang. Kalau perusahaan melarang, kami akan tuntut. Karena aksi kami dilindungi Undang-Undang,” kata Said dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (24/3/2023).
Dia menjelaskan, aksi ini bukan mogok kerja biasa yang hanya diperbolehkan apabila karyawan dan perusahaan tidak menemui titik temu dalam perundingan. Akan tetapi, aksi ini sesuai dengan UU Nomor 21 Tahun 2001 yang menyebutkan serikat pekerja bisa mengorganisir pemogokan. Dasar hukum lainnya UU No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
“Serikat buruh akan menginstruksikan aksi dengan menghentikan produksi, keluar dari pabrik, lalu bergerak ke satu titik. Jadi bukan mogok kerja. Ini aksi!” tegas Said Iqbal yang juga merespon pernyataan Apindo yang mengatakan bahwa mogok nasional tidak memiliki dasar hukum.
Menurutnya, ini bukan mogok kerja. Sehingga tidak menggunakan aturan UU No 13 Tahun 2003 yang berkaitan dengan mogok kerja, tetapi aksi.
“Aksi ini diinstruksikan oleh serikat pekerja. Menginstruksikan stop produksi, kemudian melakukan aksi seperti yang selama ini biasa kami lakukan. Bedanya, kalau biasanya yang ikut aksi hanya perwakilan, sekarang tidak lagi diwakilkan,” ujarnya.
Bentuk kegiatan dari mogok nasional ini adalah berkumpul di depan pabrik, stop produksi, dan sebagian besar yang mogok nasional mendatangi kantor pemerintah. Di Jakarta akan dipusatkan di tiga titik, Istana, DPR RI, dan Mahkamah Konstitusi. Sementara untuk buruh di wilayah lain akan berdemo di depan kantor pemerintahan.
Said mengatakan mogok kerja akan dilakukan selama lima hari berturut-turut. Aksi tersebut akan diikuti oleh 5 juta buruh dari 38 provinsi atau 400 kabupaten/ kota. Mereka semua yang ikut aksi berasal dari 100 ribu pabrik yang tergabung di Partai Buruh. Rencananya aksi mogok kerja nasional dilakukan pada Juli-Agustus 2023.
“Mereka berasal dari berbagai sektor. Seperti elektronik, otomotif dan komponennya, industri baja, perkebunan, transportasi, kimia, energi, pertambangan, penerbitan, percetakan, media informasi, farmasi, rumah sakit di luar jam kerja, industri alat kesehatan, tekstil, garmen, sepatu, makanan, minuman, sebagian perbankan, pelabuhan, sopir-sopir, dan industri manufaktur lainnya,” ujar Said Iqbal.
Bentuk aksi di daerah adalah meminta Gubernur, Bupati, Walikota bersama DPRD setempat membuat surat rekomendasi resmi yang ditujukan Presiden dan Pimpinan DPR RI menyatakan menolak omnibus law UU Cipta Kerja menolak Permenaker No 5 Tahun 2023 yang memperbolehkan pemotongan upah 25 persen.
Di tingkat nasional, outputnya adalah meminta DPR RI secara resmi mencabut omnibus law UU Cipta Kerja yang mereka telah sahkan tanpa melibatkan para buruh dan stakeholder lainnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Reja Hidayat