tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melimpahkan berkas perkara Bupati Hulu Sungai Tengah non-aktif Abdul Latif ke tahap Penuntutan, pada Rabu (2/5/2018). Berkas perkara Latif itu berkaitan dengan Kasus suap pembangunan ruang perawatan RSUD Damanhuri di Kabupaten Hulu Sungai Tengah pada Tahun Anggaran 2017.
"Penyidik hari ini telah melimpahkan barang bukti dan tersangka ALA (Abdul Latif) dalam perkara TPK Suap terkait dengan pengadaan pekerjaan pembangunan ruang perawatan kelas I, II, VIP, di RSUD Damanhuri Barabai Kabupaten Hulu Sungai Tengah TA 2017 ke Tahap 2," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Kuningan Jakarta, pada hari ini.
Febri menerangkan pelimpahan berkas dilakukan setelah KPK melakukan pemeriksaan terhadap 43 saksi.
Para saksi itu terdiri atas PNS Pemkab Hulu Sungai Tengah pada Unit kerja di RSUD Damanhuri Barabai dan anggota Pengadaan Pekerjaan Pembangunan Ruang Perawatan Kelas I, II, VIP, dan Super VIP di RSUD Damanhuri pada tahun 2017.
Selain itu, KPK juga sudah memeriksa Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Direktur RSUD Damanhuri Barabai, Direktur sejumlah perusahaan swasta dan sejumlah saksi dari pihak swasta lain.
Menurut Febri, sidang perkara suap yang menjerat Abdul Latif akan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta.
KPK menetapkan Abdul Latif (ALA) sebagai tersangka bersama 3 orang lain di kasus ini. Selain Latif, tiga tersangka lain adalah Ketua Kamar Dagang Indonesia Barabal Fauzan Rifani (FRI), Abdul Basit (ABS) dan Donny Witono (DON). Nama terakhir merupakan tersangka pemberi suap.
Pada pekan lalu, KPK juga telah dilakukan pelimpahan berkas perkara 2 tersangka lain di kasus yang sama ke tahap penuntutan. Dua tersangka itu adalah Fauzan Rifani selaku Direktur Utama PT Putera Dharma Raya dan Abdul Basit selaku Direktur PT Sugriwa Agung. Kedua tersangka tersebut diduga sebagai pihak yang menerima hadiah atau janji bersama-sama Abdul Latif. Sedangkan Donny Witono telah menjalani persidangan.
Abdul Latif ditetapkan sebagai tersangka lantaran diduga menerima fee sebesar 7,5 persen dari total anggaran proyek pembangunan RSUD Damanhuri Barabai. Nilai fee itu sekitar Rp3,6 miliar. KPK menduga pemberian fee telah dilakukan sebanyak 3 kali.
Uang pertama dikirimkan dalam rentang waktu September-Oktober 20117 sebesar Rp1,8 miliar. Lalu, pengiriman kedua terjadi pada tanggal 3 Januari 2018 sebesar Rp1,8 miliar. Terakhir, Donny Witono mengirim transfer ke Fauzan sebesar Rp25 juta.
KPK sudah menyita rekening koran atas nama PT Sugriwa Agung dengan saldo Rp1,825 miliar dan Rp1,8 miliar. Kemudian, KPK menyita uang di rumah dinas Abdul Latif sebesar Rp65 juta. KPK juga menemukan uang di ruang kerja Abdul Latif sebesar Rp35 juta.
KPK menyangkakan Abdul Latif, Fauzan Rifani (FRI), dan Abdul Basit (ABS) melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU 31/99 sebagaimana diubah UU 20/01 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Selain itu, KPK juga menetapkan Abdul Latif sebagai tersangka penerima gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). KPK menduga penerimaan gratifikasi berasal dari proyek-proyek di lingkungan Kabupaten Hulu Sungai Tengah selama Abdul Latif menjabat sebagai Bupati. Latif diduga menerima fee sekitar 7,5 persen hingga 10 persen dari setiap proyek.
Dalam perkara pencucian uang, KPK menduga ada sekitar Rp23 miliar gratifikasi yang diterima oleh Latif telah disamarkan melalui pembelian sejumlah barang mewah. KPK sudah menyita 23 mobil mewah dan 8 unit motor milik Abdul Latif.
Dalam perkara gratifikasi, KPK menyangkakan Abdul Latif melanggar pasal 12 B Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Terkait dugaan TPPU, Latif menjadi tersangka pelanggaran Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom