tirto.id - Pasal 4 dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menjelaskan terkait kekuasaan presiden sebagai pemimpin negara.
Pasal 4 ini termasuk dalam UUD Bab III yang membahas mengenai kekuasaan pemerintahan negara, khususnya sebagai landasan penyelenggaraan negara bagi bangsa Indonesia.
UUD 1945 sendiri merupakan konstitusi negara Republik Indonesia (RI) yang disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945. Kendati dalam sejarahnya Indonesia pernah menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS), UUD UUD 1945 kembali diberlakukan secara aklamasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada 22 Juli 1959.
Selepas pergantian rezim Orde Baru ke Reformasi, UUD 1945 mengalami empat kali amandemen dalam empat tahun berturut-turut, mulai dari 1999 sampai dengan 2002. Proses amandemen itu dilakukan dalam Sidang Umum maupun Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Urutan waktu amandemen UUD 1945 ini adalah sebagai berikut, sebagaimana dikutip dari buku Mengapa Kita Harus Kembali ke UUD 1945? (2019) karya Taufiequrachman Ruki dan kawan-kawan:
- Amandemen Pertama UUD 1945 dilakukan dalam Sidang Umum MPR 14-21 Oktober 1999
- Amandemen Kedua UUD 1945 dilakukan dalam Sidang Tahunan MPR 7-18 Agustus 2000
- Amandemen Ketiga UUD 1945 dilakukan dalam Sidang Tahunan MPR 1-9 November 2001
- Amandemen Keempat UUD 1945 dilakukan dalam Sidang Tahunan MPR 1-11 Agustus 2002
Bunyi Pasal 4 UUD 1945 dan Penjelasannya
Sepanjang empat amandemen di atas, pasal 4 UUD 1945 tidak mengalami perubahan sama sekali. Bunyi pasal 4 UUD 1945 adalah sebagai berikut:
- Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
- Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.
Pasal 4 ayat 1 ini bermakna bahwasanya presiden memiliki kekuasaan eksekutif sesuai dengan tugasnya sebagai kepala negara, sebagaimana dikutip dari Jurnal Widya Accarya.
Selain itu, ayat tak membedakan antara posisi presiden sebagai kepala negara (head of state) dengan kepala pemerintahan (head of government). Artinya, dua posisi itu dipegang sekaligus oleh presiden.
Kekuasaan eksekutif yang diemban presiden ditunjukkan dari kewenangan penuhnya dalam mengangkat dan memberhentikan para menteri yang menjabat dalam kabinet kerja bentukan presiden.
Selanjutnya, pasal 4 ayat 2 menjelaskan mengenai jabatan wakil presiden yang bertugas membantu kerja-kerja presiden. Posisi wakil presiden ini berada setingkat lebih rendah daripada presiden.
Dalam buku Susunan Pembagian Kekuasaan Menurut Sistem UUD 1945 (1978) yang ditulis Moh. Kusnardi, secara umum, terdapat empat tugas wakil presiden sebagai berikut.
Pertama, wakil presiden bertugas membantu presiden dalam melakukan kewajibannya, yang sebelumnya sudah memperoleh perintah dan diberi wewenang oleh presiden.
Kedua, wakil presiden menggantikan presiden sampai habis waktunya jika presiden meninggal dunia. Selain itu, wakil presiden juga dapat menggantikan presiden jika ia berhenti atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatan yang telah ditentukan
Contoh seorang wakil presiden menggantikan presiden adalah ketika Megawati Soekarnoputri menggantikan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ketika mandat presidennya dicabut oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI pada Juli 2001.
Sejak saat itu, Megawati Soekarnoputri, yang sebelumnya adalah wakil presiden naik posisinya menjadi Presiden RI dari masa jabatan Juli 2001 hingga Oktober 2004.
Ketiga, tugas wakil presiden adalah memperhatikan secara khusus, menampung masalah yang perlu penanganan menyangkut bidang tugas kesejahteraan rakyat
Keempat, wakil presiden melakukan pengawasan operasional pembangunan, dengan bantuan departemen, lembaga non departemen, dalam hal ini inspektur jenderal dari departemen yang bersangkutan atau deputi pengawasan dari lembaga non departemen yang bersangkutan.
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Nur Hidayah Perwitasari