tirto.id -
Kepala BPOM, Penny K. Lukito mengatakan dari 2.804 sampel yang diteliti petugas masih terdapat 83 sampel yang TMS.
Jumlah itu menurut Penny tergolong kecil lantaran setara dengan 2,96 persen dari total sampel.
Sebelumnya pada 2018 total sampel yang tidak memenuhi syarat berada di angka 5,34 persen.
"Ini cukup relatif kecil ya 2,96 persen yang tidak penuhi syarat," ucap Penny dalam konferensi pers di BPOM RI pada Senin (20/5/2019).
"Khusus pangan jajanan berbuka puasa takjil keliatannya semakin baik dibanding tahun sebelumnya," tambah Penny.
BPOM mendapati bahwa takjil yang tidak layak keseluruhannya dapat digolongkan menjadi empat, yaitu agar-agar, kelompok minuman bewarna, kelompok mi, dan kelompok kudapan.
Namun, dari 83 sampel yang masih didapati tidak layak itu, Penny mengatakan umumnya mengandung bahan berbahaya seperti formalin dengan persentase 39,29 persen.
Lalu bahan berbahaya kedua ditemukan berupa boraks dengan persentase 32,14 persen lalu disusul dengan pewarna seperti rhodamin b 28,57 persen.
Menurut Penny, kecilnya jumlah persentase produk takjil yang masuk kategori TMS ini karena mulai membaiknya standar bahan yang digunakan industri rumahan. Dalam hal ini bahan-bahan yang digunakan sudah relatif lebih segar.
"Itu kelihatannya lebih diikuti oleh para pelaku usaha industri rumah tangga agar tidak menggunakan bahan berbahaya," ucap Penny.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Nur Hidayah Perwitasari