tirto.id - Tim Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno meminta bantuan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Pada akhir pekan kemarin, mereka mendatangi LPSK untuk berkonsultasi soal perlindungan bagi saksi-saksi yang diajukan BPN di sidang sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Ketua Tim Kuasa Hukum Jokowi-Ma'ruf mengkritik langkah BPN Prabowo-Sandiaga itu. Dia menilai langkah tersebut memuat motif politis, yakni mengesankan bahwa saksi-saksi dari BPN terancam.
"Kami menganggap justru laporan ke LPSK itu satu teror psikologis kepada masyarakat, seolah-olah para saksi yang akan diajukan ke MK ini dihalang-halangi, diteror dan ditakut-takuti sehingga nanti ujung-ujungnya tidak datang ke MK," kata Yusril di kawasan Menteng, Jakarta, Senin (17/6/2019).
Yusril curiga Tim Hukum BPN tidak bisa menghadirkan 30 saksi yang mereka klaim memiliki info soal kecurangan di Pilpres 2019. Jika saksi-saksi itu tidak hadir, kata Yusril, akan muncul kesan bahwa mereka takut karena ada ancaman.
"Kami menolak upaya membangun opini seolah-olah para saksi yang hadir ini dihalang-halangi," kata Yusril.
Yusril menegaskan, baik pemerintah maupun kubu Jokowi-Ma'ruf tidak akan menghalangi saksi yang akan diajukan BPN Prabowo-Sandiaga dalam persidangan di MK.
Dia menambahkan, kalau memang ada ancaman, BPN Prabowo-Sandiaga sebaiknya meminta perlindungan kepada kepolisian.
"Karena semua pihak menginginkan persidangan ini berjalan secara jujur dan adil," kata Yusril.
Ketua Umum Partai Bulan Bintang ini juga mempertanyakan langkah BPN Prabowo-Sandiaga yang meminta bantuan LPSK. Sebab, menurut dia, kewenangan LPSK hanya melindungi saksi dan korban pada kasus pidana.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Addi M Idhom