tirto.id - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan April 2020 mengalami defisit di kisaran 0,35 miliar dolar AS. Defisit ini disebabkan oleh nilai ekspor yang hanya mencapai 12,19 miliar dolar AS sementara nilai impor lebih besar di angka 12,538 miliar dolar AS.
“Neraca perdagangan April 2020 ini dipengaruhi melemahnya permintaan dan penurunan harga komoditas,” ucap Kepala BPS Suhariyanto dalam siaran live di akun Youtube BPS, Jumat (15/5/2020).
Menurut data BPS, neraca perdagangan di tahun berjalan masih surplus 2,25 miliar dolar AS selama Januari-April 2020. Nilai ini juga relatif lebih baik dari posisi neraca perdagangan yoy di tahun 2019 yang berada di angka defisit 2,35 miliar dolar AS.
Pada April 2020 ini, BPS mencatat ekspor mengalami penurunan 7,02 persen secara yoy dan 13,33 persen secara month to month dari Maret 2020 menjadi 12,19 miliar dolar AS. Penurunan ekspor ini disumbang oleh anjloknya ekspor migas di angka 6,55 persen secara mtom dan 17,70 persen secara yoy.
Nilainya mencapai 0,61 miliar dolar AS saja di April 2020. Kondisi itu disebabkan karena tidak adanya ekspor minyak mentah dan penurunan nilai hasil minyak sebagai imbas anjloknya harga minyak mentah dunia.
Di sisi lain, ekspor non migas juga anjlok. Sektor pertanian, industri pengolahan, dan pertambangan mencatatkan kontraksi secara mtom dengan masing-masing 9,82 persen, 12,26 persen, dan 22,11 persen. Industri pengolahan dan pertambangan juga mengalami kontraksi secara yoy di angka 1,77 persen dan 29,47 persen.
Sementara itu, impor juga masih berada dalam tren menurun. Pada April 2020 terjadi penurunan 6,1 persen secara mtom dan 18,58 persen secara yoy. Nilainya menjadi hanya 12,54 miliar dolar AS. Penurunan terbesar dialami oleh impor migas yang terkontraksi 46,83 persen secara mtom dan 61,78 persen secara yoy.
Impor non migas pun mencatatkan kontraksi secara menyeluruh. Konsumsi terkontraksi 4,03 persen secara mtom dan 16,57 persen secara yoy.
Impor bahan baku penolong terkontraksi 9 persen secara mtom dan 19,13 persen secara yoy. Lalu barang modal masih tumbuh 9 persen secara mtom tapi mengalami kontraksi 17,11 persen secara yoy.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri