Menuju konten utama

Bupati Madina Tak Semestinya Mundur Meski Jokowi Kalah di Daerahnya

Bupati dipilih rakyat lewat pemilu. Maka jika Jokowi kalah di daerahnya, dia tak mesti mundur meski misal diusung partai pendukung Jokowi.

Bupati Madina Tak Semestinya Mundur Meski Jokowi Kalah di Daerahnya
Calon Presiden nomor urut 01 Joko Widodo, didampingi Cawapres Ma'ruf Amin dan Ketua Umum partai koalisi, memberikan keterangan kepada media di Djakarta Theater terkait Pemilu 2019, Rabu (17/4/2019). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Hasil pemilihan presiden kemarin ternyata menghantui sejumlah kepala daerah dari partai pendukung Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Bupati Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara, Dahlan Hasan Nasution contohnya. Dia memutuskan mundur setelah paslon nomor urut 01 itu kalah di daerahnya.

Keputusan ini disayangkan beberapa pihak. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan bahwa pengunduran ini janggal.

Bupati itu dipilih masyarakat dengan cara demokratis (pemilu), bukan ditunjuk presiden. Memilih mundur karena Jokowi kalah, dengan begitu, mencederai kepercayaan yang diberikan para pemilih.

"Alasan mundur ini sangat tidak lazim, akan mencederai masyarakat yang telah memilih yang bersangkutan secara langsung," kata Tjahjo, kemarin (21/4/2019).

Hal serupa disampaikan Direktur Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, Veri Junaidi. Veri menegaskan kalau kewajiban mereka adalah kepada masyarakat, bukan capres yang didukung oleh partai.

Jika memang merasa bersalah, seharusnya dia mundur saja sebagai kader atau pengurus partai, bukan kepala daerah. Dahlan adalah Ketua Dewan Pertimbangan Nasdem Kabupaten Madina. Sementara Nasdem, kita tahu, adalah partai pendukung Jokowi.

"Tugas mereka adalah bagaimana memberikan pelayanan kepada publik," kata Veri kepada reporter Tirto, Senin (22/4/2019).

Veri menilai langkah Dahlan sangat reaktif dan berlebihan. Kepala daerah patut mengundurkan diri jika terbukti melakukan tindak pidana atau membuat kebijakan yang tidak menguntungkan masyarakat.

"Itu baru alasan kuat untuk mundur," tegas Veri.

Bagi Veri, mundurnya Dahlan justru menunjukkan bahwa ia tak netral sebagai kepala daerah.

"Ini justru menyalahi posisinya sebagai kepala daerah yang harus netral sejak awal," ucapnya lagi.

Jadi apa alasan sebenarnya Dahlan mundur? Dalam suratnya, ia mengatakan bahwa Jokowi telah berbuat banyak untuk Mandailing Natal, tapi ternyata itu tak membikin mayoritas masyarakat memilihnya lagi. Ia memilih mundur karena merasa kemenangan Jokowi adalah tanggung jawabnya.

Dalam surat bernomor 019.6/1214/TUPIM/2019 itu ia juga memohon maaf kepada Jokowi "atas ketidaknyamanan ini."

"Kami menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada Bapak Presiden dan sebagai ungkapan rasa tanggung jawab atas ketidaknyamanan ini dengan segala kerendahan hati, izinkan kami menyampaikan permohonan untuk berhenti sebagai Bupati Mandailing Natal," kata Dahlan dalam suratnya.

Takut?

Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Ferdinand Hutahaean, melihat ada faktor ketakutan dalam pengunduran diri itu.

"Saya melihatnya ada unsur ketakutan di sana: dia gagal memenangkan Jokowi. Kenapa takut? Dia yang tahu. Tapi saya melihatnya begitu," kata Ferdinand kepada reporter Tirto. "Ini tidak normal dan tidak lazim."

Ferdinand sepakat bahwa kepala daerah seharusnya tidak perlu undur diri atau takut pada hukuman partai. Partai seharusnya paham bahwa kepala daerah punya kewajiban pada rakyat, bukan hanya pada partai, apalagi capres.

"Pejabat seperti ini harusnya tidak dapat dipilih kembali karena dia lebih mengabdikan diri kepada Jokowi daripada masyarakat," tegasnya.

Sedangkan Direktur Komunikasi Politik Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Usman Kansong, menegaskan mereka tak pernah meminta komitmen atau menekan kepala daerah untuk memenangkan paslon nomor urut 01.

Baginya, apa yang dilakukan Dahlan murni keputusan pribadi. Usman menegaskan, TKN pun tak berharap adanya pengunduran diri itu.

"Dia kan bukan diangkat presiden atau gubernur, dan dia tidak melakukan kesalahan sifatnya pidana. [...] Kalau urusan politik tidak perlu undur diri begitu," kata Usman kepada reporter Tirto.

Namun faktanya Jokowi memang sempat menyinggung urusan pemilu ke kepala daerah. Di Tapanuli Tengah misalnya, dia mengatakan akan menelepon Bakhtiar Ahmad Sibarani, bupati sekaligus Ketua DPD dari partai Nasdem, malam hari setelah pencoblosan. Jokowi bilang Bakhtiar janji memberi suara hingga 80 persen.

"Tadi Pak Bakhtiar menyampaikan kepada saya, minimal [suara] 80 persen. Saya siap nyatatnya, nanti 17 [April] malam saya telepon berapa persen begitu nanti kurang dari target yang disampaikan," kata Jokowi, seperti dikutip dari Suara.

Kini pemilu di sana masih bermasalah karena diduga terjadi kecurangan yang dilakukan petugas KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara). KPU lantas memutuskan akan melakukan pemilihan ulang di belasan TPS.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Politik
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Rio Apinino