tirto.id - Penulis buku Benturan NU-PKI 1948-1965 H Abdul Mun’im DZ menilai, aparat salah persepsi jika buku tersebut ikut dirazia satuan intel Kodim Kediri, Jawa Timur. Alasannya , buku tersebut tidak menyebarkan paham komunisme. Sebaliknya berisi bentuk sikap resmi PBNU yang ikut memberantas PKI sepanjang 1948-1965.
"[Buku tersebut] Memberikan gambaran terhadap konfliksitas terhadap peristiwa di tahun itu. Memang terjadi konflik panjang antara NU dan PKI, itu rill dan menimbulkan banyak korban," ujarnya kepada Tirto, Jumat (11/1/2019).
Ia menjelaskan pada bukunya tersebut, saat peristiwa tahun 1965, tidak hanya TNI saja yang memberantas PKI. Namun NU, Majelis Syuro Muslimin (Masyumi) dan beberapa organisasi Islam lainnya juga ikut bentrok dengan PKI.
Abdul menduga, bukunya ikut dirazia lantaran aparat hanya melihat sampulnya saja dan tidak membaca isinya.
"Ada kalimat PKI, dirazia semua. Tapi itu kan buku-bukunya disimpan dalam satu rak, ada Aidit, Tan Malaka, Muso. Karena diletakkan sama, jadi dianggap buku PKI," terangnya.
Oleh karena itu, ia bersama PBNU dan beberapa kiyai yang ada di Jakarta telah melakukan klarifikasi karena merasa ada kekeliruan. Ia pun berharap TNI harus melewati prosedur sesuai hukum yang berlaku jika ingin melakukan razia buku.
Seperti hukum yang mengatur razia buku atau pengamanan barang-barang cetakan secara sepihak, tak lagi diperbolehkan sejak keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2010 yang mencabut Undang-Undang Nomor 4/PNPS/1963 tentang Pengamanan terhadap Barang-barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum.
"Harusnya itu pengadilan yang melarang, bukan TNI. Itu sangat disayangkan," tutupnya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Agung DH